Liputan6.com, Jakarta - Sayyidina Ali bin Abi Thalib adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang paling dikenal dalam sejarah Islam. Bukan hanya karena kedalaman ilmunya, tetapi Ali bin Abi Thalib juga keberanian dan kekuatan luar biasa yang dimilikinya.
Salah satu bukti kekuatannya ketika Sayyidina Ali berhasil mengangkat gerbang yang sangat berat sekitar 900 kilogram dalam melawan kaum Yahudi pada Perang Kahibar.
Advertisement
Kekuatan fisiknya yang menakjubkan menjadikannya sosok yang dihormati dan dipuja oleh banyak orang, bahkan hingga saat ini. Namun, di balik kekuatan fisiknya yang luar biasa, beliau juga menyimpan kesedihan mendalam yang membuatnya lemah dan tak berdaya.
Advertisement
Baca Juga
Ketika Sayyidina Ali harus menghadapi kehilangan terbesar dalam hidupnya, yaitu wafatnya Sayyidah Fatimah. Meskipun dikenal sebagai seorang pahlawan yang begitu gagah berani namun ia merasa tak berdaya saat harus menghadapi perpisahan dengan istri tercintanya.
Kisah ini mengungkap sebuah pelajaran tentang kekuatan manusia yang terbatas. Meskipun seseorang memiliki kekuatan luar biasa, namun pada saat yang sama, ia bisa merasa tak berdaya dalam menghadapi kehilangan yang mendalam. Ingin tahu bagaimana kisahnya? Berikut selengkapnya dikutip dari laman santrimillenial.id.
Saksikan Video Pilihan ini:
Kekuatan Luar Biasa Sayyidina Ali dalam Perang Khaibar
Pada Perang Khaibar umat Muslim melawan bangsa Yahudi di mana penyerangan dilakukan dua kali tetapi mengalami kekalahan. Hal ini mendorong Yahudi untuk menganggap remeh umat Muslim. Akan tetapi, anggapan remeh tersebut berbalik menjadi kekalahan yang nyata bangsa Yahudi setelah penyerangan di pimpin oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib.
Banteng yang difasilitasi gerbang seberat 900 kg dan menjadi harapan untuk pertahanan bangsa Yahudi tidak berlaku oleh Sayyidina Ali. Atas izin Allah SWT, Sayyidina Ali melempar gerbang tersebut ke umat Muslim untuk dijadikan jembatan untuk meluncurkan serangan penaklukan bangsa Yahudi.
Sayyidina Ali yang menyandang “Asadullah” berarti Singa Allah memiliki figur pendekar yang gagah, pemberani, ahli dalam strategi perang, dan sangat mencintai kekasihnya yaitu Sayyidah Fatimah yang termasuk putri Nabi Muhammad SAW. Sayyidina Ali menjadi lemah saat ditinggal oleh sang kekasih karena beban yang dialaminya sangat berat.
Dalam kitab Al Bidayah wa an Nihayah karangan Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Rosulullah SAW mengabarkan kepada Sayyidah Fatimah bahwa beliau lah yang menyusul lebih awal dari keluarganya. Rosulullah SAW bersabda ke Sayyidah Fatimah “Tidakkah engkau ridho menjadi wanita penghulu di surga?”. Sayyidah Fatimah meninggal enam bulan setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW.
Advertisement
Tak Mampu Menahan Duka Berpisah dengan Sayyidah Fatimah
Diriwayatkan Sayyidah Fatimah selesai mandi dan mengenakan pakaian yang indah lalu pergi tidur. Beliau berbaring menghadap suaminya Sayyidina Ali lalu memberitahukan bahwa kematiannya sudah dekat dan beliau tidak menginginkan ada upacara pemakamannya. Menangislah Sayyidina Ali mendengar kabar tersebut. Tak lama kemudian tiba waktu sholat dan bergegaslah Sayyidina Ali untuk ke masjid.
Pada saat Sayyidina Ali berada di masjid itulah Sayyidah Fatimah meninggal. Kedua anaknya yakni Sayyidina Hasan dan Husain memberitahukan ayahnya yang berada di masjid bahwa sang Ibu telah meninggal. Sayyidina Ali pun kembali dengan hati yang penuh duka.
Sayyidah Fatimah pun dimakamkan sesuai dengan wasiatnya, yakni dimakamkan tanpa ada pelayat atau kerabat dekat. Namun pada saat mengangkat jenazah Sayyidah fatimah Sayydina Ali di penuhi air mata duka cita dan ada umat muslim yang membantu dan berkatalah Sayyidina Ali “Tolong bantu aku untuk membawanya”.
Sayyidina Ali berkata “Telah datang kepadaku sekuntum bunga dari surga dan kini telah kembali ke surga. Akan tetapi, aroma wanginya membekas dalam pikiranku”. Sayyidina Ali tidak kuat mengangkat jenazah istrinya bukan karena berat tubuhnya tetapi cintanya yang terlalu berat.
Pada saat sampai di liang lahat Sayyidina Ali menangis terisak-isak. Berkatalah Sayyidina Hasan kepadanya “Wahai ayahku, gerangan apa yang menjadikanmu menangis sedemikian rupa?.” Sayyidina Ali pun menjawab “Wahai putraku Hasan, aku teringat pesan kakekmu, Rasulullah SAW, beliau berkata, ‘Kelak, jika putriku Fatimah telah tiada wahai Ali, maka akulah yang akan pertama kali menerima jasadnya di liang lahat.'” Terdiamlah sejenak Sayyidina Ali dan berkata “Dan demi Allah, wahai Hasan putraku, aku melihat tangan kakekmu Rasulullah SAW menerima jasad ibumu, Fatimah. Aku melihat kakekmu, Rasulullah SAW menciumi wajah ibumu, Fatimah.”
Sayyidina Ali sembari berkata lagi “Wahai Rasulullah, kini aku kembalikan amanah yang telah engkau berikan kepadaku. Aku kembalikan belahan jiwamu, yang setiap engkau rindu akan surga, engkau cium wajah suci putrimu, Fatimah Az-Zahra.”