Liputan6.com, Jakarta - Puasa di bulan Ramadhan bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga mengendalikan diri dari segala sesuatu yang dapat merusak pahala puasa.
Dalam kajian subuhnya, pendakwah kondang Ustadz Adi Hidayat (UAH) menegaskan pentingnya menjaga lisan dan emosi agar puasa tidak kehilangan nilai di sisi Allah.
Advertisement
Dalam tayangan video di kanal YouTube @AdiHidayatOfficial, UAH membahas bagaimana perkataan dan perbuatan seseorang bisa mempengaruhi pahala puasanya. Ia menukil hadis Nabi Muhammad yang memperingatkan bahwa tidak semua orang yang berpuasa akan mendapatkan ganjaran penuh jika mereka tidak bisa mengendalikan diri.
Advertisement
Rasulullah bersabda, "Jika seseorang berpuasa tetapi tidak meninggalkan perkataan keji dan perbuatan buruk, maka Allah tidak membutuhkan ia menahan lapar dan dahaga." (HR. Bukhari). Hadis ini menunjukkan bahwa kualitas puasa seseorang tidak hanya diukur dari kemampuannya menahan lapar, tetapi juga dari sikap dan perilakunya selama menjalankan ibadah ini.
Menurut UAH, menjaga lisan menjadi salah satu tantangan terbesar dalam berpuasa. Mengucapkan kata-kata kasar, berdusta, bergunjing, atau menyebarkan fitnah dapat merusak pahala puasa seseorang. Dalam Al-Qur'an, Allah telah memperingatkan agar manusia berkata dengan perkataan yang baik.
"وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا"
"Dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia." (QS. Al-Baqarah: 83)
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Pentingnya Menahan Amarah
Selain menjaga lisan, UAH juga mengingatkan tentang pentingnya menahan amarah dan menghindari pertikaian. Islam tidak hanya melarang perbuatan buruk, tetapi juga memberikan solusi bagi mereka yang terprovokasi atau diajak bertengkar.
Rasulullah bersabda, "Jika seseorang mencelamu atau mengajak bertikai, katakanlah: ‘Saya sedang berpuasa’." (HR. Bukhari & Muslim). Dengan kata lain, puasa seharusnya menjadi sarana untuk melatih kesabaran dan menghindari konflik yang tidak perlu.
UAH menjelaskan bahwa dalam Islam, puasa diibaratkan sebagai perisai yang melindungi seseorang dari keburukan. Nabi Muhammad menyebutkan dalam sebuah hadis, "Puasa adalah perisai. Jika salah seorang di antara kalian berpuasa, maka janganlah berkata kotor dan jangan berteriak-teriak. Jika ada yang mencacinya atau mengajaknya bertengkar, katakanlah: ‘Saya sedang berpuasa’." (HR. Bukhari & Muslim).
Lebih lanjut, UAH menambahkan bahwa orang yang mampu menjaga puasanya dengan baik akan mendapatkan dua kebahagiaan, yaitu kebahagiaan saat berbuka dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Allah kelak.
"لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ"
"Bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan: kebahagiaan ketika berbuka dan kebahagiaan saat bertemu dengan Tuhannya." (HR. Bukhari & Muslim)
Tidak hanya itu, UAH juga mengingatkan bahwa bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah dibandingkan minyak kasturi. Hal ini menunjukkan betapa istimewanya ibadah puasa bagi mereka yang menjalaninya dengan penuh keimanan dan keikhlasan.
Selain menghindari perkataan buruk dan pertengkaran, UAH juga menekankan pentingnya menjaga ibadah lain selama Ramadhan. Puasa yang hanya sekadar menahan lapar tanpa diiringi dengan peningkatan ibadah seperti sholat, membaca Al-Qur'an, dan berzikir, akan kehilangan esensi spiritualnya.
"رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الجُوعُ وَالعَطَشُ"
"Betapa banyak orang yang berpuasa, namun tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga." (HR. Ahmad)
Advertisement
Jadikan Momen Perubahan
Menurut UAH, puasa harus dijadikan sebagai momentum perubahan. Jika seseorang sebelumnya sering berkata kasar, mudah marah, atau lalai dalam ibadah, maka Ramadhan menjadi kesempatan terbaik untuk memperbaiki diri.
"إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ"
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri." (QS. Ar-Ra'd: 11)
UAH mengingatkan bahwa salah satu tujuan utama puasa adalah membentuk pribadi yang lebih bertakwa. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur'an:
"يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ"
"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183)
Sebagai penutup, UAH mengajak umat Islam untuk menjadikan puasa sebagai sarana perbaikan diri, bukan sekadar ritual menahan lapar dan dahaga. Ramadhan harus menjadi bulan refleksi dan peningkatan kualitas keimanan.
"Puasa sejati bukan sekadar pindah waktu makan, tetapi bagaimana kita mengontrol diri dan menjadi pribadi yang lebih baik setelah Ramadhan," tegasnya.
Dengan memahami hakikat puasa, umat Islam diharapkan dapat menjalani ibadah ini dengan lebih bermakna serta meraih keberkahan dan pahala yang dijanjikan oleh Allah SWT.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
