Liputan6.com, Jakarta - Label pangan di kemasan bukan hanya pajangan. Namun, banyak yang belum memahami cara membacanya. Hal itu tergambar dalam riset yang dilakukan Kraft, beberapa waktu lalu. Meski 77 persen responden, yakni para ibu, mengaku terbiasa melihat label pangan, 48 persen di antaranya tidak tahu cara membaca susunan komposisi yang benar.
"Untuk itu diperlukan pedoman yang mudah dipahami sehingga mudah dijalankan, supaya bisa mempersembahkan nutrisi terbaik untuk anak di rumah," kata Senior Marketing Manager Keju Kraft, Dian Ramadianti, dalam jumpa pers virtual Keju Asli Check, Kamis, 2 Desember 2021.
Advertisement
Baca Juga
Dari beragam informasi yang tersaji di label pangan, bagian komposisi memberikan gambaran paling mudah mengenai kandungan utama dalam produk kemasan. Dian menyebut, urutan penyebutan bahan menunjukkan mana yang paling dominan.
"Urutan pertama apa, itu bahan utamanya. Sehingga ketika berharap bahan utama keju cheddar itu susu, seharusnya itu terletak di urutan pertama," jelasnya.
Langkah selanjutnya adalah mengenali kandungan nutrisinya. Ia kembali menyebutkan keju cheddar sebagai contoh. Mengingat keju merupakan pengganti susu yang kaya akan kalsium, protein, dan vitamin D, ketiga zat itu juga semestinya tertera pada daftar klaim nutrisi.
Koordinator Pemberdayaan Masyarakat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indramayatie Asri menyatakan seluruh susunan label pangan harus merujuk pada ketentuan UU Nomor 18/2012 tentang Pangan dan UU Nomor 31/2018 tentang Label Pangan beserta peraturan turunannya. Dalam UU Label Pangan dinyatakan bahwa seluruh produsen pangan olahan wajib memasang label pangan di kemasan secara jelas, tegas, mudah dibaca, dan menggunakan Bahasa Indonesia.
"Terkait hal tersebut, pada kemasan produk pangan olahan harus terdapat nama produk, daftar bahan yang digunakan, yang kita ketahui sebagai komposisi, berat bersih untuk pangan padatan dan isi bersih untuk yang berbentuk likuid, isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau mengimpor, label halal, tanggal dan kode produksi, dan tanggal kedaluwarsanya," ia menerangkan.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Label Halal dan Masa Simpan
Indramayatie juga menjelaskan soal pencantuman label halal. Ia menyebut, produsen atau pengimpor bisa mencantumkan label halal dari badan sertifikasi halal luar negeri, asalkan sudah memiliki kesepakatan dengan MUI - Badan Pengelola Jaminan Produk Halal selaku otoritas sertifikasi halal di Indonesia.
"Untuk pangan olahan yang berasal dari babi, wajib mencantumkan mengandung unsur babi dan ada gambar babinya di kemasan," dia menambahkan.
Label kemasan juga wajib mencantumkan masa berlaku produk. Ada perbedaan aturan antara produk yang berumur simpan maksimal tiga bulan dan yang lebih dari tiga bulan.
"Apabila produk tersebut masa simpannya dalam jangka tiga bulan, (penulisan) baik digunakan sebelum tanggal/bulan/tahun. Tetapi kalau masa simpannya lebih dari tiga bulan, boleh hanya bulan/tahun. Keterangan itu menandakan pangan dijamin keamanannya sepanjang penyimpanan sesuai panduan produsen," jelasnya.
Ia pun sangat mengapresiasi setiap pihak yang berinisiatif mengedukasi masyarakat tentang label pangan olahan dan cara membacanya. "Jadilah konsumen yang cerdas dengan cek list, cek label kemasan, cek izin edar, dan cek kedaluwarsa," ucap Indramayatie.
Advertisement
Pentingnya Edukasi
Sementara itu, Bunga Citra Lestari mengaku pengetahuan tentang label kemasan pangan baru dipelajarinya setelah memiliki anak. Hal itu, kata ibu dari Noah Sinclair, sebagai wujud tanggung jawabnya sebagai ibu.
"Sebagai ibu, responsibility kita untuk gedein anak dengan baik," ujarnya.
Bunga mengaku tak susah membujuk anaknya untuk mengonsumsi keju. Pasalnya, anak tunggalnya memang menyukai produk olahan susu sapi tersebut.
"Noah memang nyari. Snack-nya aja keju sama anggur, atau sandwich with cheese, scramble egg. Dia makan salmon juga," kata dia.