Liputan6.com, Jakarta Para pemenang Kompetisi Pariwisata Halal Tingkat Nasional (KPHN) 2016 baru saja diumumkan secara resmi oleh Kementerian Pariwisata. Hasilnya mengejutkan, Masjid Raya Baiturrahman didapuk menjadi pemenang untuk kategori Daya Tarik Wisata Halal Terbaik.
Walikota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal saat ditemui Liputan6.com di sela-sela acara malam penganugerahan KPHN 2016 di Balairung Soesilo Soedarman, Gedung Sapta Pesona, Kementerian Pariwisata, Jumat (7/10/2016) mengatakan, dirinya sangat mengapresiasi pemberian penghargaan dan ini menjadi pemicu untuk terus mengembangkan pariwisata, khususnya pariwisata halal di Aceh.
Illiza mengatakan, saat ini Masjid Raya Baiturrahman juga sedang direhabilitasi dan dipersiapkan layaknya Masjid Madinah. “Sekarang sedang pemasangan payung-payung di depan, penataan yang lebih baru. Kemudian nantinya kawasan itu juga nanti akan ditata sampai di pinggiran sungai, dan bersambung sampai dengan ke taman kota dan ada pusat kuliner juga nantinya di situ,” katanya.
Advertisement
Tak hanya itu, Aceh juga sedang berbenah memperbaiki sarana dan prasaran pariwisata, mulai dari hotel, pusat kuliner, dan destinasi wisata itu sendiri. “Kita sedang benar-benar berbenah untuk menuju wisata halal dengan sertifikasi berstandar internasional tentunya seperti apa yang diharapkan pak menteri,” kata Illiza menambahkan.
Mendapat tiga penghargaan di ajang KPHN 2016, Illiza mengharapkan kunjungan wisatawan mancanegara ke Aceh akan lebih dikenal ke dunia yang lebih luas, sehingga berimbas kepada meningkatnya kunjungan wisatawan mancanegara maupun wisatawan Nusantara ke Aceh.
“Sekarang kalau mau ke Mekkah untuk haji kan perlu belasan tahun antrenya, umrah juga begitu bahkan. Sebelum haji, sebelum umrah, ke serambi Mekkahnya saja dulu, itu ke Banda Aceh, ada Masjid Baiturrahman yang menjadi serambi bagi Mekkah,” katanya.
Masjid Raya Baiturrahman sendiri merupakan masjid yang sangat bersejarah di mata masyarakat Aceh. Masjid ini sempat dibakar penjajah Belanda saat Kota Banda Aceh diserang pada 1873. Namun untuk meredam kemarahan rakyat Aceh, masjid ini kembali dibangun pada 1875. Di awal pembangunannya, masjid ini memiliki kubah tunggal, lalu diperluas menjadi tiga kubah pada 1935, dan diperluas lagi menjadi lima kubah pada 1968.