UAH Ungkap Hadis Semi Palsu tentang Keutamaan Ramadhan yang Sering jadi Rujukan

Ustadz Adi Hidayat (UAH) menemukan satu hadis semi palsu tentang keutamaan Ramadhan. Hadis ini sering menjadi rujukan, terutama oleh para penceramah saat membagikan syiar kepada khalayak.

oleh Muhamad Husni Tamami Diperbarui 13 Mar 2025, 03:30 WIB
Diterbitkan 13 Mar 2025, 03:30 WIB
Ustadz Adi Hidayat (SS. YT. Adi Hidayat Official)
UAH (SS. YT. Adi Hidayat Official)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Ramadhan adalah bulan kesembilan dalam kalender Hijriah. Bulan ini memiliki banyak keutamaan. Salah satunya adalah bulan pengampunan. Ramadhan memberikan peluang kepada umat Islam mendapat ampunan setiap hari dan malamnya.

Pendakwah Muhammadiyah, Ustadz Adi Hidayat (UAH) menemukan satu hadis semi palsu tentang keutamaan Ramadhan. Hadis ini sering menjadi rujukan, terutama oleh para penceramah saat membagikan syiar kepada khalayak.

Hadis semi palsu alias hadis dhaif yang dimaksud UAH adalah yang membagi Ramadhan menjadi tiga bagian. Awal Ramadhan adalah rahmat, pertengahannya maghfirah (ampunan), dan ujungnya bebas dari neraka. Berikut redaksi hadisnya.

أوله رحمة، وأوسطه مغفرة، وآخره عتق من النار 

Artinya, “Awal bulan Ramadhan adalah rahmat, pertengahannya adalah ampunan, sedangkan akhirnya adalah terbebas dari neraka.” 

Menurut UAH, hadis tersebut semi palsu atau hadis matruk. Dalam ilmu hadis, matruk adalah tingkat hadis kedua buruk. Adapun tingkatan hadis yang paling buruk adalah maudhu atau hadis palsu.

“Matruk diriwayatkan oleh orang-orang yang diduga sering kali berdusta. Dustanya kadang tidak langsung. Ngarang cerita macam-macam. Kadang tidak bisa dibedakan mana cerita mana hadis. Yang terakhir maudhu, kalau maudhu ini memang kalau sudah berniat bikin hadis palsu,” jelas UAH dikutip dari YouTube Audio Dakwah, Rabu (12/3/2025).

 

Promosi 1

Saksikan Video Pilihan Ini:

Pengampunan Allah Sepanjang Ramadhan, Bukan Pertengahan

Ilustrasi Ramadhan
Ilustrasi Ramadhan (Sumber: Pexels.com)... Selengkapnya

UAS menegaskan bahwa Allah SWT akan memberikan pengampunan kepada hamba-Nya setiap saat sepanjang masih bulan Ramadhan. Ia tidak membenarkan jika ampunan-Nya hanya berlaku pada pertengahan bulan, sebagaimana yang disebut oleh hadis matruk sebelumnya.

UAH mengingatkan agar muslim memburu ampunan Allah SWT di bulan Ramadhan. Sebab, jika tidak mendapat ampunan, ia termasuk orang yang hina dan celaka. Hal ini seperti disebut dalam hadis riwayat Al-Hakim dalam kitab Al-Mustadrak.

“Akan dihinakan oleh Allah dan jauh dari kasih sayang Allah Ta’ala orang yang sudah mendapatkan Ramadhan tapi tidak diampuni dosa-dosanya,” tutur UAH.

“Sayang, kalau orang wafat gak dapat Ramadhan (karena) dia sudah meninggal, tapi antum hidup, dipilih oleh Allah dapat Ramadhan, gak minta ampun. Anda butuh apalagi?” imbuh UAH mengingatkan.

UAH mengatakan, Allah menunggu hamba-hamba-Nya memohon ampun pada bulan Ramadhan. Jika siang belum minta ampun, maka malamnya Dia tunggu. Apabila masih belum minta ampun juga, Allah akan menunggu hingga hari esoknya. 

“Sampai 30 hari gak tobat juga, dengan cara apalagi Allah maafkan dosa Anda? Keterlaluan!” kata UAH.

Penjelasan tentang Kualitas Hadis yang Disebut UAH Semi Palsu 

Amalan ramadhan
Ilustrasi Al-Qur’an Credit: freepik.com... Selengkapnya

Mengutip NU Online, hadis tentang pembagian keutamaan Ramadhan menjadi tiga, yakni sepuluh hari pertama rahmat, sepuluh hari kedua adalah ampunan, dan sepuluh hari ketiganya adalah terbebas dari api neraka, sering digunakan para da’i ketika berceramah. 

Hadis terssbut diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Syuʽabul Iman dan juga diriwayatkan oleh Ibn Khuzaimah dalam Sahih ibn Khuzaimah. Walaupun diriwayatkan oleh Ibn Khuzaimah dalam Sahih-nya, menurut al-Suyuthi, hadis ini bermuara pada satu sumber sanad (madar), yaitu Ali ibn Zaid ibn Jadʽan yang divonis oleh para ulama sebagai orang yang dhaif.

Sedangkan orang yang meriwayatkan hadis tersebut dari Ali ibn Zaid adalah Yusuf bin Ziyad yang divonis dhaif parah (dhaif jiddan). Walaupun ada ulama lain yang juga meriwayatkan hadis ini dari Ali bin Zaid, yaitu Iyas ibn Abd al-Ghaffar. Sayangnya Iyas sendiri juga orang yang majhul menurut Ibn Hajar al-Asqalani. (Lihat: al-Suyuthi, Jâmiʽ al-Aḥâdîts, [Beirut: Dar Fikr, t.t], j. 23, h. 176.)

Lantas, apakah hadis tersebut bisa diamalkan? 

Pegiat kajian tafsir dan hadis sekaligus alumnus Pesantren Luhur Darus Sunnah, Ustadz Muhammad Alvin Nur Choironi menuturkan, pada prinsipnya, hadis yang berkaitan dengan fadhail amal (keutamaan beramal) itu boleh diriwayatkan atau dalam konteks pembahasan tulisan ini, boleh digunakan untuk ceramah, walaupun dhaif.  

Mahmud al-Thahhan menyebutkan bahwa hadis dhaif bisa disampaikan atau diriwayatkan, bahkan tanpa menyebutkan kedhaifannya, namun dengan dua syarat. 

Pertama, tidak berhubungan dengan akidah, seperti sifat Allah subhanahu wata’ala, dsb. Kedua, tidak berhubungan dengan hukum syariat seperti halal dan haram. 

Mahmud al-Thahhan menambahkan bahwa ada juga beberapa ulama yang menggunakan hadis dhaif untuk semacam memberikan ceramah atau tausiyah, seperti Sufyan al-Tsauri, Abdurrahman bin al-Mahdi dan Ahmad bin Hanbal.

تجوز روايتها في مثل المواعظ والترغيب والترهيب والقصص وما أسبه ذالك. وممن روي عنه التساهل في روايتها سفيان الثوري وعبد الرحمن بن المهدي وأحمد بن حنبل. 

Artinya, “Boleh meriwayatkan hadis dalam hal ceramah, anjuran, ancaman, kisah, dan semacamnya. Beberapa ulama yang toleran meriwayatkan hadis dhaif (terkait maidhah, anjuran, ancaman, kisah, dsb) adalah Sufyan al-Tsauri, Abdurrahman bin al-Mahdi dan Ahmad bin Hanbal). (Lihat: Mahmud al-Thahhan, Taysîr Musṭalaḥ al-Hadîts, [Riyadh: Maktabah al-Maarif, 2004], h. 80). 

Namun, ketika seorang penceramah telah mengetahui bahwa hadis itu dhaif, jangan meriwayatkan atau menyampaikan dengan sighat jazm (sighat yang meyakinkan bahwa itu benar-benar dari Rasulullah), seperti dengan lafaz “Qâla Rasûlullah” dan semacamnya. Tapi hendaknya meriwayatkan dengan sighat tamridh saja, seperti “qîla” atau “ruwiya”. Ini adalah salah satu tindakan untuk berhati-hati, karena telah mengetahui status kedhaifan hadis tersebut. 

Alangkah lebih baiknya jika dikuatkan dengan hadis lain yang secara substansi sama tapi lebih sahih sanadnya. Misalnya, hadis riwayat al-Tirmidzi dan Ibn Majjah berikut ini.

 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ قَالَ : إِذَا كَانَتْ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ ، صُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ ، وَمَرَدَةُ الْجِنِّ ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ ، فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ ، وَفُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ ، فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ ، وَنَادَى مُنَادٍ : يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ ، وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ ، وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ ، وَذَلِكَ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ. 

Artinya, “Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Ketika tiba awal malam bulan Ramadhan, para setan dan pemimpin-pemimpinnya dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup dan tidak ada yang dibuka. Pintu-pintu surga dibuka dan tidak ada yang ditutup, lalu ada penyeru yang berseru, ‘Hai orang yang mencari kebaikan, teruskanlah. Hai orang yang mencari keburukan, berhentilah. Sesungguhnya Allah membebaskan orang-orang dari neraka, dan itu terjadi pada setiap malam’.” (Lihat: Ibn Majjah al-Qazwaini, Sunan Ibn Majjah, [Beirut: Dar Fikr, T.t], j. 2, h. 26.) 

Hadis di atas menyebutkannya lebih umum, bahwa semua kebaikan dan keutamaan ada dalam bulan Ramadhan. Namun, jika ingin lebih berhati-hati, usahakan untuk tidak menggunakan hadis dhaif dan memilih hadis yang sahih saja. Masih banyak hadis sahih tentang keutamaan Ramadhan yang dapat digunakan.

Wallahu a’lam.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya