Liputan6.com, Jakarta - Busana kebaya bersiap menyusul batik sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda dari UNESCO. Kebaya merupakan salah satu pakaian tradisional dari Indonesia. Sejumlah kegiatan untuk melestarikan kebaya pun telah dilakukan oleh sejumlah pihak.
Bahkan beberapa waktu terakhir tagar Kebaya Goes to UNESCO pun mulai digaungkan di media sosial. Misalnya sejumlah selebriti yang beramai-ramai mengunggah foto berkebaya untuk mengajak masyarakat menggunakan kebaya.
Perancang busana, Musa Widyatmodjo mengapresiasi langkah masyarakat yang meramaikan kegiatan menggunakan kebaya dalam kegiatan sehari-hari. Kendati begitu, dia menyayangkan banyaknya masyarakat yang tidak dapat membedakan antara baju kurung dan kebaya.
Advertisement
"Banyak yang saya lihat kita mempromosikannya kebaya-kebaya tapi yang dipakai baju kurung, itu juga salah," kata Musa kepada Liputan6.com.
Dia menambahkan, "Karena baju kurung dengan kebaya berbeda dan saya sedih sekali melihat banyaknya wanita-wanita Indonesia yang semangat mempromosikan kebaya-kebaya go UNESCO tetapi saya lihat itu ada beberapa di antara mereka yang justru memakainya baju kurung, bukan baju kebaya."
Selain itu, Musa juga mengharapkan agar dengan adanya rencana pengajuan kebaya ke UNESCO dapat memberikan edukasi dan pemahaman kepada masyarakat mengenai peran salah satu busana tradisional tersebut. Seperti halnya pemahaman dalam berbusana kebaya yang baik dan benar.
"Berkebaya itu bukan soal pakem, peraturan (yang) ketat, repot, dan sebagainya, bukan. Tetapi, lebih kepada bagaimana kita memahami kapan, di mana, dan saat apa kita memakai kebaya. Boleh enggak kebaya dengan celana pendek terus memakai sendal jepit? Boleh, tidak ada yang melarang," ucap dia.
Secara fesyen, Musa menyebut masyarakat dapat mengekspresikan busana kebaya sesuai keinginannya. "Dengan kata lain jangan dibikin rumit. Memang, berkebaya itu tidak rumit, kayak bersanggul, sanggul itu rumit, repot, harus disunggar, disasak. Iya, kalau memang melakukan upacara prosesi Jawa," papar dia.
Penolakan Pengajuan Secara Bersama dengan Negara Lain
Sebelumnya, wacana pemerintah untuk mengajukan kebaya secara bersama-sama dengan negara lain (multination) sebagai Warisan Budaya Dunia Takbenda UNESCO terus mengalami penolakan. Suara kontra itu turut disampaikan oleh Yayasan Kebudayaan Rancage, salah satu anggota Koalisi Tradisikebaya.id.
Wakil ketua yayasan, Etti RS menyebut sekalipun pengajuan usulan ke UNESCO merupakan otoritas pemerintah, masyarakat juga berhak berpendapat. Proses pengusulannya juga semestinya melibatkan segenap masyarakat karena setiap negara memiliki kekhasan budaya yang dilatari pola kehidupan masyarakat setempat.
"Pengajuan kebaya ke UNESCO oleh beberapa negara dapat membiaskan riwayat budaya, dari mana sesungguhnya asal mula busana tersebut? Selain itu, apabila diakui oleh banyak negara, mungkin saja kebaya tidak lagi menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia, bukan lagi bagian dari jati diri bangsa. Karena itu, saya kira akan banyak komunitas yang menolak wacana ini," ucap Etti dalam rilis yang diterima Liputan6.com, Selasa, 16 Agustus 2022.
Dia menilai jika wacana 'milik bersama' itu terus dilanjutkan, dapat berdampak pada warisan budaya Indonesia lainnya. Ia khawatir generasi mendatang akan kehilangan akar karena tidak bisa lagi membedakan mana budaya asli nenek moyangnya dan mana budaya dari bangsa lain.
"Sejak beberapa waktu lalu, kita sering didera masalah jati diri. Misalnya, klaim sebagian wilayah tanah air oleh negara lain, bahasa Indonesia yang didesak bahasa asing, lebih mencintai produk luar negeri daripada produk bangsa sendiri, dan sebagainya. Demikian pula dalam bidang budaya," kata dia.
"Kita harus menjaga identitas tersebut. Sebab jika identitas kita sudah hilang, maka bisa hilang segalanya," ia menyambung.
tempat terpisah, aktris Dian Sastrowardoyo yang juga tergabung dalam Koalisi Tradisikebaya.id mengajak seluruh masyarakat menjadikan kebaya sebagai busana kebanggaan bangsa Indonesia. Dia berharap pemerintah mencanangkan kebaya sebagai pakaian wajib yang digunakan pada hari-hari tertentu, seperti halnya batik.
"Kalau bisa, suatu hari dicanangkan sama pemerintah, busana nasional atau kebaya wajib (digunakan) satu atau dua hari dalam seminggu, supaya kita tuh balik ke tradisi, ke adat. Karena itu yang justru membedakan kita dari bangsa-bangsa lain," ucapnya.
Menurut Dian, hal itu merupakan salah satu bukti ke UNESCO bahwa banyak masyarakat Indonesia yang berkebaya. Dia juga mengajak masyarakat Indonesia berperan serta dalam gerakan “Kebaya Goes to UNESCO” dengan mengunggah foto di laman tradisikebaya.id.
"Aku mau ngajakin kalian semua para perempuan di Indonesia, untuk bisa berpartisipasi dalam pengajuan Kebaya. Agar ditetapkan sebagai warisan budaya dunia tak benda oleh UNESCO," ujarnya.
Dukungan terhadap Gerakan Kebaya Goes to UNESCO bisa disampaikan lewat foto diri saat berkebaya dan diunggah di laman tradisikebaya.id. Gerakan itu berlangsung sejak 9 Agustus 2022 hingga 9 Desember 2022.
Advertisement