Perjalanan Green Rebel Kembangkan Daging Nabati di Indonesia

Green Rebel melihat masa depan daging nabati di Indonesia tetapi perjalanannya masih menantang.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Jul 2021, 07:02 WIB
Diterbitkan 15 Jul 2021, 07:02 WIB
Perjalanan Green Rebel Kembangkan Daging Nabati di Indonesia
Menu daging nabati bernama Green Rebel Beefless Steak. (dok. Anastasia Kamarullah/Green Rebel)

Liputan6.com, Jakarta - Popularitas daging nabati makin meningkat belakangan ini. Sebagai salah satu pemain, Green Rebel Foods tentu antusias dengan perkembangan tersebut. 

Helga Angelina Tjahjadi, co-founder Burgreens dan Green Rebel menuturkan bisnis daging nabati itu bermula dari pengalaman pribadinya. Saat kecil, ia mengidap penyakit kronis yang tak kunjung sembuh meski sudah mendapat beragam tindakan medis.

 

"Waktu itu saya sempat merasa terganggu dengan efek samping dari minum obat yang berkepanjangan, dan dari bacaan itu, saya menemukan alternatif penyembuhan melalui konsumsi makanan berbasis nabati utuh atau pola makan nabati," kata Helga kepada Liputan6.com, Rabu, 14 Juli 2021.

Sejak usia 15 tahun, ia memutuskan menjalani pola makan vegetarian. Secara berangsur-angsur, penyakit yang dideritanya sembuh selama dua tahun tanpa bantuan obat-obatan."Sejak saat itu, saya percaya akan manfaat kesehatan dan penyembuhan dari makanan sehat nabati," lanjutnya.

Perjalanan bisnis daging nabati Helga baru dimulai saat berkuliah di Belanda. Ia bermitra dengan Max Mandias, seorang chef dan nutritional coach, yang punya perhatian terhadap masalah lingkungan. Konsumsi daging nabati dinilai sebagai salah satu langkah efektif yang bisa mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan.

Namun, mereka belum memiliki formulasi daging nabati yang bisa dijual. Max lah yang bertanggung jawab meriset daging nabati. Riset diawali dengan meneliti pengalaman sensori saat memakan daging, mulai dari rasa, tekstur, bentuk, hingga aroma yang ada pada daging.

Setelah data terkumpul, dimulailah proses pembuatan prototipe daging nabati. Untuk mendapat produk final yang lulus uji dan sesuai, proses ini memerlukan beberapa kali drafting produk. Prosesnya memakan waktu hingga dua tahun sebelum produk diluncurkan ke pasar.

"Total hingga 30 kali draft produk yang setiap draft-nya kami mengukur sensory experience-nya untuk mencapai kepuasan customer, secara bersamaan pada setiap uji coba draft produknya dari segi nutrisi. Kami ingin membuat produk ini unggul dari segi nutrisi, yaitu produk yang mengandung protein tinggi, rendah lemak dan tanpa kolesterol," Helga menjelaskan.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Kolaborasi dengan Restoran

Perjalanan Green Rebel Kembangkan Daging Nabati di Indonesia
Max Mandias dan Helga Angeline, founder dan co-founder Green Rebel Food. (dok Anastasia Kamarullah)

Pada 2013, Helga dan Max sepakat membuka bisnis restoran yang dinamai Burgreens. Mereka juga mengembangkan bisnis dengan menggandeng restoran-restoran yang menjual daging lewat Green Rebel Foods.

Pendekatan yang dilakukan adalah dengan mengedukasi tentang manfaat daging nabati dibandingkan daging hewani. Ia menonjolkan soal keamanan pangan dan rendahnya jejak karbon yang dihasilkan dari mengonsumsi daging nabati. Angkanya mencapai 60 persen lebih rendah. Dengan begitu, sumber daya alam bisa dihemat dan emisi gas rumah kaca bisa berkurang.

Helga mengungkapkan restoran sengaja disasar meyakini edukasi pasar akan lebih efektif bila dilakukan bersama-sama.

"Dari situ kami mengajak para partner resto untuk berkolaborasi memberikan informasi mengenai manfaat serta keunggulan daging nabati. Maka dari itu, kami sangat senang ketika produk kami tidak hanya bisa dijual di Burgreens, namun juga bisa berkolaborasi dengan Pepper Lunch, Abuba Steak House, dan Starbucks," kata Helga.

Saat ini, Green Rebel Foods memiliki empat varian produk. Salah satunya varian Beefless yang merupakan alternatif daging sapi berbahan utama jamur shitake. Varian beefless terbagi menjadi Beefless Steak, Beefless Chunks dan Beefless Rendang.

 

 

Program Kurban

Perjalanan Green Rebel Kembangkan Daging Nabati di Indonesia
Salah satu menu dari Green Rebel Foods bernama Green Rebel Chick'n Steak. (dok Anastasia Kamarullah/Green Rebel))

Sejauh ini, para peminat daging nabati masih didominasi oleh trendsetter dan eaarly adopter kalangan milenial dan Gen Z. "Hal ini dikarenakan mereka merupakan orang-orang yang sangat terbuka akan perubahan dan aware akan dampak yang dimiliki untuk keberlangsungan hidup mereka serta keturunannya kelak," ia menerangkan.

Helga menyebut masa depan daging nabati di Indonesia cukup cerah walau masih sangat dini menyebut sudah berkembang masif. Tantangannya terutama meyakinkan konsumen tentang pentingnya mengonsumsi lebih banyak protein nabati untuk melestarikan lingkungan.

Helga juga mengungkapkan Green Rebel Foods meluncurkan program bernama Kurban untuk menyambut Iduladha tahun ini. Melalui program ini, pihaknya bukan mengajak orang untuk mengganti atau mengubah daging kurbannya ke daging nabati, melainkan mengajak orang untuk ikut membantu mendapatkan makanan bergizi.

"Nantinya, hasil dari penjualan program kurban akan kami salurkan dalam bentuk makanan bergizi kepada orang-orang yang membutuhkan pada saat Idul Adha dengan menerapkan protokol kesehatan yang ada," sambung dia. (Muhammad Thoifur)

5 Alasan Diet Tidak Berjalan Lancar

Infografis 5 Alasan Diet Tidak Berjalan Lancar
Infografis 5 Alasan Diet Tidak Berjalan Lancar. (Liputan6.com/Lois Wilhelmina)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya