Liputan6.com, Jakarta Penelitian dari Monash University mengungkapkan bahwa ada pergeseran kesenjangan gender di dunia pendidikan. Kini, anak laki-laki cenderung tertinggal dari anak perempuan dari sisi pencapaian prestasi pendidikan.
“Kesenjangan gender dalam pendidikan kini terbalik. Anak laki-laki saat ini tertinggal dari anak perempuan dalam mencapai prestasi pendidikan di banyak negara berpenghasilan tinggi. Tren ini juga semakin terlihat di banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah, termasuk di Indonesia dan Fiji,” ata pemimpin penelitian, Dr. Michelle Escobar, dari Department of Economics di Melbourne University mengutip keterangan pers, Selasa (15/4/2025).
Advertisement
Baca Juga
Data tersebut diperoleh melalui dua survei yang berlangsung antara tahun 2018 hingga 2021 terhadap lebih dari 1.400 anak berusia antara lima hingga 15 tahun di 24 permukiman informal di Indonesia dan Fiji.
Advertisement
Para responden adalah pengasuh utama anak-anak tersebut. Semua rumah tangga di setiap permukiman menjadi sampel untuk survei tersebut.
Informasi penggunaan waktu anak-anak dikumpulkan dari para pengasuh melalui pertanyaan, “Dalam seminggu terakhir, berapa hari/jam/menit anak Anda melakukan kegiatan berikut ini?”
Kegiatan-kegiatan yang dimaksud meliputi:
- pergi ke sekolah;
- mengambil atau membeli air;
- menonton TV;
- bermain di luar rumah;
- mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolah;
- bekerja untuk mendapatkan upah;
- bekerja untuk bisnis keluarga; dan
- merawat anggota rumah tangga.
Anak Tinggal di Lingkungan Kumuh Lebih Sedikit Waktu untuk Pendidikan
Sekitar 350-500 juta anak tercatat tinggal di permukiman informal atau lingkungan kumuh, ilegal, di mana bahaya lingkungan, kriminalitas dan kemiskinan mengintai.
“Penelitian kami menunjukkan bahwa anak-anak yang tinggal di permukiman informal menghabiskan jauh lebih sedikit waktu untuk aktivitas pendidikan dibandingkan yang seharusnya sesuai anjuran sekolah,” kata Escobar.
“Selain itu, kami mendapati bahwa anak laki-laki cenderung menghabiskan waktu lebih sedikit daripada anak perempuan dalam mengikuti kegiatan sekolah dan menyelesaikan pekerjaan rumah,” sambungnya.
Dia juga menyampaikan, mewujudkan kesetaraan gender dan memperluas akses pendidikan bagi anak perempuan tetap menjadi prioritas utama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Namun, seiring meningkatnya kesetaraan gender dalam tingkat pendaftaran sekolah dasar, tingginya ketertinggalan anak laki-laki dalam pendidikan di banyak negara kini menjadi kekhawatiran baru.
Advertisement
Anak Laki-Laki Lebih Banyak Main Ketimbang Perempuan
Associate Professor, Nicole Black, dari Centre for Health Economics di Monash University yang juga terlibat dalam penelitian ini mengatakan, “Penelitian kami menunjukkan bahwa anak-anak di permukiman informal menghabiskan rata-rata 28 jam per minggu untuk kegiatan pendidikan, termasuk masuk sekolah dan mengerjakan pekerjaan rumah.”
Anak laki-laki menghabiskan rata-rata sekitar tiga jam per minggu lebih sedikit untuk kegiatan pendidikan dibandingkan anak perempuan yang tinggal di permukiman yang sama. Perbedaan gender bukan berarti karena anak laki-laki menghabiskan lebih banyak waktu untuk bekerja, sementara anak perempuan menghabiskan sekitar satu jam lebih banyak per minggu untuk melakukan pekerjaan tanpa upah dibandingkan anak laki-laki, seringkali untuk tugas-tugas pengasuhan.
“Kami menemukan bahwa, bukannya menghabiskan waktu untuk kegiatan pendidikan, anak laki-laki di Indonesia dan Fiji lebih sering bermain di luar rumah. Perlu dicatat bahwa di permukiman informal, bermain di luar rumah meningkatkan risiko anak terpapar bahaya kesehatan lingkungan,” kata Black.
Anak Laki-Laki Kerap Habiskan Waktu untuk Kegiatan Kurang Produktif
Secara keseluruhan, hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Review of Economics of the Household, menunjukkan bahwa anak laki-laki kerap menghabiskan waktu untuk kegiatan yang kurang produktif. Dan berpotensi lebih berisiko dibandingkan anak perempuan yang tinggal di permukiman yang sama.
Pola ini dapat meningkatkan konsekuensi akademis dan kehidupan di kemudian hari. Studi di lingkungan lain menunjukkan bahwa anak laki-laki yang tertinggal di sekolah lebih sulit mendapatkan prospek pekerjaan dan rentan terhadap risiko penyalahgunaan narkoba dan perilaku kriminal di masa depan.
Oleh karena itu, langkah krusial pertama bagi orangtua adalah untuk meningkatkan kesadaran diri dan anak-anak mereka akan pentingnya mengalokasikan waktu untuk belajar.
“Inisiatif berbasis sekolah atau kegiatan komunitas, seperti pendampingan, diperlukan untuk mempersempit kesenjangan gender dalam investasi waktu pendidikan,” pungkas Black.
Advertisement
