Cara Angkor Wat dan Machu Picchu Dirawat, Harga Tiket Mahal Seperti Rencana di Candi Borobudur Jadi Jaminan?

Berbeda dari tiket masuk Borobudur yang baru naik menjadi Rp750 ribu, dua situs warisan dunia UNESCO, yakni Angkor Wat dan Machu Picchu, telah lebih dahulu menerapkan harga tiket masuk yang cukup tinggi.

oleh Putu Elmira diperbarui 06 Jun 2022, 16:29 WIB
Diterbitkan 06 Jun 2022, 14:30 WIB
Mengunjungi Candi Angkor Wat Kamboja Kala Heboh Corona
Sejumlah wisatawan berjalan di Candi Angkor Wat, Provinsi Siem Reap, Kamboja, Kamis (5/3/2020). Menurut World Travel and Tourism Council, wabah virus corona (COVID-19) membuat sektor pariwisata dunia kehilangan USD 22 miliar. (TANG CHHIN Sothy/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Kabar rencana naiknya harga tiket masuk Borobudur dari Rp50 ribu menjadi Rp750 ribu untuk wistawan nusantara (wisnus) tengah ramai jadi perbincangan. Berangkat dari itu, bagaimana dengan harga tiket yang ditetapkan pada warisan budaya dunia UNESCO lainnya seperti Angkor Wat dan Machu Picchu?

Sebelumnya, kabar rencana kenaikan tiket masuk Borobudur disampaikan Menteri Koordinator Bidang kemaritiman dan Investasi Luhut, Binsar Pandjaitan, melalui keterangan dalam unggahan Instagram pribadi pada Sabtu, 4 Juni 2022. "Kami juga sepakat dan berencana membatasi kuota turis yang ingin naik ke Candi Borobudur sebanyak 1200 orang per hari, dengan biaya 100 dollar untuk wisman dan turis domestik sebesar 750 ribu rupiah. Khusus untuk pelajar, kami berikan biaya 5000 rupiah saja. Sedangkan untuk masuk ke Kawasan Candi akan akan tetap mengikuti harga yang sudah berlaku," tulis Luhut.

Ia melanjutkan, langkah tersebut dilakukan guna menjaga kelestarian kekayaan sejarah dan budaya Nusantara. Semua turis nantinya harus menggunakan jasa pemandu wisata dari warga lokal sekitar kawasan Borobudur.

"Ini kami lakukan demi menyerap lapangan kerja baru sekaligus menumbuhkan sense of belonging terhadap kawasan ini sehingga rasa tanggung jawab untuk merawat dan melestarikan salah satu situs sejarah nusantara ini bisa terus tumbuh dalam sanubari generasi muda di masa mendatang," lanjutnya.

Terkait itu, haruskah Indonesia belajar cara merawat warisan budaya dari Angkor Wat dan Machu Picchu? Dikutip dari The Phnom Penh Post, pada September 2019 lalu diberitakan bahwa penjualan tiket ke kuil Angkor kala itu mengalami penurunan. Sebuah laporan Angkor Enterprise telah mengungkapkan bahwa penjualan tiket ke Taman Arkeologi Angkor turun lebih dari 11 persen dari periode yang sama tahun lalu.

Perdana Menteri Hun Sen tidak peduli atas catatan itu. Ia mengatakan kepada wartawan bahwa penurunan penjualan tiket di kompleks itu tidak menjadi masalah. Bahkan, ini menunjukkan bahwa upaya Kamboja mendiversifikasi pariwisata dari kompleks Angkor telah berhasil, karena lebih banyak turis mengunjungi bagian lain Kamboja.

"Kita tidak bisa melihat hanya satu pohon. Kita harus melihat seluruh hutan. Kita harus fokus menjadikan Kamboja sebagai destinasi yang lebih menarik," katanya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Angkor Wat

Mengunjungi Candi Angkor Wat Kamboja Kala Heboh Corona
Sejumlah wisatawan berjalan di Candi Angkor Wat, Provinsi Siem Reap, Kamboja, Kamis (5/3/2020). Menurut World Travel and Tourism Council, wabah virus corona (COVID-19) membuat sektor pariwisata dunia kehilangan USD 22 miliar. (TANG CHHIN Sothy/AFP)

Angkor Wat bukanlah tujuan wisata yang biasa-biasa saja. Ini adalah Situs Warisan Dunia Unesco dengan makna budaya, agama, dan sejarah yang sangat besar. Terlepas dari pembicaraan perdana menteri tentang diversifikasi, itu tetap menjadi daya tarik Kamboja yang paling banyak dikunjungi.

Pariwisata dilaporkan telah "memakan banyak korban" di kompleks candi. Pada 2019, Responsible Travel merilis peta yang mendokumentasikan lebih dari 90 destinasi di 60 negara yang menderita akibat pariwisata berlebihan, dan Angkor Wat ada di peta itu. Lonceng peringatan fenomena itu bahkan telah berbunyi selama bertahun-tahun.

Menurut Angkor Enterprise, harga tiket masuk ke Angkor Wat untuk satu hari senilai 37 dolar AS (Rp535 ribu), kunjungan tiga hari seharga 62 dolar AS (896 ribu), dan tujuh hari sebesar 70 dolar AS atau sekitar Rp1 jutaan. Kantor Tiket Angkor (Angkor Enterprise) adalah satu-satunya tempat turis dapat membeli tiket masuk Taman Arkeologi Angkor.

Dalam laman juga disebutkan bahwa tiket yang dibeli di tempat lain tidak berlaku. Kantor tiket terletak di Road 60, 4 kilometer dari pusat Siem Reap.

Jumlah turis asing yang membeli Angkor Pass dari 1 Januari 2022 hingga 6 Juni 2022 sebanyak 49.014 orang. Laporan Penjualan April 2022 dari situs arkeologi ini sebesar 537.040 dolar AS (Rp7,7 miliar).

Revitalisasi Angkor Wat

Angkor Wat Kamboja
Turis mengunjungi candi Angkor Wat di provinsi Siem Reap pada 16 Maret 2019. Angkor Wat memegang peranan penting bagi perekonomian Kamboja karena merupakan destinasi dari 50 % turis yang tiba di Kamboja. (TANG CHHIN Sothy / AFP)

Lebih dari 10 tahun lalu, Bank Dunia memperingatkan bahwa kuil-kuil seperti Bayon tenggelam ke dalam fondasinya karena hotel-hotel terdekat menguras reservoir bawah tanah. Dalam bukunya tahun 2013 Overbooked: The Exploding Business of Travel and Tourism, jurnalis Elizabeth Becker menyebut Kamboja sebagai "model pariwisata yang salah,' dengan alasan bahwa "ruang suci yang indah (Angkor) hilang di antara banyak orang asing."

Dua tahun sebelumnya, Otoritas Nasional Apsara menetapkan batas 300 orang di puncak Phnom Bakheng karena jumlah pencari matahari terbenam mengancam akan merusak kuil di sana. Meski merupakan awal yang baik, hal ini sama sekali tidak mampu membendung gelombang pariwisata berlebihan yang mengancam seluruh kompleks candi.

Anak tangga candi licin karena banyak turis yang melewatinya. Relief-relief tersebut jadi usang karena jumlah wisatawan yang telah menyentuhnya. Kekurangan air di Siem Reap hampir menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki juga.

Selama musim kemarau 2019, parit Angkor Wat kehilangan lebih dari 10 juta liter air, setara empat kolam renang ukuran Olimpiade. Kehilangan air ini mengancam fondasi dan keutuhan bangunan candi.

Dikutip dari AFP, pada April 2022, turis asing berkumpul di dekat menara kuno Angkor Wat Kamboja, segelintir orang yang beruntung melihat Situs Warisan Dunia dengan kerumunan tipis saat negara itu pulih dari Covid-19. Besar harapan bahwa kompleks candi, yang baru-baru ini direvitalisasi dari pekerjaan perbaikan, akan jadi ujung tombak pemulihan pariwisata setelah negara Asia Tenggara itu mulai dibuka kembali untuk pelancong November tahun lalu.

Beberapa pengunjung luar negeri sekali lagi menjelajahi situs suci, dengan banyak yang menyebutnya sebagai kesempatan unik. "Saya pikir ini adalah pengalaman sekali seumur hidup untuk benar-benar melihatnya dengan sedikit turis," kata turis Belgia Marjan Colombie pada AFP. "Ini sangat berbeda."

Terlepas dari biaya ekonomi yang sangat besar bagi Kamboja, pandemi telah menjadi keuntungan bagi pekerjaan renovasi dan konservasi di Angkor Wat. Badan pemerintah yang mengelola situs UNESCO mengatakan penutupan itu memberikan waktu dan ruang ekstra untuk pekerjaan perbaikan, pemeliharaan, dan berkebun.

"Kuil kami juga bisa beristirahat," kata juru bicara Otoritas APSARA Long Kosal. Pekerja memperbaiki menara yang runtuh dan memasang sistem air untuk menjaga rumput tetap hijau selama musim kemarau. Bisnis lokal di Siem Reap sekarang melihat peningkatan dalam pemesanan setelah Covid-19 menghancurkan pariwisata.

Machu Picchu

FOTO: Kembali Dibuka, Situs Arkeologi Machu Picchu Bermandikan Cahaya
Pemandangan situs arkeologi Machu Picchu di Cusco, Peru, 1 November 2020. Machu Picchu kembali dibuka di tengah pandemi virus corona COVID-19 yang mempengaruhi sektor pariwisata dengan parah. (ERNESTO BENAVIDES/AFP)

Dikutip dari CNBC, Senin (6/6/2022), pada dasarnya, siapa pun yang tiba di Machu Picchu diizinkan masuk, menurut laporan pada 2017 oleh Komite Warisan Dunia UNESCO. Situs web tiket Machu Picchu menjual 3.700 tiket sehari, tapi itu tidak termasuk 500 pengunjung harian yang mendaki ke situs tersebut, menurut laporan tersebut.

Lebih lanjut, laporan itu mengatakan tiket tambahan sedang dijual oleh perusahaan tur dan di lokasi itu sendiri. "Kami buka jam enam pagi, dan ada ratusan dan ratusan orang yang ingin masuk," kata Jose M. Bastante selaku conservator pada 2021 lalu.

Pada Juli 2020, otoritas Peru membatasi jumlah pengunjung situs ke Machu Picchu sejumlah 2.244 per hari. Tetapi bahkan perubahan itu tidak mengatasi masalah orang-orang yang lebih memilih untuk berkunjung pada waktu yang sama, terutama saat matahari terbit.

"Semua orang ingin menjadi yang pertama di Machu Picchu," katanya. "Kami buka jam enam pagi, dan ada ratusan yang ingin masuk, dengan antrian yang akan berlangsung selama dua jam."

Seolah-olah para pengunjung percaya bahwa "matahari akan terbit lebih awal dan menerangi Machu Picchu seperti di film," katanya, seraya menambahkan bahwa waktu terbaik untuk berkunjung sebenarnya adalah sore hari setelah kabut pagi hilang.

Aturan baru telah menyebabkan reaksi emosional dari wisatawan, beberapa di antaranya mungkin telah melintasi benua untuk melihat situs wisata paling terkenal di Peru. "Kami memiliki orang-orang di luar situs yang mengeluh dan menangis," kata Bastante dalam sebuah wawancara dengan The Getty Conservation Institute, beberapa waktu lalu. "Tapi kita tidak bisa melawan kapasitas kita yang sudah mapan."

Meski aturan baru membatasi jumlah wisatawan, otoritas situs berencana untuk meningkatkan kapasitas ke Machu Picchu di masa depan. Sebuah pusat pengunjung baru, yang dijadwalkan untuk memulai pembangunan tahun lalu, memungkinkan sekitar 6.000 pengunjung setiap hari untuk mengunjungi Machu Picchu, kata Bastante.

Infografis: Warisan Budaya Indonesia yang Sudah Diakui UNESCO
Infografis: Warisan Budaya Indonesia yang Sudah Diakui UNESCO
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya