Liputan6.com, Bengkulu Bengkulu sebagai salah satu wilayah penghasil kopi di Indonesia, mulai masuk dalam jajaran kopi elite Nusantara.
Varian kopi jenis robusta yang diolah dari kebun warga yang berada di jajaran Bukit Barisan dengan ketinggian di atas 1.000 meter dari permukaan laut, menjadikan kopi Bengkulu pantas diperhitungkan. Apalagi pengolahan secara baik tanpa pestisida membuat biji kopi pilihan ini mampu mempertahankan cita rasa khas kopi Bengkulu.
Heri Supandi, petani kopi lokal Bengkulu kepada Liputan6.com mengatakan, selama ini kopi Bengkulu selalu dijual dalam partai besar, mereka tidak mendapat informasi ke mana kopi dibawa dan berapa harga kopi di tingkat pengepul.
Advertisement
"Petani kami hanya sebatas memetik, menjemur, dan menjual kepada tengkulak atau toke kopi dengan harga yang ditentukan sendiri oleh mereka," kata Heri di Bengkulu, Rabu (28/9/2016).
Untuk lebih meningkatkan harkat petani kopi, Heri bersama beberapa pemuda Bengkulu membuat satu terobosan dengan memproduksi kopi dengan label "Ngupei Konakito" yang artinya mari ngopi punya kita.
Varian yang dibuat oleh mereka, selain jenis robusta original, mereka juga memproduksi jenis Luwak dengan persentase kemurnian kopi mulai dari 50-80 persen.
Langkah selanjutnya yang ditempuh adalah mengikuti ajang kompetisi. Salah satunya ajang AEKI AICE COFFEE Contest yang digelar asosiasi eksportir kopi Indonesia. Hasilnya, label kopi khas Bengkulu ini berhasil menembus jajaran 15 besar kopi terbaik di Indonesia. Ajang ini dinilai oleh para juri terbaik dari 12 negara.
Saat ini mereka masih menunggu hasil penjurian menuju tiga besar yang rencananya akan digelar pada bulan Oktober 2016 di Kota Semarang, bersamaan dengan peringatan Hari Kopi Internasional.
"Kita menyiapkan 60 kilogram kopi robusta untuk di bawa ke ajang final di Semarang nanti," lanjut Heri.
Kopi bagi warga Bengkulu bukan hanya sekadar teman minum di pagi atau sore hari. Di sini, kopi adalah budaya dan alat komunikasi dalam pergaulan. Pengolahan lahan yang diawali dengan upacara ngibeun atau makan sirih.
Saat kopi mulai berbunga mereka juga menggelar kegiatan "Ngalau Sekedei" atau mengusir roh jahat. Tujuannya supaya bunga padi bisa menghasilkan buah yang baik dan tidak diganggu roh jahat. Memasuki masa panen mereka juga melakukan kegiatan "Ngupei Bujang" artinya biji kopi tunggal atau kopi bujang yang sudah siap dipanen terlebih dahulu.
"Kopi bujang kami percaya memiliki tingkat keasaman yang rendah, jika kita konsumsi akan meningkatkan stamina khususnya kaum lelaki, kopi jenis ini yang kami ikutkan dalam kontes," ujar Heri sedikit membuka rahasia.Â