Liputan6.com, Jakarta - Periode emas anak tidak mungkin terulang. Waktunya pendek, hanya 1.000 hari pertama kehidupan, mulai dari dalam kandungan hingga usia anak 2 tahun. Tapi, bagaimana caranya agar orangtua bisa mengawal anak memaksimalkan perkembangan potensinya dalam periode tersebut? Buku KIA bisa jadi jawabannya.
Buku KIA merupakan alat pencatatan kesehatan ibu dan anak di tingkat keluarga yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan sebagai media Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) bagi ibu hamil dan balita. Usianya sudah 25 tahun. Sepanjang itu, buku sudah beberapa kali direvisi. Yang terbaru adalah versi 2020 yang menggabungkan bagian untuk ibu dan anak dalam satu buku.
Koordinator Poksi Kesehatan Balita dan Anak Usia Prasekolah Kemenkes, Ni Made Diah menerangkan buku itu sudah menjadi kebijakan nasional. WHO pun merekomendasikannya sebagai metode pencatatan tumbuh kembang anak yang efektif. Selain itu, 15 negara secara rutin mengirimkan perwakilan ke Indonesia untuk mempelajari bagaimana menerapkan Buku KIA.
Advertisement
Baca Juga
Meski penting, tidak semua orangtua beranggapan sama. Berdasarkan data Riskesdas 2018, kata Diah, buku KIA sudah terdistribusikan ke 75,2 persen ibu hamil, dan 65,9 persen orangtua yang memiliki balita. Tapi, pengisian kolom imunisasinya baru 70 persen dari yang sudah terdistribusi. Bahkan, hanya 57,6 persen yang mengisi lembar pemantauan.
"Tantangan yang dihadapi ya penggunaannya, pengisiannya masih perlu kita motivasi. Pengisian lembaran-lembaran, membaca Buku KIA tersebut," ujarnya dalam webinar "Pentingnya Buku KIA untuk Orangtua Pantau Kesehatan dan Tumbuh Kembang Anak", kolaborasi Kementerian Kesehatan dan PT Tirta Investama, bagian Danone Indonesia, dalam merayakan Hari Anak Nasional 2021, Kamis, 29 Juli 2021.
Diah menyebut Buku KIA memiliki daya ungkit terhadap akses kesehatan. Ibu-ibu yang menggunakannya bisa memperoleh akses pelayanan kesehatan yang lebih baik, daripada yang tidak memanfaatkannya. Lewat buku itu, para ibu bisa mendapat informasi layanan kesehatan yang lengkap, sekaligus mengontrol kesehatan dan tumbuh kembang anak secara menyeluruh.
Pasalnya, data yang detail akan membantu tenaga kesehatan memahami kondisi anak lebih komprehensif. "(Buku KIA) ini juga untuk deteksi dini, menemukan masalah sebelum terjadi gangguan. Kalau sudah ada gangguan, bukan deteksi dini lagi namanya," imbuh Spesialis Anak Konsultan Tumbuh Kembang, Dr. dr. Fitri Hartanto, Sp.A(K).
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Ada Apa Saja di Buku KIA?
Informasi yang tercantum dalam Buku KIA lengkap, mulai dari panduan pemenuhan gizi seimbang, pemberian stimulasi perkembangan, imunisasi, hingga panduan memberikan lingkungan yang aman untuk kesehatan dan tumbuh kembang anak. Para orangtua juga bisa menempelkan foto anak, cap kaki bayi, hingga surat keterangan lahir untuk akta kelahiran.
"Berlaku sampai kapan? Mulai dari ibu hamil, bayi lahir, sampai anak usia dini, berusia 6 tahun," kata Diah.
Di dalam buku itu terdapat lembar hijau untuk diisi oleh tenaga kesehatan, dan lembar kuning untuk diisi orangtua. Lembar kuning terbagi dua lagi, menjadi lembar pemantauan pertumbuhan dan lembar edukasi kesehatan. Panduan itu dirancang agar mudah diikuti oleh orangtua.
Pengamatan disusun per periode perkembangan dengan poin-poin perkembangan disusun dalam sebuah daftar ceklis. "Gunakanlah check list yang ada di halaman itu. Kalau sampai tidak lengkap, saatnya orangtua atau kader berkonsultasi dengan tenaga kesehatan," ujarnya.
Sedangkan, dr. Fitri menekankan bahwa setiap fase yang dilewati anak sangat menentukan perkembangan fase berikutnya. Maka, orangtua harus memastikan kebutuhan dasar anak untuk asah, asih, dan asuh terpenuhi. Kebutuhan asuh di antaranya mencakup kebutuhan nutrisi, imunisasi, hingga hunian yang sehat.
Sementara, kebutuhan asah dipenuhi lewat stimulasi. Tanpa stimulasi, potensi genetik yang dimiliki anak tidak akan optimal. Terkait kebutuhan asih, sambung dr. Fitri, orangtua harus bisa memberikan kasih sayang positif. Buku KIA dinilai lengkap untuk mengakomodasi hal itu.
"Kenapa harus menyeluruh? Karena kita ingin menyelamatkan periode kritis perkembangan otak anak. Otak anak berkembang sampai 95 persen sampai usia 6 tahun, sedangkan 80 persen pertumbuhan sel otak anak itu di usia 2 tahun," ia menerangkan.
Advertisement
Solusi di Masa Pandemi
Buku KIA, kata Diah, bisa diperoleh di beragam fasilitas kesehatan, seperti puskesmas dan dokter anak. Kalau pun tak menemukannya, Kemenkes memfasilitasi aplikasi mKIA yang bisa diunduh di Playstore. Meski masih versi Beta, aplikasi tersebut cukup mudah digunakan.
"Itu jadi salah satu cara kita mendorong ibu-ibu milenial yang tidak tertarik dengan buku, hard copy, tetapi perlu informasi kesehatan terstandar, bisa pakai aplikasi mKIA,"Â ujar Diah.
Yang perlu diperhatikan adalah saat pengisian data pribadi di aplikasi. Liputan6.com mencoba dengan mendaftar untuk kolom kader, beberapa waktu lalu. Saat akan memperbaiki data yang salah, aplikasi ternyata belum bisa mengakomodasinya dengan alasan masih dalam pengembangan.
Di luar itu, aplikasi menyediakan beragam info kesehatan anak dan juga pemantauan tanda bahaya pada anak. Secara umum, penjelasannya mudah dicerna. Bagi orangtua yang membutuhkan penjelasan lebih lengkap, Diah menyarankan agar mengakses laman Belajar Kesga lewat web resmi Kemenkes. Di sana terdapat beragam video tentang pengasuhan anak, juga chat untuk bertanya-tanya langsung.
"Tidak perlu login dan username. Di sini ada beragam kelas ibu dan balita yang bisa dimasuki sesuai umur anak," sambung Diah.
Cara ini dipandang sebagai solusi di masa pandemi. Pasalnya, posyandu yang biasanya menyediakan bimbingan tersebut, tak bisa lagi leluasa lantaran banyak pembatasan kegiatan dan perkumpulan.
"Kalau pun sampai sulit sinyal, mohon sekali protokol kesehatan dijaga. Gunakan masker, jaga jaraak, dan durasinya singkat saja, untuk hindari penularan," Diah menambahkan.
Panduan Isolasi Mandiri untuk Anak
Advertisement