Liputan6.com, Jakarta - Sebelum menginjak hari pernikahan, ada beberapa fase yang biasanya perlu dilewati oleh sepasang insan. Salah satunya adalah pertunangan. Tunangan adalah momen sepasang pria dan wanita menyepakati untuk menjadi suami istri.
Seorang jemaah Al Bahjah bertanya kepada KH Yahya Zainul Ma’arif atau Buya Yahya terkait tunangan. Bolehkah wanita membatalkan pertunangan dalam Islam?
Buya Yahya mengatakan, pada dasarnya muslim tidak boleh mengingkari janji. Pernikahan adalah termasuk perjanjian yang lebih dahsyat. Selagi tidak ada sebab yang menjadikan seseorang ingkar, maka muslim tidak boleh membatalkan pernikahan.
Advertisement
Baca Juga
“Makanya hukum mencerai adalah haram, kecuali ada sebab. Misalnya, kefasikan pasangan, gak bisa patuh seorang istri, suaminya melakukan banyak keharaman dan kehinaan, maka perceraian menjadi boleh,” jelas Buya Yahya dikutip dari YouTube Al Bahjah TV, Selasa (18/2/2025).
Begitu pun dengan pertunangan. Buya Yahya mengatakan, membatalkan pertunangan tidak boleh secara tiba-tiba tanpa ada sebab. Pertunangan boleh dibatalkan jika ada sebab tertentu.
“Sama pertunangan pun kalau gak ada masalah kok tiba-tiba diputuskan gak boleh, haram hukumnya,” tegas Buya Yahya.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Sebab Bolehnya Batalkan Pertunangan
Buya Yahya kemudian mencontohkan beberapa sebab yang membolehkan pertunangan dibatalkan wanita. Misalnya, baru terungkap bahwa pekerjaan calon suaminya adalah haram. Sebab ini harus dibuktikan, bukan sekadar ‘katanya’ yang bisa datang dari setan untuk membuat keraguan sebelum menikah.
“Awas hati-hati, dalam masa pertunangan itu sering ‘katanya’ datang. Makanya kami imbau sebelum tunangan dipastikan keluarga baik, setelah tunangan cepat nikah. Sebab kalau masa tunangan satu tahun itu setan ‘katanya’ sering datang. Oh akhirnya ragu-ragu, putus di tengah jalan,” pesan buya Yahya.
Buya Yahya mengingatkan ketika menemukan bukti bahwa laki-lakinya tidak benar, maka segera putuskan dengan tegas untuk membatalkan pertunangan. Akan tetapi, dasar pembatalannya jangan sampai soal materi, karena itu tidak diperkenankan.
“Kalau gak pantes batalkan, harus berani begitu. Gak pantes ukurannya ukuran syar'i, bukan gak pantes pulusnya. Gara-gara dimintai ‘Ya sudah kalau menikahi anak saya persiapan pernikahan 200 juta ya’. Lah ini gara-gara gak mau (gak ada uang ratusan juta) dibatalkan, ini mertua matre,” kata Buya Yahya.
“Kalau urusannya materi itu haram, Anda gak boleh, tapi kalau urusannya akhlaknya gak benar, melanggar Allah dan rasul-Nya, kerjaannya haram, batalkan ngapain diterusin daripada musibah setelah itu,” tandas Buya Yahya.
Advertisement
Hukum Membatalkan Pernikahan usai Lamaran
Mengutip tulisan Sunnatullah, seorang pengajar di Pesantren Al-Hikmah Darussalam Kokop Bangkalan, yang dimuat di NU Online, lamaran atau juga dikenal khitbah adalah langkah awal menuju pernikahan.
Syekh Dr. Wahbah az-Zuhaili dalam kitab al-Fiqhul Islami wa Adillatuh menjelaskan bahwa khitbah tidak bisa dianggap sama dengan nikah. Keduanya merupakan dua komponen yang berbeda, sehingga mempunyai ketentuan yang juga berbeda.
بما أن الخطبة ليست زواجاً، وإنما هي وعد بالزواج، فيجوز في رأي أكثر الفقهاء للخاطب أو المخطوبة العدول عن الخطبة
Artinya: “Melihat bahwasanya khitbah tidak bisa dikatakan akad nikah, dan khitbah hanyalah sebatas janji untuk menikah, maka menurut mayoritas ulama, bagi mempelai pria yang melamar dan wanita yang dilamar boleh untuk berubah pikiran dari lamarannya (janji nikahnya, red).” (Syekh Dr. Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut: Dar al-Fikr 2010], juz 9, h. 19).
Khitbah dengan segala ketentuannya memang belum bisa dianggap sebagai akad nikah. Sebelum akad nikah terjadi antara keduanya, masing-masing belum mempunyai tanggungan apa pun, dan tidak mempunyai beban antara keduanya.
Hanya saja, dalam kelanjutan pernyataannya, Syekh Wahbah az-Zuhaili menganjurkan untuk tidak membatalkan. Dalam kitabnya ia menjelaskan:
ولكن يطلب أدبياً ألا ينقض أحدهما وعده إلا لضرورة أو حاجة شديدة، مراعاة لحرمة البيوت وكرامة الفتاة
Artinya: “Akan tetapi, dianjurkan sebagai bentuk etika bagi salah satunya, untuk tidak merusak janjinya, kecuali dalam keadaan yang mendesak, atau kebutuhan yang sangat. (Hal itu) demi menjaga kehormatan keluarga dan kemuliaan wanita.” (Syekh Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, 2010: juz 9, h. 19).
Mengutip kitab al-Adzkar, Imam Nawawi menjelaskan tentang janji. Disebutkan, ulama kalangan Syafi’iyah sepakat bahwa sunnah hukumnya menepati janji selagi tidak berupa janji yang dilarang. Janji jika tidak ditepati akan berkonsekuensi pada hukum makruh dan menghilangkan keutamaannya. (Imam Nawawi, al-Adzkar lin Nawawi, [Beirut: Dar al-Fikr, 1994], h. 317).
Jika Ingin Membatalkan Pernikahan, Gunakan Alasan yang Tepat
Jika ikatan yang sudah disepakati sudah tidak bisa dirajut kembali, sesuai dengan keadaan dan kebutuhan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, maka sebaiknya bagi pria yang melamar menggunakan alasan yang tepat ketika ingin membatalkannya.
Syekh Wahbah az-Zuhaili menjelaskan, alasan pembatalan pernikahan tidak boleh dibuat-buat, tidak disebabkan hawa nafsu, atau tenpa sebab yang bisa diterima oleh akal.
“Sehingga, pria yang melamar tidak berpaling dari tujuan melamar yang ia kehendaki, sebab dengan berpaling dari janjinya, ia dianggap telah merusak janji-janjinya,” jelasnya dalam kitab al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, juz 9, h. 19.
Kesimpulannya, jika alasannya jelas dan masuk akal, maka membatalkan pernikahan setelah lamaran dibolehkan dan justru lebih baik. Namun, jika alasannya tidak masuk akal dan dibuat-buat, membatalkan pernikahan tidak baik.
Wallahu a’lam.
Advertisement
