Saat Gus Baha Ditanya Bagaimana agar Bisa Alim Seperti Dirinya, Ternyata Ini Rahasia Metode Belajarnya

Dengan metode belajar yang ia terapkan, Gus Baha merasa percaya diri ketika ada yang menyebutnya sebagai orang alim. Keyakinan ini bukan muncul karena ia merasa lebih pintar, tetapi karena ia telah melalui proses panjang dalam belajar dan memahami ilmu agama.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Feb 2025, 07:30 WIB
Diterbitkan 13 Feb 2025, 07:30 WIB
Gus Baha dan Mbah Moen
Kolase Gus Baha dan Mbah Moen. (Istimewa dan NU Online)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Menjadi alim dalam ilmu agama bukanlah sesuatu yang instan. Dibutuhkan ketekunan, strategi belajar yang baik, serta kedekatan dengan guru yang mumpuni. Gus Baha mengungkapkan bahwa ada metode khusus yang ia terapkan saat menimba ilmu kepada KH Maimoen Zubair atau yang akrab disebut Mbah Moen.

Gus Baha dikenal sebagai salah satu murid kesayangan Mbah Moen. Ia menuturkan bahwa sejak awal ia memiliki cara tersendiri dalam belajar, yang membantunya memahami kitab-kitab yang diajarkan oleh Mbah Moen.

"Saya andaikan dulu ngaji sama Mbah Moen fokus mungkin ya gak sealim ini. Saya itu kalau dulu ngaji Mbah Moen, oh iya ini sekaligus ijazah," ujar Gus Baha yang dikutip dari sebuah tayangan di kanal YouTube @ghazalianschool.

Metode belajar yang dimaksud adalah dengan terlebih dahulu membaca dan mempelajari kitab yang akan diajarkan oleh Mbah Moen sebelum pertemuan berlangsung. Dengan cara ini, ia sudah memiliki gambaran tentang isi kajian sebelum mendengarkan langsung penjelasan gurunya.

Menurutnya, dengan cara ini ia tidak sekadar mendengarkan pengajian, tetapi juga bisa mengukur pemahaman yang telah ia dapatkan sebelumnya. Setiap kali mengaji, ia selalu mencocokkan bacaan dan pemahamannya dengan apa yang disampaikan oleh Mbah Moen.

"Kitab yang mau dibaca Mbah Moen tak pelajari itu ijazahnya. Sehingga saya ngaji itu sudah punya bayangan. Misalnya ada yang mau dibahas Mbah Moen, saya baca dan pelajari dahulu," jelasnya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Metode Belajar Gus Baha saat Ngaji ke Mbah Moen

Syaikhona KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen. (Foto: PP Al Anwar Sarang)
Syaikhona KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen. (Foto: PP Al Anwar Sarang)... Selengkapnya

Saat pengajian berlangsung, ia akan mengecek sejauh mana pemahamannya selaras dengan apa yang diajarkan. Menurutnya, kesesuaian pemahaman dengan guru menjadi indikator seberapa dalam ilmu yang sudah dikuasai.

"Sehingga ketika ketemu dan ngaji Mbah Moen, saya tinggal ngecek bacaan saya yang saya putuskan tadi malam dengan yang dibaca Mbah Moen, mirip gak," katanya.

Gus Baha pun menjadikan persentase kesamaan pemahaman sebagai tolok ukur kecerdasannya. Jika pemahamannya mirip 50 persen dengan Mbah Moen, maka ia merasa sudah setengah alim. Namun, jika hanya 20 persen yang benar, ia merasa masih sangat bodoh.

"Kalau mirip 50 persen berarti setengah alim. Kalau benere 20 persen berarti goblok. Nak benere 10 persen, goblok banget. Nak keliru 100 persen, ora pati manungso, hahahaha," ucapnya sambil bercanda.

Meski demikian, ia tetap realistis. Menurutnya, seorang santri wajar jika memiliki sedikit perbedaan pemahaman dengan gurunya. Hal ini karena santri masih dalam proses belajar dan wajar jika ada beberapa kesalahan.

"Tapi nak wis bener 90 persen, wis ketok santri. Kan wajar tetap selisih 10 persen. Kalau persis guru malah sawangane kok saingan," ujarnya sambil tersenyum.

Dengan metode belajar yang ia terapkan, Gus Baha merasa percaya diri ketika ada yang menyebutnya sebagai orang alim. Keyakinan ini bukan muncul karena ia merasa lebih pintar, tetapi karena ia telah melalui proses panjang dalam belajar dan memahami ilmu agama.

 

Seharusnya Ini Jadi Motivasi Para Santri

gus baha 23
Gus Baha (TikTok)... Selengkapnya

"Sehingga saya itu percaya diri ketika saya keceluk orang alim itu percaya diri. Karena saya berkali-kali baca kitab yang saya putuskan itu mirip bacaannya Mbah Moen," ungkapnya.

Kisah ini menjadi inspirasi bagi para santri dan pencari ilmu. Bahwa untuk menjadi seorang alim, tidak cukup hanya mengandalkan kecerdasan, tetapi juga strategi belajar yang baik.

Gus Baha menekankan bahwa persiapan sebelum mengaji sangat penting. Dengan memahami terlebih dahulu materi yang akan diajarkan, seorang santri bisa lebih mudah menyerap ilmu yang disampaikan oleh gurunya.

Selain itu, ia juga menunjukkan bahwa belajar dengan metode ini bisa membantu seorang murid untuk lebih mandiri dalam memahami kitab-kitab klasik. Tidak hanya sekadar mendengarkan, tetapi juga menganalisis sendiri sebelum mendapatkan bimbingan dari guru.

Pengalaman ini juga menegaskan bahwa belajar agama bukan sekadar menghafal, tetapi juga memahami dengan kritis dan membandingkan dengan sumber yang lebih otoritatif.

Gus Baha berharap metode belajar ini bisa diterapkan oleh santri lain agar mereka bisa lebih cepat memahami ilmu agama.

Ia juga mengingatkan bahwa menjadi alim bukan sekadar soal gelar atau pengakuan orang lain, tetapi tentang bagaimana ilmu yang dimiliki bisa bermanfaat bagi banyak orang.

Dari kisah ini, terlihat bahwa kealiman tidak datang secara tiba-tiba, tetapi melalui usaha yang tekun dan metode belajar yang efektif.

Dengan memahami cara belajar yang diterapkan oleh Gus Baha, para santri bisa mengambil pelajaran tentang bagaimana seharusnya menuntut ilmu dengan cara yang lebih efektif dan mendalam.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Live dan Produksi VOD

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya