Studi: Plastik yang Dapat Jadi Kompos Tidak Sesuai Klaim Ramah Lingkungannya

Tidak seperti plastik konvensional, produk alternatif ini sebagian besar malah tidak diatur, terlepas dari manfaat yang diiklankan.

oleh Asnida Riani diperbarui 11 Nov 2022, 04:01 WIB
Diterbitkan 11 Nov 2022, 04:01 WIB
Rasa Malas yang Akut
Ilustrasi plastik kompos/credit: Freepik.com

Liputan6.com, Jakarta - Plastik sekali pakai telah menjelma jadi masalah lingkungan yang serius. Proses pembuatannya tidak hanya mengeluarkan sejumlah besar gas yang menghangatkan planet, tapi juga membutuhkan waktu berabad-abad untuk terurai.

Ketika permintaan untuk aksi iklim meningkat dan bahaya plastik jadi lebih jelas, konsumen beralih ke apa yang disebut alternatif yang dapat dikomposkan dan biodegradable. Ini termasuk wadah makanan, cangkir, piring, peralatan makan dan tas, dengan harapan dapat mengurangi krisis iklim dan lingkungan lebih lanjut.

Namun, seperti dilansir dari CNN, Selasa, 8 November 2022, peneliti mengatakan produk tersebut juga bermasalah. Sebuah studi baru yang dilakukan di Inggris menemukan bahwa 60 persen produk yang diberi label sebagai biodegradable tidak sepenuhnya terurai dalam kompos rumah.

Tidak seperti plastik konvensional, produk alternatif ini sebagian besar tidak diatur, terlepas dari manfaatnya yang diiklankan. "Di lab, di mana (plastik-plastik ini) telah diuji dan dibiayai produsen, mereka berperilaku dalam satu cara dan telah dimaksudkan untuk diproses di komposter rumah," Danielle Purkiss, peneliti dan penulis utama penelitian tersebut, mengatakan.

Ia menyambung, "Tapi, yang terjadi adalah kami telah melihat banyak kemasan dengan sertifikasi ini masih tidak rusak dalam kondisi pengomposan rumah yang berbeda." Studi ini menunjukkan "ada masalah dengan pengujian laboratorium versus kondisi dunia nyata di mana bahan-bahan ini dibuang."

Meski kemasan dan sendok garpu yang dapat dikomposkan dan biodegradable disebut-sebut ramah lingkungan, mereka masih membutuhkan sumber daya dan energi yang intensif untuk diproduksi, menurut Judith Enck, mantan administrator regional Badan Perlindungan Lingkungan dan sekarang presiden Beyond Plastics, sebuah organisasi nirlaba yang berfokus pada pada penelitian dan pendidikan konsumen.

 

Praktik Greenwashing

bekal wadah plastik
ilustrasi wadah plastik/Photo by S'well on Unsplash

Selain gas rumah kaca yang dilepaskan dari fasilitas industri yang membuat produk ini, tanaman yang digunakan sebagai bahan baku, seperti jagung atau bit gula, juga membutuhkan sejumlah besar bahan bakar fosil, lahan pertanian, dan air untuk membuatnya. "Semua sumber daya yang sebenarnya dapat diproses jadi makanan," kata Enck.

Meski kompos masih sedikit lebih baik daripada plastik konvensional, Enck mengatakan, "Orang tidak boleh membodohi diri sendiri dengan berpikir bahwa itu benar-benar jadi kompos. Ada sedikit greenwashing yang terjadi di sini."

Para peneliti mengatakan, pesannya belum jelas tentang seberapa berkelanjutan opsi plastik yang dapat dikomposkan ini. Salah satu temuan utama dari laporan tersebut, kata Purkiss, adalah orang-orang bingung dan tidak tahu arti label pada barang-barang plastik yang dapat dikomposkan dan yang dapat terurai.

Intinya, perusahaan masih menggunakan beberapa bahan bakar fosil dalam produk ini, namun terus memasarkannya sebagai produk berkelanjutan, yang mengarah pada pembuangan sampah plastik yang tidak tepat. Plastik biodegradable, misalnya, sementara berbasis bio, itu masih dibuat setidaknya sebagian dengan bahan bakar fosil.

 

Mengurangi Dampak Lingkungan

Teh keju
Ilustrasi kemasan plastik. (Foto: pixabay)

Pada akhirnya, produk yang dapat dikomposkan dirancang untuk terurai sepenuhnya hanya di fasilitas kompos industri yang mengatur suhu demi mencapai efisiensi pengomposan puncak. Tapi, sebagian besar produk ini tidak berakhir di sana, kata Enck dan Purkiss.

Plastik kompos kebanyakan berakhir di tempat pembuangan sampah biasa yang akan bertahan selama bertahun-tahun, seperti halnya plastik konvensional. Atau, produk tersebut akan dibakar di insinerator sampah dan menghasilkan metana, gas rumah kaca yang kuat.

"Saya sedih mengatakan ini karena saya ingin alternatif non-plastik bekerja efektif," kata Enck, "Tapi, sebenarnya tidak ada yang namanya plastik biodegradable, dan kemasan kompos benar-benar hanya dikomposkan di fasilitas pengomposan suhu tinggi."

Para ahli yang berbicara pada CNN mengatakan fakta bahwa orang sudah bersedia untuk beralih dari plastik sekali pakai ke pilihan yang lebih berkelanjutan adalah langkah pertama yang bagus. Selain, ada juga cara lain untuk mengurangi dampak lingkungan.

Pentingnya Memilih

Ilustrasi wadah penyimpanan makanan
Ilustrasi wadah plastik/Istimewa.

Purkiss juga mengatakan, penting bagi konsumen untuk memilih. "Seorang warga memiliki banyak cara untuk memengaruhi perubahan, dan salah satu cara mereka benar-benar dapat memengaruhi perilaku adalah melalui keputusan pembelian mereka," kata Purkiss. "Mereka perlu memberi tekanan pada produsen dan bisnis untuk bergerak menuju model berkelanjutan yang lebih baik."

Beberapa cara lain untuk mengurangi jumlah plastik dalam kehidupan sehari-hari Anda, yakni jangan memakai plastik biodegradable. Ini keliru, kata Enck. Sebagai gantinya, gunakan barang yang dapat digunakan kembali atau isi ulang jika Anda bisa, atau pilih kemasan yang terbuat dari bahan daur ulang dan dapat dengan mudah didaur ulang.

Lalu, siapkan barang yang dapat digunakan kembali dan isi ulang. Bawalah tas yang dapat digunakan kembali saat Anda pergi ke toko kelontong. Gunakan mug isi ulang atau cangkir termos untuk kopi atau teh Anda saat bepergian, dan hal yang sama berlaku untuk botol air isi ulang.

Pilih kemasan kertas daripada plastik. Jika melihat dua versi dari produk yang sama dan satu dikemas dalam kertas atau karton dan yang lainnya dalam plastik, pilihannya jelas. 

Terakhir, bawa peralatan makan atau wadah makan Anda sendiri. Tidak semua restoran mengizinkan ini, kata Enck, tapi penting untuk mendukung restoran yang mengizinkannya.

Infografis Indonesia Sumbang Sampah Plastik Terbesar Kedua Sejagat
Infografis Indonesia Sumbang Sampah Plastik Terbesar Kedua Sejagat. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya