Ikhtiar Punya Momongan dengan Program Bayi Tabung, Apa Hukumnya?

Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami isteriyang sah hukumnya mubah (boleh), sebab hak ini termasuk ikhtiar berdasarkan kaidah-kaidah agama

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Sep 2022, 21:30 WIB
Diterbitkan 08 Sep 2022, 21:30 WIB
Ilustrasi bayi tabung
Ilustrasi bayi tabung. Photo by Luma Pimentel on Unsplash

Liputan6.com, Jakarta - Memiliki keturunan adalah salah satu tujuan pernikahan. Saat suami istri kesulitan memiliki anak, mereka akan berupaya maksimal, termasuk di antaranya, dengan program bayi tabung.

Zaman modern, program bayi tabung makin marak. Mengutip Alodokter.com, bayi tabung adalah suatu prosedur yang dilakukan untuk membantu proses kehamilan. Prosedur ini dapat menjadi salah satu solusi bagi pasangan yang mengalami gangguan kesuburan untuk memiliki anak.

Proses kehamilan bermula ketika sel telur yang matang dibuahi oleh sperma di saluran indung telur. Jika sel telur yang sudah dibuahi ini menempel di dinding rahim, normalnya janin akan mulai tumbuh di rahim dan akan lahir 9 bulan kemudian.

Namun akibat kondisi tertentu, proses tersebut tidak berjalan normal. Hal ini dapat disebabkan oleh gangguan pada organ panggul wanita atau masalah kesuburan pada pria. Pada kondisi tersebut, prosedur bayi tabung bisa dilakukan untuk membantu pasien wanita hamil.

Bayi tabung merupakan program untuk membantu pasien mendapatkan kehamilan, dengan menggabungkan sel telur dan sperma di luar tubuh. Setelah penggabungan, sel telur yang sudah dibuahi (embrio) akan diletakkan kembali di rahim.

Meski secara prosedur medis sangat mungkin dilakukan, namun ada baiknya memperhatikan kaidah Islam. Berikut adalah fatwa MUI tentang bayi tabung.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Ini:


Fatwa MUI Tentang Bayi Tabung dan Inseminasi Buatan

Ilustrasi proses bayi tabung
Ilustrasi proses bayi tabung/Shutterstock.

1. Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami istri yang sah hukumnya mubah (boleh), sebab hak ini termasuk ikhtiar berdasarkan kaidah-kaidah agama.

2. Bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang lain (misalnya dari isteri kedua dititipkan pada isteri pertama) hukumnya haram beraasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya).

3. Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram berdasarkan kaidah Saddaz-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik,baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam kaitannya dengan hal kewarisan.

4. Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangna suami isteri yang sah hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di luar pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkan kaidah Saddaz-zari’ah, yaitu untuk menghindarkan terjadinya perbuatan zina sesungguhnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya