8 Tradisi Lebaran Haji Unik di Berbagai Daerah Indonesia, Simak Makna dari Berbagai Macam Perayaan Idul Adha

Jelajahi keunikan tradisi lebaran haji dari berbagai penjuru Nusantara! Dari Grebeg Besar Yogyakarta hingga Kaul Negeri Maluku, temukan kekayaan budaya dalam perayaan Idul Adha yang mencerminkan keberagaman Indonesia.

oleh Mabruri Pudyas Salim diperbarui 05 Feb 2025, 12:00 WIB
Diterbitkan 05 Feb 2025, 12:00 WIB
Grebeg Besar
Warga berebut Gunungan saat prosesi Grebeg Besar di halaman Masjid Gede Yogyakarta, DIY. (Antara)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Indonesia, dengan keberagaman budayanya yang luar biasa, memiliki cara unik dalam merayakan hari-hari besar keagamaan. Salah satunya adalah perayaan Idul Adha atau yang sering disebut lebaran haji, yang diperingati dengan berbagai tradisi khas di setiap daerah.

Tradisi lebaran haji di Indonesia mencerminkan perpaduan harmonis antara nilai-nilai Islam dengan kearifan lokal yang telah mengakar dalam masyarakat. Setiap daerah memiliki cara tersendiri dalam mengekspresikan rasa syukur dan kegembiraan menyambut hari raya kurban ini.

Keunikan tradisi lebaran haji di berbagai daerah tidak hanya menjadi warna dalam perayaan keagamaan, tetapi juga menjadi media untuk memperkuat ikatan sosial dan melestarikan warisan budaya. Mari kita telusuri beragam tradisi yang memperkaya perayaan Idul Adha di Nusantara, sebagaimana telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Rabu (5/2/2025).

Grebeg Besar Yogyakarta

Grebeg Besar merupakan tradisi yang telah mengakar kuat dalam budaya Keraton Yogyakarta. Tradisi ini bermula dari gagasan para wali dan Raja Demak sebagai media dakwah Islam yang disesuaikan dengan kebudayaan masyarakat yang kala itu masih memeluk Hindu dan Buddha.

Sejak masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono I hingga saat ini, Grebeg Besar telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Idul Adha di Yogyakarta. Kata "grebeg" sendiri berasal dari kata "gumrebeg" yang memiliki makna filosofis suasana riuh, ribut, dan ramai, mencerminkan kemeriahan perayaan yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat.

Puncak dari tradisi ini adalah kirab gunungan yang melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan. Berbagai jenis gunungan seperti Gunungan Jaler, Gunungan Estri, Gunungan Darat, Gunungan Gepak, Gunungan Pawuhan, dan Gunungan Picisan dibawa oleh para abdi dalem dengan pakaian tradisional khas.

Grebeg Besar bukan sekadar ritual ceremonial, tetapi juga menjadi simbol kedermawanan raja kepada rakyatnya. Gunungan yang berisi hasil bumi dan makanan tradisional dibagikan kepada masyarakat sebagai bentuk sedekah dan rasa syukur atas berkah yang telah diterima.

Tradisi Manten Sapi

Manten Sapi
Acara manten sapi saat Idul Adha di Pasuruan, Jawa Timur (Dok.Instagram/@yoiki_pasuruan/https://www.instagram.com/p/BmvZx5tlvPw/Komarudin)... Selengkapnya

Manten Sapi adalah tradisi unik yang dilaksanakan sehari menjelang Idul Adha. Tradisi ini mencerminkan penghormatan masyarakat terhadap hewan kurban yang akan dipersembahkan pada hari raya kurban.

Dalam prosesinya, hewan kurban dimandikan dan dihias layaknya pengantin dengan berbagai ornamen tradisional. Sapi-sapi kurban dikalungi bunga tujuh rupa dan dibalut kain putih, menjadikannya tampil cantik dan tampan seperti sepasang pengantin yang akan menuju pelaminan.

Prosesi dilanjutkan dengan arak-arakan hewan kurban yang telah dihias keliling kampung. Para peserta arak-arakan juga membawa berbagai bahan pangan seperti beras, minyak goreng, bumbu dapur, hingga kayu bakar yang nantinya akan dibagikan kepada warga kurang mampu bersama dengan daging kurban.

Tradisi ini tidak hanya menjadi tontonan menarik, tetapi juga mengandung nilai-nilai sosial dan religius yang dalam. Manten Sapi menjadi media syiar agama sekaligus sarana untuk memotivasi masyarakat dalam berkurban dan berbagi dengan sesama.

Tradisi Toron Madura

[Bintang] 6 Tips Mudik Aman dan Nyaman dengan Mobil Pribadi
Supaya mudik dengan mobil pribadi berjalan aman dan nyaman, ini beberapa tips mudik yang wajib kamu ketahui. (Ilustrasi: (Liputan6.com/Herman Zakharia)... Selengkapnya

Toron merupakan tradisi mudik khas masyarakat Madura yang dilakukan tidak hanya saat Idul Fitri, tetapi juga saat Idul Adha. Nama "toron" berasal dari kata toronan atau turunan, mencerminkan filosofi menjaga kesinambungan hubungan antargenarasi.

Bagi masyarakat Madura, tradisi ini memiliki makna mendalam sebagai cara untuk menyambung ikatan kekeluargaan dan menjaga hubungan dengan kampung halaman. Para perantau Madura akan berbondong-bondong pulang untuk berkumpul dengan keluarga dan bersilaturahmi dengan tetangga.

Dalam tradisi toron, masyarakat tidak hanya sekadar pulang kampung, tetapi juga melakukan ritual nyekar atau nyalase ke makam leluhur. Mereka membawa terateran (oleh-oleh) untuk keluarga, tetangga, dan para ulama setempat sebagai bentuk berbagi kebahagiaan.

Toron telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas budaya Madura, mencerminkan nilai-nilai kebersamaan dan penghormatan terhadap leluhur. Tradisi ini terus dilestarikan untuk memastikan ikatan kekeluargaan dan nilai-nilai budaya tetap terjaga.

Tradisi Kaul Negeri dan Abda'u Maluku Tengah

tradisi unik idul adha (foto: brilio)
tradisi unik idul adha Kaul Negeri dan Abda'u Maluku Tengah (foto: brilio)... Selengkapnya

Di Maluku Tengah, khususnya di masyarakat Tulehu, Idul Adha diperingati dengan tradisi Kaul Negeri dan Abda'u. Tradisi ini merupakan perpaduan unik antara ritual keagamaan dan adat istiadat lokal yang telah berlangsung secara turun-temurun.

Kaul Negeri adalah tradisi tahunan yang bertujuan memohon keselamatan, kesejahteraan, dan keberkahan bagi seluruh masyarakat. Sementara Abda'u, yang dilakukan oleh suku Naulu, merupakan ritual penghormatan kepada leluhur dan penjagaan keharmonisan antara manusia dengan alam.

Prosesi dimulai setelah salat Idul Adha, di mana tiga ekor kambing digendong menggunakan kain oleh para pemuka adat dan agama. Mereka berjalan mengelilingi desa diiringi lantunan takbir dan shalawat menuju masjid, di mana hewan tersebut akan disembelih bersama hewan kurban lainnya setelah Ashar.

Tradisi ini mencerminkan sintesis harmonis antara ajaran Islam dan kearifan lokal masyarakat Maluku. Kaul Negeri dan Abda'u tidak hanya menjadi ritual keagamaan, tetapi juga menjadi media untuk memperkuat kohesi sosial dan melestarikan warisan budaya leluhur.

Tradisi Meugang Aceh

[Ramadan] Uniknya Tradisi Meugang Khas Warga Aceh
Setiap kali menjelang Bulan Suci Ramadhan, masyarakat Aceh akan menyambut bulan penuh berkah dengan cara khas... Selengkapnya

Meugang merupakan tradisi khas masyarakat Aceh yang dilaksanakan menjelang Idul Adha sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT. Tradisi ini telah berlangsung secara turun-temurun dan menjadi bagian integral dari identitas budaya Aceh.

Pelaksanaan Meugang melibatkan seluruh lapisan masyarakat Aceh dalam kegiatan memasak dan menikmati daging kurban bersama. Prosesi ini menjadi momen istimewa di mana keluarga besar berkumpul untuk mempersiapkan hidangan khas dan berbagi kebahagiaan.

Makna mendalam dari tradisi Meugang terletak pada aspek sosialnya, di mana masyarakat Aceh mempererat hubungan kekeluargaan dan solidaritas sosial. Tradisi ini mengajarkan pentingnya berbagi dan menjaga silaturahmi antar sesama.

Meugang bukan sekadar ritual makan bersama, tetapi juga menjadi media untuk memperkuat nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong dalam masyarakat Aceh. Tradisi ini mencerminkan karakter masyarakat Aceh yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan dan kepedulian sosial.

Tradisi Gamelan Sekaten Surakarta

Gamelan Sekaten Keraton Surakarta
Para abdi dalem wiyaga sedang memukul gamelan Kiai Guntur Madu di Bangsal Pradonggo Masjid Agung Surakarta, Sabtu (2/11).(Liputan6.com/Fajr Abrori)... Selengkapnya

Gamelan Sekaten adalah tradisi yang memadukan unsur budaya dan spiritualitas dalam perayaan Idul Adha di Surakarta. Tradisi ini merupakan warisan dari masa penyebaran Islam di Jawa yang menggunakan kesenian sebagai media dakwah.

Pelaksanaan Gamelan Sekaten dimulai setelah salat Idul Adha, di mana seperangkat gamelan kuno ditabuh dengan irama khusus. Musik gamelan ini tidak hanya menghibur tetapi juga membawa pesan-pesan spiritual dan nilai-nilai Islam yang dikemas dalam bentuk kesenian tradisional.

Tradisi ini mencerminkan kearifan para wali dalam menyebarkan Islam dengan memadukan nilai-nilai agama dan budaya lokal. Gamelan Sekaten menjadi bukti nyata bagaimana Islam dapat berakulturasi dengan budaya Jawa tanpa menghilangkan esensi keduanya.

Hingga kini, Gamelan Sekaten tetap dilestarikan sebagai warisan budaya yang berharga, mengingatkan kita akan pentingnya menjaga harmoni antara nilai-nilai agama dan tradisi lokal.

Tradisi Accera Kalompoang Gowa

Tradisi Lebaran Haji Accera Kalompoang Gowa
Tradisi Lebaran Haji Accera Kalompoang Gowa/Humas Pemerintah Kabupaten Gowa... Selengkapnya

Di Gowa, Sulawesi Selatan, Idul Adha diperingati dengan tradisi unik bernama Accera Kalompoang. Tradisi ini merupakan upaya untuk mempersatukan keluarga kerajaan dengan pemerintah melalui ritual pencucian benda-benda bersejarah peninggalan Kerajaan Gowa.

Prosesi Accera Kalompoang dilakukan dengan penuh khidmat dan mengikuti tata cara yang telah diwariskan secara turun-temurun. Para pemuka adat dan keturunan kerajaan berperan penting dalam pelaksanaan ritual ini, menjaga kesakralan dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Tradisi ini tidak hanya menjadi simbol pelestarian warisan budaya, tetapi juga menjadi medium untuk mempererat hubungan antara institusi adat, pemerintah, dan masyarakat. Accera Kalompoang mengajarkan pentingnya menjaga keharmonisan dalam struktur sosial masyarakat.

Sebagai bagian dari perayaan Idul Adha, Accera Kalompoang menjadi pengingat akan pentingnya menghormati sejarah dan menjaga warisan leluhur sambil tetap menjalankan nilai-nilai keagamaan.

Tradisi Ngejot Bali

Tradisi Lebaran di Pelosok Nusantara
Menjelang Hari Raya Idul Fitri warga muslim Bali menggelar tradisi “ngejot” atau membagi-bagikan makanan kepada masayarakat sekitar tanpa membeda-bedakan agama yang dianutnya. (Istimewa)... Selengkapnya

Ngejot merupakan tradisi unik yang mencerminkan indahnya toleransi antarumat beragama di Bali. Meskipun mayoritas penduduk Bali beragama Hindu, tradisi ini menjadi jembatan persaudaraan saat perayaan Idul Adha.

Dalam pelaksanaannya, masyarakat Muslim di Bali berbagi makanan, minuman, dan buah-buahan kepada tetangga mereka yang beragama Hindu. Kegiatan berbagi ini dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur atas kerukunan dan kedamaian yang terjalin di antara umat beragama.

Tradisi Ngejot mengajarkan nilai-nilai luhur tentang pentingnya hidup berdampingan secara damai dan saling menghormati perbedaan. Ini menjadi contoh nyata bagaimana perbedaan agama tidak menjadi penghalang untuk menjalin persaudaraan.

Keberlangsungan tradisi ini menjadi bukti bahwa nilai-nilai toleransi dan kerukunan telah mengakar kuat dalam masyarakat Bali, menciptakan harmoni sosial yang indah di tengah keberagaman.

Keberagaman tradisi lebaran haji di Indonesia menunjukkan kekayaan budaya bangsa yang tak ternilai. Setiap daerah memiliki cara unik dalam mengekspresikan rasa syukur dan kegembiraan menyambut Idul Adha, menciptakan mozaik budaya yang indah dan harmonis. Tradisi-tradisi ini tidak hanya memperkaya perayaan keagamaan tetapi juga menjadi media untuk memperkuat ikatan sosial dan melestarikan warisan budaya leluhur yang tak ternilai.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya