Kisah Pengrajin Songket Pandai Sikek Bertahan di Tengah Perubahan Zaman

Peminat songket Pandai Sikek tak hanya dari Indonesia, tetapi juga dari luar negeri, seperti Malaysia dan Singapura. Itu berarti usaha kain wastra ini masih menjanjikan.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 15 Okt 2018, 13:15 WIB
Diterbitkan 15 Okt 2018, 13:15 WIB
Pengrajin Songket Pandai Sikek
Pengrajin songket pandai sikek dari Sumatera Barat hadir di Indonesia Pavilion, Nusa Dua, Bali. (dok.istimewa/Dinny Mutiah)

Liputan6.com, Jakarta - Nama songket Pandai Sikek dari Sumatera Barat (Sumbar) sudah tersohor ke mana-mana. Namun, seperti kebanyakan kondisi usaha kain wastra lainnya, songket Pandai Sikek mulai kehilangan penerus.

Meski begitu, masih ada pengusaha yang bertahan melestarikan songket ini, salah satunya Dila. Perempuan yang sudah jadi pengrajin sejak 2008 di tanah kelahirannya, Tanah Datar, Sumbar. ini mengawali usaha dengan hanya memproduksi sarung dan selendang saja.

"Karena jumlah pengrajinnya terbatas," tutur Dila memulai cerita dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Minggu, 14 Oktober 2018. Ia lalu mendengar informasi tentang Rumah Kreatif BUMN (RKB) yang membuka pelatihan bagi pengusaha muda.

Dila pun memutuskan ikut serta dalam pelatihan yang diadakan selama enam bulan bersama para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lain. Selama pelatihan di RKB, tokonya di Pandai Sikek tetap beroperasi. Kala itu, sekitar 30-40 sarung dan selendang terjual per bulan.

Ketika pelatihan selesai, Dila yang bergabung di RKB pada 2010 itu memberanikan diri membuka toko di sebuah mal di Jakarta pada 2011. "Di situlah saya memberanikan diri tak hanya jual selendang dan sarung. Tapi juga kebaya, tas, dan sepatu. Yang paling laku tetap sarung dan selendang," paparnya.

Dila mengaku senang bergabung di RKB karena amat membantu pengembangan usahanya, terutama perihal penjualan yang terus meningkat. Ia menuturkan, untuk selendang dan sarung songket Pandai Sikek rata-rata terjual 60-70 potong per bulan, sedangkan kebaya bisa mencapai 60 potong.

"Kalau sepatu dan tas belum sebanyak itu. Kadang saya tak bisa menghitung secara pasti berapa produk yang terjual sebulan karena ada saatnya pembeli memborong sangat banyak. Tapi, di bulan berikutnya penjualan normal," tuturnya.

Seiring meningkatnya omzet, Dila kini mempekerjakan 60 pengrajin songket untuk memenuhi kebutuhan pasar yang terus meningkat. Apalagi, ia juga menjual produk secara online melalui laman Blanja.com.

Ia mengungkap, peningkatan penjualan produk dipengaruhi jumlah konsumen yang terus menanjak. Tak hanya di Indonesia, tetapi juga dari negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam.

"Konsumen dari negara tetangga kebanyakan datang langsung ke toko saya. Mereka sering memborong songket untuk dijual lagi di negaranya," ujar Dila bersemangat.

Tak hanya itu, ia juga mengungkap rasa bangga bisa berkesempatan memperlihatkan hasil kerajinan tangan dari Sumatera Barat di Indonesia Pavilion yang dibuka selama Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia berlangsung di Nusa Dua, Bali.

"Saya senang seluruh delegasi dari beberapa negara sangat tertarik melihat tenun songket Pandai Sikek, ini semakin membuat usaha saya mendunia," kata Dila semringah.

Berbagai manfaat yang dirasakan sejak bergabung di RKB itulah yang membuat Dila optimis UMKM-nya bisa terus berkembang. Ia juga berharap kemajuan usaha songket Pandai Sikek bisa jadi inspirasi bagi UMKM lain untuk mengikuti jejaknya.

 

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

Apa Itu RKB?

Indonesia Pavilion
Indonesia Pavilion, stand yang dibuka di pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia 2018 untuk menampilkan kerajinan khas Indonesia. (dok. istimewa/Dinny Mutiah)

RKB merupaan rumah bersama untuk berkumpul, belajar, dan membina para pelaku UMKM. Dibangun oleh Kementerian BUMN bersama perusahaan milik negara, upaya ini diharapkan menghasilkan UMKM Indonesia yang berkualitas.

BUMN sendiri telah mengembangkan beberapa inisiatif untuk meningkatkan kualitas UMKM, antara lain Bank Mandiri dengan program Wirausaha Muda Mandiri, BNI dengan Kampoeng BNI Nusantara, Bank BRI dengan program Teras BRI, dan Telkom Indonesia dengan 2 juta UMKM teregister melalui program Kampung UKM Digital di seluruh Indonesia.

Tugas RKB adalah mendampingi dan mendorong para pelaku UMKM untuk mengembangkan usaha dengan cara meningkatkan kompetensi, akses pemasaran, dan memberi kemudahan dalam hal permodalan.

Pendampingan RKB dilakukan dengan Registrasi dan Analisa UMKM secara offline maupun online melalui smartbisnis.co.id. Hasil seleksi diarahkan pada Konsultan dan Quality Control, di mana pelaku UMKM akan didampingi ahli dalam peningkatan kualitas produknya.

UMKM dengan kompetensi low diarahkan menuju tempat belajar dan berbagi. Di sini, pelaku UKM mendapatkan pelatihan sesuai dengan modul yang dibutuhkan, antara lain Bisnis dan Keuangan, Permodalan, Segmentasi Target Pasar, Proses Produksi dan Pemasaran, serta Total Quality Management.

Pendamping ahli akan membantu pelaku UKM mendigitalisasi produk dan proses usaha digital dan e-commerce. Di sini, pendamping mengajarkan pelaku UMKM cara listing di Blanja.com, Search Engine Optimization (SEO), dan promosi melalui sosial media. Selain itu, ada pula modul yang disediakan, sehingga pelaku UMKM bisa membaca dan mempelajarinya sendiri.

Mereka bisa menampilkan produknya dalam portal Blanja.com. Tersedia 15 kategori yang disiapkan seperti fesyen, juga kesehatan dan kecantikan sehingga pelaku UMKM bisa memasukkan sendiri produk yang akan dijual secara online.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya