Dampak Pandemi Corona dan Beban Ganda Perempuan Pekerja

Pandemi corona turut menimbulkan kian lebarnya kesenjangan sosial dan ekonomi antara laki-laki, perempuan, dan kelompok rentan.

oleh Putu Elmira diperbarui 16 Jul 2020, 20:01 WIB
Diterbitkan 16 Jul 2020, 20:01 WIB
Ilustrasi Bekerja
Ilustrasi bekerja (dok. Pixabay.com/Putu Elmira)

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi corona Covid-19 telah melahirkan masa krisis pada beragam sektor dan kalangan. Di antaranya berimbas pada perempuan pekerja, baik pekerja formal maupun informal. Mereka juga harus berjuang memikul peran ganda.

Team leader MAMPU, sebuah Kemitraan Australia--Australia untuk kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, Kate Shanahan menyebut, pandemi membawa dampak sosial, kesehatan, dan ekonomi yang serius di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Kondisi ini turut memunculkan masalah lain.

"Kesenjangan sosial dan ekonomi antar-laki-laki dan perempuan serta kelompok rentan lainnya akan semakin lebar karena pandemi Covid-19 ini," kata Kate dalam bincang daring, Kamis (16/7/2020).

Kate melanjutkan, MAMPU bersama mitranya di masa pandemi corona ini melaksanakan kegiatan intervensi di lapangan dengan memperhatikan kebutuhan perempuan dan kelompok rentan lainnya. Hal tersebut diwujudkan melalui pendekatan perspektif gender dan inklusif.

"Mitra MAMPU menguatkan pengorganisasian kelompok perempuan di desa membangun ketahanan di komunitas dan melihatkan multipihak dalam penanganan Covid-19," tambahnya.

"Kita semua tahu perempuan sering ada di garda depan apalagi di situasi pandemi ini, juga di bidang kesehatan, pendidikan terkat peran di rumah tangga," ungkap Kate.

Dimensi gender selalu hadir dalam setiap aspek termasuk di dalam pandemi. Maka itu, Kate kembali menegaskan, keadilan dan kesetaraan gender harus menjadi bagian yang lebih menonjol dari narasi pandemi di Indonesia.

Kepala Divisi Pekerja Informal Trade Union Rights Centre (TURC) Dede Rina memaparkan, Covid-19 yang terjadi beberapa bulan lalu sangat berdampak pada sektor yang paling menentukan pertumbuhan ekonomi, yakni sektor ketenagakerjaan. Salah satu dampak adalah pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Dampak COvid-19 terjadi PHK massal dan kerentanan pada pekerja perempuan. Lebih dari 1.700 pekerja harus dirumahkan atau terkena PHK yang terdiri dari pekerja formal, informal, buruh migran yang gagal berangkat," jelas Rina.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Peran Ganda

Ilustrasi Memasak
Ilustrasi memasak (dok. Unsplash.com/Kevin McCutcheon @kevinmccutcheon)

Rina melanjutkan, data yang ditemukan terdapat PHK dampak pandemi sebanyak 2.358 orang dan 30 persennya adalah pekerja perempuan itu yang terjadi di sektor formal. Sementara di sektor informal yang terdiri dari UMKM, pedagang kecil, pekerja rumahan, di dalamnya juga tak kalah hebatnya terdampak Covid-19.

"Ternyata 61,37 persen perempuan di pedesaan dan perkotaan bekerja pada sektor informal. Berangkat dari hasil identifikasi di lapangan, ketika terjadi Covid-19 kini TURC langsung survei di lapangan," jelas Rina.

Ia menyampaikan, hasil survei ditemukan terjadi dampak cukup luar biasa terhadap pekerja rumahan yang kami dampingi di enam wilayah. Yang terdiri dari Jakarta, Tangerang, Sukabumi, Cirebon, Solo, dan Sukoharjo.

"511 pekerja rumahan atau 68,42 persen itu terkena dampak dan kehilangan pekerjaan, artinya mereka tidak lagi mendapat pekerjaan dan otomatis tidak mendapat penghasilan. Kemudian 305 pekerja rumahan terancam kelaparan," tambahnya.

Akibat dari Covid-19, dikatakan Rina, banyak pekerja rumahan yang mereka dampingi sebanyak 749 orang kondisinya sangat memprihatinkan. Sementara, 511 orang di antaranya paling banyak terdapat di wilayah Jakarta.

"Beban ganda yang dirasakan perempuan pekerja rumahan, mereka berupaya mencari alternatif penghasilan bagi keluarga selama ini mereka adalah kepala keluarga juga, hasil dari pekerja selama ini untuk menopang keluarga," tambahnya.

"Beban lain harus bertanggung jawab urusan domestik keluarga, dianggap urusan domestik tanggung jawab dari perempuan atau istri. Jadi itu salah satu beban perempuan pekerja rumah di lapangan," kata Rina.

Ia memaparkan, dengan adanya sistem sekolah di rumah secara online disebut menambah beban bagi pekerja rumahan karena harus membeli kuota secara berkala. "Mereka juga harus membeli gadget yang memadai yang menunjuang pendidikan anak, sementara mereka tidak memiliki penghasilan, itu yang kami temukan di lapangan," tambahnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya