Liputan6.com, Papua - Beragam cara dilakukan para wisatawan untuk menikmati keindahan alam. Ada yang cukup dengan berdiri di ketinggian atau harus terbang di udara agar melihat detail panorama alam yang ada. Di Papua Barat, bagi para pecinta ketinggian atau penyuka olahraga Paralayang terdapat spot menarik. Yakni, di pegunungan Arfak yang memiliki ketinggian, 9.646 kaki atau 2.940 m.
Saat ini olahraga Paralayang akan dikembangkan secara serius di Papua Barat menyusul keberhasilan tim Ekspedisi Bumi Cenderawasih Mapala UI terbang di Pegunungan Arfak minggu lalu. Mereka memastikan, ada dua titik yang siap dijadikan lokasi lepas landas dan empat lokasi pendaratan.
Agung Viandika, mahasiswa yang mencoba terbang solo dari kedua lokasi tersebut menyatakan kekagumannya melihat pemandangan Papua dari udara.
Advertisement
"Rasanya luar biasa terbang dengan pemandangan danau Anggi Gida di sebelah kanan dan danau Anggi Giji di sebelah kiri. Warna air di kedua danau berbeda, dan terlihat indahnya pantai pasir putih mengelilingi Anggi Gida," kata Agung kemarin, Selasa 28 Agustus 2018.
Dalam kesempatan itu, Bupati Pegaf, Yosias Saroy menjelaskan, waktu terbaik untuk mengunjungi Pegunungan Arfak di Papua adalah Maret sampai September. Cuaca di bulan-bulan itu sangat mendukung, dimana curah hujan sedikit dan langit dominan biru.
"Di luar itu, curah hujan relatif tinggi, terutama November dan Desember sehingga akses jalan menuju Arfak kurang bagus karena sebagian besar ruas jalan masih tanah. Sungai-sungai yang dilewati juga akan banjir sementara tidak ada jembatan yang dapat dilalui," jelas Saroy.
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.
Potensi Wisata
Wakil Gubernur Papua Barat, Muhamad Lakotani yang baru saja ditunjuk menjadi Ketua Federasi Aero Sport Indonesia Papua Barat menyatakan, perlu segera diambil langkah-langkah konkrit seperti penetapan lokasi, pelatihan terbang dan penyediaan peralatan.
Menurutnya, Pemda akan memfasilitasi berbagai kebutuhan pengembangan paralayang. Baik sebagai salah satu cabang olahraga, maupun sebagai obyek wisata yang banyak diminati.
"Hasil eksplorasi potensi pariwisata Mapala UI sungguh luar biasa. Waktu bertemu mereka di Jakarta sebulan yang lalu, terus terang saya ragukan. Jujur saja, saya surprise luar biasa," kata Lakotani.
Tokoh paralayang Indonesia, David Agustinus Teak mengatakan, Mapala UI siap mendampingi proses yang dibutuhkan. Dia punya pengalaman dalam mengembangkan wisata jenis ini. Berawal di Puncak, Jawa Barat pada 1997, kemudian berlanjut ke Sulawesi Utara, Bali dan Sumatera Barat dan beberapa daerah lain.
"Lokasi di Puncak menjadi jendela untuk olah raga dan wisata paralayang di Indonesia," ujar David.
David menjelaskan, khusus di Papua Barat, tujuan jangka pendeknya adalah mempersiapkan pemuda setempat sebagai atlet dalam Pekan Olah Raga Nasional (PON) yang akan diadakan tahun 2020. Pelatihan dapat dilakukan di Pegunungan Arfak. Selain menjadi atlet, nantinya mereka dapat dikaryakan sebagai pemandu wisata paralayang yang dikembangkan Pemda Papua Barat.
Bukit Kobrey di distrik Sururay dan Bukit Tombrok di Distrik Anggi Gida menjadi istimewa sebagai area take off karena arah angin yang berlawanan sementara jarak keduanya tidak terlalu jauh. Bila tidak memungkinkan untuk terbang dari Kobrey maka take off bisa dilakukan di Tombrok.
"Potensi di Pegunungan Arfak, Kabupaten Pegaf, Papua sangat luar biasa. Ada dua lokasi yang siap menjadi landasan terbang dan empat lokasi pendaratan, namun perlu juga disurvei titik-titik lain yang berpotensi juga untuk dikembangkan," tutur David. (Rahmi H/Anggota Mapala UI).
Simak video menarik beriku ini:
Advertisement