Kisah Penjelajahan Mapala UI di Bumi Cenderawasih

Mapala UI mengabadikan penelusuran di Papua Barat pada Juli-Agustus 2018 dalam sebuah film pendek.

oleh Putu Elmira diperbarui 04 Mar 2019, 17:00 WIB
Diterbitkan 04 Mar 2019, 17:00 WIB
Nobar Pace
Mapala UI mengabadikan penelusuran di Papua Barat pada Juli-Agustus 2018 dalam sebuah film pendek. (Liputan6.com/Putu Elmira)

Liputan6.com, Jakarta - Tak melulu Raja Ampat, Papua Barat menyimpan segudang keindahan alam yang menawan. Kendati demikian, ada sederet destinasi yang masih belum terjangkau dan akrab di masyarakat. Melihat hal ini, Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI) melaksanakan Ekspedisi Bumi Cenderawasih.

Penelusuran ini diabadikan dan dirangkum apik dalam sebuah film pendek yang ditayangkan dalam acara bertajuk Nonton Bareng Pesona Alam Cenderawasih (Nobar Pace) di CGV FX Sudirman, Jakarta pada Jumat, 1 Maret 2019.

Upaya Mapala UI dilakukan guna mempopulerkan wisata di Papua Barat. Setelah riset dan persiapan selama kurang lebih enam bulan, mereka pun terbang dan menjelajah di Bumi Cendrawasih pada Juli-Agustus 2018.

"Persiapan ekspedisi ini cukup singkat. Kami mulai Januari 2018 lalu Juli kami mulai berangkat tim advance untuk mencari relasi dari Pemda dan orang-orang setempat. Lalu, Agustus tim besar seluruhnya jalan. Tim besar terdiri dari tim pelayanan kesehatan Bhakti Papua dan atlet ekspedisi," jelas Muhammad Jazmi, Ketua Mapala UI kepada Liputan6.com, baru-baru ini.

Danau Anggi Giji dan Danau Anggi Gida
Mapala UI uji coba penerbangan paralayang di Danau Anggi Giji dan Danau Anggi Gida, Kabupaten Pegunungan Arfak dalam Ekspedisi Bumi Cenderawasih. (dok. Mapala UI)

Mapala UI sendiri sejak awal memang menargetkan Papua sebagai tempat ekspedisi. Usai menimbang situasi, mereka melihat ada banyak potensi di Papua Barat yang belum dieksplorasi.

"Kami pilih tempat yang masih bisa kami jangkau dan rekomendasikan sebagai tempat baru wisata petualangan yaitu di daerah Pegunungan Arfak yang dekat dengan Manokwari," tambahnya.

Jazmi menambahkan, pegunungan Arfak dipilih karena jadi tempat strategis untuk melakukan tiga wisata petualangan yang meliputi paralayang, arung jeram lewat kayak, lalu telusur gua.

"Kami melihat ada potensi di Pegunungan Arfak yaitu di Danau Anggi Gida dan Anggi Giji itu bisa dijadikan tempat paralayang dan belum pernah ada sebelumnya. Kami yang pertama menerbangkan paralayang di situ," kata Jazmi.

Kegiatan paralayang telah diuji coba dari dua bukit, yaitu Bukit Kobrey dan Bukit Tombrok. Titik pendaratan pun ditemui di berbagai lapangan yang ada di pemukiman sekitar danau kembang dan dapat dikembangkan menjadi tempat penerbangan paralayang tandem.


Sungai Prafi dan Telusur Gua

Sungai Prafi
Mapala UI uji coba mengarungi Sungai Prafi dengan kayak dalam Ekspedisi Bumi Cenderawasih. (dok. Mapala UI)

Selain mengeksplorasi potensi di Danau Anggi Dida dan Anggi Giji, Mapala UI juga menjelajahi Sungai Prafi yang hulunya diarungi oleh kayak. Sesuai hasil uji coba empat kayaker dan satu instruktur arung jeram Mapala UI, ada bagian sungai yang hanya cocok diarungi oleh mereka yang berpengalaman, tetapi ada pula untuk wisatawan dengan perahu karet.

"Hulu Sungai Prafi belum pernah diarungi apalagi oleh kayak jadi kami memilih tempat di sana," ungkap Jazmi.

Telusur Gua Mapala UI
Mapala UI melakukan telusur gua di kawasan Pegunungan Arfak dalam Ekspedisi Bumi Cenderawasih. (dok. Mapala UI)

Situs yang direkomendasikan Malapa UI selanjutnya adalah telusur gua. "Telusur gua tujuannya untuk inventarisasi mulut gua," tambahnya.

Wisata petualangan ini berada di kawasan karst Distrik Testega di Kabupaten Pegunungan Arfak terdapat 17 mulut gua yang dipetakan oleh tim penlusur gua Mapala UI. Kondisinya sebagian besar masih tertutup tanah dan pepohonan lalu ditemukan.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya