Cerita Legenda Bakpao Hoki Penolak Bala di Cheung Chau Hong Kong

Tradisi mempersembahkan bakpao hoki masih berlanjut di Cheung Chau, Hong Kong sebagai gelaran festival tahunan.

oleh Asnida Riani diperbarui 25 Feb 2023, 22:00 WIB
Diterbitkan 25 Feb 2023, 22:00 WIB
Hong Kong
Martin Kwok berpose bersama roti keberuntungan di depan toko legendarisnya, Kwok Kam Kee Cake Shop, di Cheung Chau, Hong Kong. (Liputan6.com/Asnida Riani)

Liputan6.com, Hong Kong - Toko kue legendaris, Kwok Kam Kee, jadi satu dari sedikit toko di sepanjang Pak She St, Cheung Chau, Hong Kong yang buka pada Rabu siang, 15 Februari 2023. Sebagai destinasi akhir pekan, menurut pramuwisata setempat, Carolus Chui, sebagian besar toko di pulau berbentuk serupa lonceng kecil itu memang tutup di hari kerja.

"Ini (Kwok Kam Kee) buka karena kita sudah janjian. Kalau tidak, hari ini mereka juga tutup," katanya di sela agenda Hong Kong Tourism Board (HKTB) media fam trip, Rabu, 15 Februari 2023. Syukurlah, pikir saya, karena dengan begitu, cukup banyak orang jadi mengantre untuk mencicip ragam produk kue yang dari harumnya saja sudah menggoda.

Berbicara tentang Kwok Kam Kee, eksistensi toko roti yang sudah berusia 40 tahun ini lekat dengan bakpao hoki. Pemiliknya sekarang, yang merupakan generasi kedua, Martin Kwok, mengungkap cerita legenda yang menyertai si "bakpao hoki."

"Legenda mengatakan bahwa wabah menyerang Cheung Chau lebih dari seabad lalu selama dinasti Qing (1644--1911)," kata Kwok. "Demi menenangkan dewa dan roh yang marah, bakpao dibuat sebagai persembahan."

Itu sepertinya berhasil, karena tidak lama setelahnya, wabah mereda, sambung Kwok. Akhirnya, tradisi mempersembahkan "bakpao hoki" penolak bala pun berlanjut hingga sekarang.

Secara tradisional, kudapan ini dibuat dari tepung beras berisi isian manis, lalu dibubuhi stempel merah bundar dengan karakter Cina "ping on," yang berarti "keselamatan" dalam Bahasa Indonesia. Varian isinya termasuk kacang merah, biji wijen, dan biji teratai.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pertimbangan Keberlanjutan

Hong Kong
Kwok Kam Kee, toko roti legendaris pembuat bakpao hoki di Cheung Chau, Hong Kong. (Liputan6.com/Asnida Riani)

Sayang, saya tidak berkesempatan mencicip bapao hoki yang secara penyajian harus dikukus lagi itu. Alih-alih, saya mencoba egg tart mereka yang bisa dibeli seharga empat dolar Hong Kong (sekitar Rp7 ribu-an). Alih-alih susu, rasa telurnya lebih mendominasi, dengan tekstur isian yang tidak terlalu kenyal.

Tidak hanya dijual secara konvensional, bakpao hoki juga merupakan aktor utama dalam festival tahunan, Cheung Chau Bun Festival, yang biasanya diadakan pada akhir April atau awal Mei. Waktu ini dijelaskan menandai hari ke-8 bulan keempat kalender Lunar, yang bertepatan dengan Hari Lahir Buddha.

Toko roti Kwok menghasilkan sekitar 30 ribu roti tanpa henti untuk memenuhi permintaan selama festival. Ini difokuskan tidak hanya untuk menegakkan tradisi Hong Kong, tapi juga memperkenalkan banyak perubahan yang telah membantu memperluas daya tarik bisnis itu.

Agenda utama lainnya selama festival adalah lomba memanjat "menara bakpao," dan merebut roti sebanyak mungkin, terutama yang paling berharga di puncak menara. Atas pertimbangan keberlanjutan, menara bakpao hoki itu sekarang diganti dengan replika roti supaya tidak menghasilkan sampah makanan.


Berjalan di Sekitar Pulau

Hong Kong
Pantai Tung Wan, Cheung Chau, Hong Kong. (Liputan6.com/Asnida Riani)  

Kwok Kam Kee sebenarnya merupakan perhentian terakhir saya di Cheung Chau. Sesampainya di pulau berjarak 30 menit perjalanan feri cepat dari Hong Kong Island itu, saya sudah lebih dulu berjalan-jalan di sekitar pelabuhan.

Rombongan juga sempat mampir ke Pantai Tung Wan yang anginnya cukup membuat tubuh menggigil, mengingat Februari masih masuk bulan musim dingin di wilayah administrasi khusus China tersebut. Hamparan pasir putihnya cukup panjang, berwarna kontras dengan laut turquoise yang menyejukkan mata.

Setelah itu, kami bertolak untuk hiking santai ke Mini Great Wall. Jalurnya sudah terfasilitasi baik, dengan tangga dan jalan landai sesekali. Setelah 15 menit, saya sudah sampai di salah satu titik panoramanya yang memperlihatkan lanskap laut dari ketinggian.

Turun dari puncak, yang juga membutuhkan waktu kurang lebih 15 menit, perjalanan berlanjut ke area rumah penduduk lokal. Satu yang menarik perhatian saya adalah beberapa rumah memajang, entah tanaman atau hiasan, yang berjajar di pagar rumah. Ada batu bertumpuk sampai hiasan kodok kecil berbagai pose.


Pulau Bebas Kendaraan

Cheung Chau
Jalan kecil di Cheung Chau, Hong Kong. (Liputan6.com/Asnida Riani)

Kembali mendekat ke arah pelabuhan, pemandangannya berubah jadi banyak toko yang sayangnya tutup di hari itu. Karenanya, Carolus menyarankan pergi di akhir pekan untuk "benar-benar menikmati suasana meriah Cheung Chau."

Di hari itu, hanya ada beberapa kedai camilan maupun toko penjual ikan asin yang buka. Selain, ada pula berbagai outlet kerajinan tangan yang produknya cukup kekinian, seperti totebag denim yang berdesain unik.

Yang tetap ramai tentu deretan restoran makanan laut di dekat pelabuhan. "Semua restoran kurang lebih menyajikan makanan laut yang sama. Mungkin tidak semua penjualnya lancar berbahasa Inggris, tapi semua menunya ada di gambar, jadi tinggal tunjuk saja," katanya.

Setengah hari di Cheung Chau, saya sempat lupa bahwa representasi utama Hong Kong adalah tentang lanskap metropolitannya. Pasalnya, suasana pulau ini terasa begitu akrab. Sebagai catatan, wilayah yang juga dikenal sebagai "long island" ini merupakan pulau bebas kendaraan.

Pun ada, semua ukurannya diperkecil, mengingat ukuran jalan di Cheung Chau memang tidak sebegitu lapang, kata Carolus, dan benar saja. Saya cukup keheranan melihat mobil polisi, ambulans, dan mobil pemadam kebakaran dalam versi mini.

Selain berjalan kaki, sepeda jadi transportasi andalan di sini. Jadwal feri ke Cheung Chau cukup banyak, Anda bisa mengeceknya di sunferry.com.hk dengan harga tiket berkisar 6,7--26,2 dolar Hong Kong (sekitar hampir Rp13 ribu--Rp49 ribu).

Infografis Destinasi Wisata Urban
Wisata urban adalah wisata yang menjadikan ruang-ruang publik kota dan pengalaman hidup di perkotaan sebagai atraksi utama. (Dok: Liputan6.com/Trisyani)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya