Run for Equality, Ajang Maraton Pembawa Pesan Kesetaraan Gender di NTT

Kesetaraan gender di NTT dianggap masih banyak persoalan, salah satunya beban menyediakan air bersih di rumah yang jatuh hanya kepada perempuan dan anak perempuan.

oleh Henry diperbarui 30 Sep 2019, 21:04 WIB
Diterbitkan 30 Sep 2019, 21:04 WIB
Run for Equality, Maraton Peningkat Kesetaraan Gender di NTT
Candra Nugraha, Carla Felany, Linda S, Rexy, dr. Maria Dwi S (kiri ke kanan) pada Media Briefing Jelajah Timur - Run for Equaility yang dilaksanakan di Hotel Arthotel, Jakarta Pusat pada Senin (30/9/2019). (Liputan6.com/Novi Thedora)

Liputan6.com, Jakarta - Isu kesetaraan gender di Indonesia tampaknya masih menjadi masalah yang pelik. Berdasarkan data dari World Economic Forum tahun 2017, Indonesia masih ada di peringkat ke-84 dari 144 negara untuk masalah kesetaraan gender. Banyak perempuan yang tidak mendapat hak yang sama dengan laki-laki dalam hal pendidikan dan sosial.

Nusa Tenggara Timur (NTT) termasuk menjadi salah satu provinsi yang memiliki masalah ini. Meskipun didasarkan unsur budaya, NTT memberikan tanggung jawab kepada perempuan dan anak perempuan untuk menyediakan air bersih di rumah. Padahal, akses ke lokasi air bersih di beberapa desa masih sangat sulit.

Kegiatan pengambilan air bersih dilakukan pada pagi dan sore hari sehingga menyita waktu belajar dan bermain para anak perempuan tersebut. Tak hanya itu, hal ini menjadi salah satu akar angka murid perempuan keluar sekolah lebih tinggi di sana.

"Mereka ambil air bersih pada pagi hari, kemudian mereka harus berjalan lagi ke sekolah sejauh dua sampai lima kilometer. Mereka jadi kelelahan dan sering tertidur di kelas. Jadinya, angka drop out anak perempuan juga lebih tinggi," ujar Linda Sukandar, Direktur Fundraising Yayasan Plan Indonesia pada Senin (30/9/2019).

Melihat fenomena yang ada, Yayasan Plan Indonesia sebagai organisasi yang berjuang untuk menjangkau anak-anak terutama anak perempuan untuk memberikan pembangunan dan penggalangan sumber daya melaksanakan sebuah acara bertajuk "Jelajah Timur - Run for Equality". Acara lari maraton ini bertujuan untuk membangun akses air bersih di beberapa desa di NTT agar anak perempuan tidak perlu mengambil air bersih di tempat yang jauh lagi.

Linda mengatakan bahwa anak-anak perempuan tersebut harus berjalan sepanjang lima kilometer atau lebih untuk menuju ke embung (danau sumber air bersih). Durasi pengambilan air bisa memakan waktu hingga dua jam.

"Kalau mereka ambil di sore hari, pulangnya sudah malam. Ada satu desa yang tidak ada listrik sehingga gelap sekitarnya dan mereka rentan terkena kejahatan. Jadi, dengan adanya akses air bersih ini akan menyelesaikan berbagai macam masalah," tutur Linda pada media gathering Run for Equality yang dilaksanakan di Hotel Arthotel Thamrin, Jakarta Pusat.

Sistem acara ini adalah crowdfunding, para pelari akan mengumpulkan donasi dari publik melalui wadah kitabisa.com. Dana yang ditargetkan adalah Rp300 juta untuk membangun akses air bersih ke 10 dusun di NTT. Per tanggal 30 September 2019, total uang yang telah terkumpul adalah Rp170 juta dan ada donasi alat penyaring air dari sebuah perusahaan senilai Rp40 juta.

"Masih ada beberapa hari, saya optimis target ini bisa dicapai," tambah Linda lagi.

Total akan ada sekitar 50 pelari yang berasal dari berbagai kalangan yang akan berlari sepanjang 57 km melintasi Kabupaten Ende - Nagekeo, Nusa Tenggara Timur. Para pelari akan melewati medan perbukitan, pantai dan area pemukiman warga lokal. Kegiatan ini dilaksanakan pada 19 Oktober 2019.

Carla Felany, pelari yang akan turut berpartisipasi dalam kampanye ini mengungkapnya dirinya antusias dalam mengikuti kampanye "Jelajah Timur - Run for Equality" ini.

"Saya tergugah dan ingin anak-anak Indonesia bisa menjalani kehidupan layak dan menggapai cita-citanya setinggi mungkin, terutama anak-anak perempuan di Nusa Tenggara Timur, agar mereka bisa lebih berdaya," papar Carla.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Dapat Ikut Serta Melalui Virtual Run

20160303-Ilustrasi lari-iStockphoto
Ilustrasi olahraga lari (iStockphoto)

Track sepanjang 57 km sudah termasuk dalam lari jenis ultra marathon. Dibutuhkan kesiapan fisik dan mental khusus bagi pelari karena medan yang dilalui juga cukup beragam. Karenanya, ada beberapa syarat dari pihak panitia kepada para pelari agar mengurangi resiko cedera.

Syaratnya adalah pernah mengikuti lari half-maratahon (21 km) dan kondisi kesehatan harus baik. Jika pelari dirasa tidak mampu, disarankan untuk lari hanya sampai jarak 29 km. Setelahnya, akan disediakan shuttle yang dapat membawa mereka hingga ke garis finish. Selain itu, panitia juga telah menyediakan pos air minum per lima kilometer dan tim medis serta fisioterapis.

"Jika ada pelari yang baru pernah lari sejauh 10 km, boleh. Tapi, kita menyarankan untuk tidak memaksakan lari sampai 57 km," kata Linda kepada Liputan6.com.

Namun, bagi masyarakat yang tidak dapat ikut ajang lari ini, masih dapat ikut berpartisipasi melalui virtual run. Menggunakan platform iluvrun.com, masyarakat dapat melakukan lari dimana saja dan kapan saja. Nantinya, melalui aplikasi yang dapat melacak jarak lari, para pelari dapat melaporkan jarak lari yang sudah ditempuh selama satu bulan.

"Syaratnya, teman-teman harus mendaftar dulu, bukan akun. Nanti akan diminta donasi minimal Rp150.000. Dapat memilih jarak mulai dari 10 km hingga mencapai 200 km dalam waktu sebulan," jelas Linda.

Sebagai gantinya, pendaftar virtual run ini akan mendapatkan medali yang sama seperti pelari di NTT tersebut. Nantinya, Yayasan Plan Indonesia akan mendapatkan bagian sebesar Rp60 ribu dari biaya pendaftaran jika ada seorang pelari yang mampu mencapai target di awal.

Aktivitas kesetaraan gender ini juga dilakukan melalui berbagai aktivitas lain, seperti pembinaan kepada orangtua, memberitahu hak-hak kepada para anak dan pengajaran berkebun. Selain itu, Yayasan Plan Indonesia juga melakukan Pendakian untuk Kesetaraan dan Ride for Equality.

(Novi Thedora)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya