Liputan6.com, Jakarta - Ratusan perempuan dari berbagai komunitas perempuan berkebaya yang tergabung dalam koalisi tradisikebaya.id, menari dan berdansa dalam acara Kebaya Berdansa di Tribeca Park, Central Park, Jakarta Barat, Sabtu, 27 Agustus 2022. Acara digelar sebagai bagian kampanye mendorong kebaya sebagai warisan budaya takbenda oleh UNESCO.
"Hari ini senang sekali ya, ramai di luar dugaan semuanya bergembira dan semuanya memakai kebaya, dan kebaya ternyata sangat luwes bisa dipakai di event apa saja," kata Karlina Puspa, Ketua Umum Forum Bhinneka Indonesia (FORBHIN), dalam rilis yang diterima Liputan6.com, Senin (29/8/2022).
"Harapannya ke depan ayo kita bersama-sama memperjuangkan sampai ke UNESCO dan kebaya menjadi sah milik Indonesia menjadi ciri khas dan identitas perempuan Indonesia. Kebaya adalah Indonesia," ia menambahkan.
Advertisement
Baca Juga
Acara tersebut juga dihadiri Deputi V bidang Politik, Hukum, Keamanan, Pertahanan dan Hak Asasi Manusia Kantor Staf Presiden Republik Indonesia, Jaleswari Pramodhawardani. Ia menilai kebaya adalah bagian tidak terpisahkan dari identitas perempuan Indonesia dan tak lekang oleh zaman.
"Bagi seorang perempuan, berkebaya tidak saja untuk mengartikulasikan dirinya melalui pakaian, tetapi juga memiliki makna yang lebih luas mulai dari wujud identitas hingga kecintaan pada budaya bangsa," ia menuturkan.
Jaleswari mengatakan bahwa gaung Kebaya Goes to UNESCO sejalan dengan perspektif pemerintah pada misi bersama dalam menjaga kepemilikan serta menduniakan kebaya. Ia menilai saat ini sangat pas untuk memperkenalkan budaya Indonesia kepada dunia, terutama Indonesia sedang di puncak kepemimpinan global maupun regional.
"Saya rasa mendapatkan pengakuan dari UNESCO atas kebaya sebagai warisan budaya tak benda dari Indonesia merupakan langkah holistik yang harus terus kita upayakan dalam mendukung penguatan soft power Indonesia," ucapnya.
Semua Genre
Senada dengan Karlina, Ketua Umum Asosiasi Komunitas Musisi Indie Kreatif (ASKOMIK), Gatut Suryo juga mengaku senang dengan keberhasilan acara Kebaya Berdansa. Ia menyebut acara itu menunjukkan bahwa kebaya bisa dipadukan dengan jenis musik apapun, dan bisa digunakan di kegiatan mana pun.
"Kebaya itu dari dulu sebenarnya dari zaman nenek moyang kita itu sudah dipakai di kegiatan apa saja sehari-hari, sampai berdansa pun. Jadi, kebaya itu tetap masuk ke semua genre," tambah Gatut.
Silviyanti Dwi Aryati selaku Asst. Marcomm & Relations General Manager Central Park dan Neo Soho Mall mengaku sangat senang dan ikut mendukung Gerakan Kebaya Goes to UNESCO lewat berbagai kegiatan yang diselenggarakan di Central Park.
"Kebaya Berdansa adalah salah satu gerakan mendukung kampanye Kebaya Goes To Unesco yang juga termasuk dalam rangkaian besar Central Park dan Neo Soho Mall selama bulan Agustus 2022 dengan tujuan agar dunia mengetahui bahwa kebaya milik Indonesia dan identitas perempuan Indonesia," ungkapnya.
Advertisement
Pengajuan Mandiri
Dalam kesempatan berbeda, Komisi X DPR RI menyatakan dukungannya atas usulan pengajuan kebaya ke UNESCO dilakukan secara mandiri (single nomination) dan menolak dilakukan bersama-sama dengan negara lain. Hal itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Kebaya Foundation dan Tim Nasional Hari Kebaya Nasional, Kamis, 25 Agustus 2022.
"Kebaya itu harga mati milik Indonesia karena itu kita mengambil sikap tegas mendaftarkan kebaya ke UNESCO secara single nomination," ujar Ketua Komisi X Agustina Wilujeng Pramestuti saat memimpin rapat, dari rilis yang diterima Liputan6.com.
Ia mengatakan, meskipun mendaftarkannya sulit, memakan waktu lama dan antrinya panjang, tetap harus dilakukan secara sendiri. "Yang penting tetap semangat dan terus bergerak dan ini juga bisa sekaligus meningkatkan perekonomian bangsa melalui kebaya," ujar Agustina.
Pendapat DPR didasarkan pada sejarah bahwa kebaya sudah digunakan perempuan Indonesia di berbagai daerah di Nusantara sejak abad ke-15. Ketua Kebaya Foundation, Tuti Roosdiono menambahkan bahwa kebaya digunakan bukan hanya sebagai pakaian tapi juga sebagai tradisi dalam berbagai kehidupan rakyat Indonesia dan juga dalam ritual keagamaan.
Bias Riwayat Budaya
Penolakan usulan pengajuan bersama kebaya dengan negara lain (multination) sebagai Warisan Budaya Dunia Takbenda UNESCO juga disuarakan oleh Yayasan Kebudayaan Rancage, salah satu anggota Koalisi Tradisikebaya.id. Wakil ketua yayasan, Etti RS menyebut sekalipun pengajuan usulan ke UNESCO merupakan otoritas pemerintah, masyarakat juga berhak berpendapat.
Proses pengusulannya juga semestinya melibatkan segenap masyarakat karena setiap negara memiliki kekhasan budaya yang dilatari pola kehidupan masyarakat setempat.
"Pengajuan kebaya ke UNESCO oleh beberapa negara dapat membiaskan riwayat budaya, dari mana sesungguhnya asal mula busana tersebut? Selain itu, apabila diakui oleh banyak negara, mungkin saja kebaya tidak lagi menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia, bukan lagi bagian dari jati diri bangsa. Karena itu, saya kira akan banyak komunitas yang menolak wacana ini," ucap Etti.
Dia menilai jika wacana 'milik bersama' itu terus dilanjutkan, dapat berdampak pada warisan budaya Indonesia lainnya. Ia khawatir generasi mendatang akan kehilangan akar karena tidak bisa lagi membedakan mana budaya asli nenek moyangnya dan mana budaya dari bangsa lain.
"Kita harus menjaga identitas tersebut. Sebab jika identitas kita sudah hilang, maka bisa hilang segalanya," ia menyambung.
Advertisement