Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong menyebut saat ini existing mangrove atau yang masih memiliki tutupan hutan ada sekitar 3,361 juta hektare. Sedangkan potensi mangrove yang sebelumnya telah diubah menjadi tambak, dan macam-macam infrastruktur sekitar lebih dari 700 ribu hektare.
"Bicara tentang rehabilitasi mangrove, maka pendekatan kita berbasis landscape, tidak hanya bicara tanam menanam saja, tetapi lebih luas dari itu spektrumnya," kata Alue Dohong dalam Media Briefing secara daring, Senin (11/10/2021).
Advertisement
Baca Juga
Alue menambahkan, karena berbasis landscape dilihat dari fungsi hutan yang ada di mangrove, terdapat fungsi produksi, lindung, areal penggunaan lainnya (APL), ragam dinamika sosial masyakat, hingga aspek bangunan insfrastruktur. Maka, pengelolaan yang berbasis landscape suatu keharusan dijalankan dalam kaitannya dalam rehabilitasi mangrove.
"Ada tujuan besar yang ingin kita capai dalam rangka transformasi ke arah ekonomi hijau atau green economy, plus nantinya juga arahannya dikombinasikan dengan blue carbon," tambahnya.
Maka dari itu, dikatakan Alue, sangat penting mendorong arah perekonomian ke depan yang bertransformasi dari konvensional yang berbasis fossil fuel ke arah ekonomi yang lebih ramah lingkungan. Di dalam ekonomi hijau dari aspek produksi atau ekonomi dengan lingkungan hidup dan sosial ekonomi lainnya.
"Kedua, karena kita sudah punya komitmen ikut mengendalikan perubahan iklim global, yakni komitmen dalam rangka perwujudan Paris Agreement yang kita nyatakan di dalam nationally determined contributions atau NDC kita," tambahnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tujuan Rehabilitasi Mangrove
Menurut Alue, rehabilitasi mangrove atau pengelolaa ekosistem mangrove secara umum diharapkan mendukung mewujudkan NDC. Tujuan rehabilitasi mangrove lainnya adalah dalam konteks pertahanan keamanan dan ketahanan ekonomi.
"Ada sebagaian wilayah kita yang berbatasan langsung dengan negara-negara tertangga. Kita mengalami persoalan abrasi pantai atau pesisir yang lumayan besar di daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga," ungkap Alue.
Ia menerangkan, mangrove perlu dipertahankan bahkan direhabilitas pada daerah-daerah yang mengalami abrasi. Hal tersebut sebagai upaya memperkuat atau mencegah abrasi.
"Kalau terjadi abrasi terus menerus, maka ketahanan ekonominya berarti Zona Ekonomi Eksklusif akan semakin menjorok ke dalam. Kalau negara tetangga kita melakukan reklamasi yang mengarah ke arah kita, bisa jadi secara geopolitik, geoekonomi, Zona Ekonomi Eksklusif kita akan semakin menjorok ke dalam, artinya akan semakin menjauh ke daerah kita, mereka semakin maju," tambahnya.
Advertisement
Jumlah Existing Mangrove
Alue menegaskan, mangrove adalah bagian dari ekosistem penting dalam sekuestrasi. Mangrove yang masih baik adalah tempat men-sekuestrasi CO2 yang disimpan dalam bentuk biomassa pohon atau karbon.
"Ini potensi besar kita dalam konteks blue carbon economy. Harapan kita mangrove menjadi penyokong terbesar kita di dalam green economy, termasuk pencapaian NDC kita," jelas Alue.
Ditambahkan, jumlah existing mangrove sekitar 3,361 juta hektare terdiri dari mangrove yang masih bagus lebat kategorinya berarti tutupannya di atas 70 persen ada 3,15 juta hektare. "Kemudian mangrove sedang 30--70 persen tutupannya krang lebih 167 ribu hektare, mangrove jarang itu sekitar 42.779 hektare itu yang existing," jelas Alue.
Infografis: 4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan atau Berkelanjutan
Advertisement