Liputan6.com, Jakarta - Dalam Islam, utang dianggap sebagai tanggung jawab serius yang harus dilunasi oleh setiap individu. Al-Qur'an dan Hadis Nabi Muhammad SAW menekankan pentingnya melunasi utang dan tidak menunda-nunda pembayaran kepada kreditur.
Islam mengajarkan bahwa seseorang harus memenuhi kewajiban utangnya sesuai dengan kesepakatan, dan meminta pengampunan Allah jika mengalami kesulitan dalam melunasi.
Dalam kondisi tertentu, pemberi utang dianjurkan untuk memberikan keringanan atau waktu tambahan bagi yang berutang.
Advertisement
Namun, berutang tanpa niat untuk membayar atau dengan sengaja menghindari pembayaran adalah tindakan yang sangat tercela dalam Islam.
Dalam pandangan Syekh Ali Jaber, berutang diperbolehkan dalam Islam hanya dalam kondisi darurat, ketika seseorang sudah benar-benar tidak memiliki jalan keluar lain.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Sering Diminta Amalan Terhindar Utang
Ia menekankan bahwa berutang harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan harus dihindari sejauh mungkin, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan riba.
"Utang itu di dalam Islam dibolehkan kalau sudah benar-benar keadaannya darurat, sudah tidak ada solusi, tidak ada jalan, tidak ada yang bisa bantu, tidak ada yang bisa menolong, akhirnya terpaksa," ujar Syekh Ali Jaber dalam sebuah ceramah yang diunggah dalam Youtube kanal @Gerbangrezeki.
Namun, ia mengingatkan bahwa utang yang melibatkan riba adalah dosa besar yang harus dihindari oleh umat Muslim.
Syekh Ali Jaber mengisahkan bahwa sering kali ia dimintai nasihat atau amalan agar seseorang dapat terhindar dari utang atau bisa keluar dari jeratan utang.
"Ada orang minta sama saya amalan, ada enggak amalannya supaya saya bisa mengatasi masalah utang?" cerita Syekh Ali Jaber.
Ia kemudian memberikan nasihat sederhana namun bermakna, "Saya bilang mudah amalannya, jangan berutang lagi."
Menurut Syekh Ali Jaber, langkah pertama yang harus diambil adalah menghindari berutang, terutama dalam situasi yang tidak mendesak. Ia menekankan pentingnya pengelolaan keuangan yang bijak dan hidup sesuai kemampuan.
"Hati-hati dari riba, jangan terpaksa nanti beralasan, 'Ya Allah, saya terpaksa menggunakan pinjaman bank, tapi riba'," tambahnya.
Syekh Ali Jaber juga mengingatkan bahwa berutang dengan riba tidak hanya membebani seseorang secara finansial, tetapi juga memiliki konsekuensi spiritual.
"Pinjam 100 juta, kembalikan 120 juta, dosa besar," jelasnya. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya menghindari riba dan mencari solusi alternatif yang sesuai dengan syariah.
Selain itu, Syekh Ali Jaber mengajarkan bahwa bersyukur dengan apa yang dimiliki dan hidup dengan sederhana adalah salah satu cara terbaik untuk menghindari utang.
Advertisement
Cara Terhindar Utang Berikutnya
"Hiduplah sederhana, sesuaikan pengeluaran dengan pemasukan," sarannya.
Ia juga menyarankan untuk selalu berdoa dan memohon pertolongan kepada Allah dalam segala situasi, terutama dalam menghadapi masalah keuangan.
Syekh Ali Jaber menekankan bahwa ketergantungan pada utang bisa menjerumuskan seseorang ke dalam masalah yang lebih besar.
"Jangan sampai kita terjebak dalam utang yang akhirnya sulit untuk kita lunasi," pesannya. Ia juga menyarankan untuk selalu mencari nasihat dari ulama atau ahli keuangan yang memahami prinsip-prinsip syariah.
Dalam ceramahnya, Syekh Ali Jaber juga mengajak umat Muslim untuk saling membantu satu sama lain, terutama mereka yang sedang mengalami kesulitan keuangan.
"Kalau ada yang butuh bantuan, kita harus bantu, tapi jangan sampai membebani diri sendiri," ungkapnya. Ini menunjukkan pentingnya solidaritas dan saling tolong-menolong dalam komunitas Muslim.
Syekh Ali Jaber menutup nasihatnya dengan mengingatkan bahwa kehidupan di dunia hanyalah sementara, dan kita harus selalu mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah mati.
"Yang penting adalah bagaimana kita menjalani hidup ini dengan baik dan sesuai dengan ajaran Islam," tutupnya. Ia menekankan pentingnya fokus pada amalan-amalan yang baik dan menjauhi perbuatan yang dilarang oleh agama.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
Â