Liputan6.com, Jakarta Dalam ajaran Islam, kesehatan hati sama pentingnya dengan kesehatan jasmani. Hati yang bersih dan suci menjadi kunci utama dalam meraih ridho Allah SWT dan menjalani kehidupan yang penuh keberkahan. Namun, hati manusia rentan terhadap berbagai penyakit yang dapat menghambat perjalanan spiritual kita. Artikel ini akan mengulas 10 penyakit hati dalam Islam, beserta cara mengobatinya, sehingga kita dapat senantiasa menjaga kebersihan hati dan meraih ketenangan jiwa.
Penyakit hati, atau sifat-sifat buruk, dapat merusak hubungan kita dengan Allah SWT dan sesama manusia. Ketidakmampuan mengendalikan emosi, misalnya amarah, dapat berujung pada tindakan yang merugikan. Begitu pula dengan iri hati (hasad) yang dapat menghalangi kita meraih kebaikan. Bahkan, amalan baik yang dilakukan dengan tujuan pamer (riya’) pun termasuk penyakit hati yang perlu dihindari. Semua ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga kesehatan spiritual kita.
Baca Juga
Pemahaman tentang penyakit hati dan cara mengobatinya bukan sekadar pengetahuan teoretis, melainkan tuntunan praktis dalam menjalani kehidupan beriman. Dengan memahami akar permasalahan dan langkah-langkah penyembuhannya, kita dapat membersihkan hati dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Mari kita telusuri lebih dalam sepuluh penyakit hati tersebut dan bagaimana cara mengatasinya.
Advertisement
10 Penyakit Hati dalam Islam dan Cara Mengobatinya
Berikut adalah 10 penyakit hati yang sering dibahas dalam ajaran Islam, beserta cara mengobatinya:
1. Hasad (Iri Hati)
Hasad, dalam konteks ajaran Islam, merupakan perasaan iri hati dan dengki yang mendalam terhadap keberuntungan, kesuksesan, atau nikmat yang diperoleh orang lain. Perasaan ini bukan sekadar rasa iri biasa, melainkan mengandung unsur kebencian dan keinginan agar nikmat yang diterima orang lain tersebut hilang atau berkurang.
Rasulullah SAW memperingatkan bahaya hasad dengan sabdanya,Â
'Jauhilah hasad, karena hasad memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.' (HR. Ahmad dan Abu Dawud). Â
Cara mengobatinya: Bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan, fokus pada pengembangan diri, dan berdoa agar diberi kekuatan untuk menghilangkan rasa iri.
2. Takabbur (Sombong)
 Takabbur, dalam bahasa sederhana, adalah sikap merasa lebih tinggi dan lebih baik daripada orang lain. Sikap ini mencerminkan kesombongan dan keangkuhan yang merendahkan martabat orang lain. Allah SWT mengingatkan kita akan bahaya takabbur dalam firman-Nya di QS. An-Nahl ayat 23:Â
"...dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak dapat mencapai setinggi gunung." Â
Cara mengobatinya: Selalu mengingat kebesaran Allah SWT, merenungkan kekurangan diri, dan bergaul dengan orang-orang yang lebih baik.
3. Riya’ (Pamer)
Riya’ adalah tindakan melakukan amal kebaikan, ibadah, atau perbuatan baik lainnya dengan tujuan utama untuk dilihat dan dipuji oleh orang lain, bukan karena semata-mata karena Allah SWT. Intinya, niat utama dalam beramal sudah terkontaminasi dengan keinginan untuk mendapatkan pengakuan manusia.Riya’ adalah penyakit hati yang dapat merusak nilai ibadah dan amal kebaikan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk senantiasa menjaga keikhlasan dalam setiap perbuatan, agar amal kita diterima oleh Allah SWT.Â
Cara mengobatinya: Beribadah hanya karena Allah SWT, meniatkan setiap amal untuk mencari ridho-Nya, dan senantiasa bermuhasabah.
4. Bakhil (Kikir)
 Keengganan untuk berbagi harta benda atau kebaikan dengan orang lain dikenal sebagai bakhil. Sifat ini merupakan suatu pertentangan dengan ajaran Rasulullah SAW yang senantiasa menganjurkan umatnya untuk bersedekah, memberikan sebagian harta kepada orang lain yang membutuhkan, baik berupa materi maupun non-materi.
Sedekah bukan hanya sekadar pemberian materi, melainkan juga mencakup berbagi waktu, tenaga, dan ilmu pengetahuan. Rasulullah SAW menekankan pentingnya sifat dermawan dan murah hati sebagai bagian dari akhlak mulia seorang muslim.Â
Cara mengobatinya: Membiasakan diri untuk bersedekah, berbagi dengan orang lain, dan menyadari bahwa harta adalah titipan Allah SWT.
5. Ujub (Bangga Diri)
Ujub merupakan perasaan takabbur yang muncul dari dalam diri seseorang. Perasaan ini ditandai dengan adanya rasa bangga yang berlebihan terhadap kemampuan, kelebihan, atau prestasi yang telah dicapai.
Seseorang yang merasa ujub cenderung menganggap dirinya lebih baik, lebih mulia, atau lebih bernilai dibandingkan orang lain. Mereka mungkin meremehkan orang lain, merasa lebih unggul, dan sulit menerima kritik. Sifat ujub ini dapat merusak hubungan sosial dan menghambat pertumbuhan spiritual karena menghalangi seseorang untuk belajar dari orang lain dan menghargai kontribusi mereka.
Cara mengobatinya: Selalu mengingat bahwa segala kemampuan dan keberhasilan berasal dari Allah SWT, dan selalu rendah hati.
Advertisement
Penyakit Hati dalam Islam dan Cara Mengobatinya
6. Cinta Dunia Berlebihan
Kecenderungan untuk terlalu mengejar kenikmatan duniawi, seperti kekayaan, popularitas, atau kesenangan sesaat, dapat mengakibatkan pengabaian terhadap persiapan untuk kehidupan akhirat.Â
Fokus yang berlebihan pada hal-hal materi dan keinginan duniawi dapat menyita waktu, energi, dan perhatian seseorang, sehingga menghambat upaya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan menjalankan amal saleh yang menjadi bekal di akhirat. Akibatnya, seseorang mungkin kehilangan kesempatan untuk meraih kebahagiaan sejati dan keselamatan di kehidupan setelah kematian.
Cara mengobatinya: Mengendalikan hawa nafsu, memperbanyak ibadah, dan selalu mengingat kematian.
7. Su'udzan (Buruk Sangka)
Suudzan, atau prasangka buruk, merupakan kecenderungan untuk menilai seseorang secara negatif tanpa didasari bukti atau fakta yang valid. Hal ini melibatkan interpretasi yang bias terhadap perilaku atau tindakan individu, seringkali mengabaikan konteks atau informasi yang meringankan.Â
Berbeda dengan skeptisisme yang sehat yang didasarkan pada evaluasi kritis, suudzan cenderung bersifat subjektif dan didorong oleh emosi negatif, tanpa usaha untuk mencari kebenaran atau klarifikasi.Â
Cara mengobatinya: Berprasangka baik (husnudzan), mencari kejelasan sebelum menilai, dan menghindari fitnah.
8. Sum’ah (Pamer Ibadah)
Sum'ah, dalam konteks agama Islam, merujuk pada tindakan sengaja memperlihatkan atau memperdengarkan ibadah atau amal kebaikan yang dilakukan kepada orang lain. Tujuannya adalah untuk mencari pujian, sanjungan, atau pengakuan dari manusia, bukan semata-mata karena ridho Allah SWT.Â
Ini berbeda dengan niat ikhlas dalam beribadah, di mana seseorang melakukan amal saleh hanya untuk mencari keridaan Allah tanpa mempertimbangkan penilaian manusia. Tindakan sum'ah dapat mengurangi nilai ibadah dan amal kebaikan yang dilakukan, karena motivasi utamanya telah ternodai oleh keinginan akan pujian duniawi.Â
Cara mengobatinya: Menjaga kesucian ibadah, menghindari pamer, dan ikhlas dalam beramal.
9. Taqtir (Pelit Berlebihan)
Taqtir merujuk pada sikap seseorang yang enggan atau menolak untuk berbagi apa pun, sekalipun ia memiliki kemampuan dan sumber daya yang memadai untuk melakukannya.
Sikap ini menandakan adanya keengganan untuk berderma, berbagi rezeki, atau membantu orang lain yang membutuhkan, meskipun ia secara finansial atau material mampu untuk melakukannya. Keengganan ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti sifat kikir, egoisme, atau rasa takut kehilangan.
Cara mengobatinya: Bersedekah dan berbagi sesuai kemampuan, dan menyadari kewajiban berbagi kepada sesama.
10. Panjang Angan-Angan
Seringkali, pikiran melayang terlalu jauh ke khayalan dan impian, sehingga mengakibatkan pengabaian terhadap kewajiban-kewajiban agama yang seharusnya dijalankan. Hal ini dapat mencakup berbagai aspek, seperti meninggalkan sholat, membaca Al-Quran, berdzikir, bersedekah, atau menjalankan ibadah lainnya. Akibatnya, hubungan dengan Tuhan menjadi kurang terjaga dan dapat menimbulkan dampak negatif bagi spiritualitas individu.
Cara mengobatinya: Fokus pada ibadah dan amal kebaikan, serta merencanakan masa depan dengan perencanaan yang realistis.
Menjaga kebersihan hati dari penyakit-penyakit ini merupakan perjalanan spiritual yang terus menerus. Dengan memahami dan mengamalkan cara mengobatinya, kita dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT dan meraih ketenangan jiwa. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita kekuatan dan hidayah untuk membersihkan hati dan menjalani kehidupan yang penuh keberkahan.
