Sosok Kontroversial Gabriel Attal, PM Prancis Termuda yang Usulkan Larangan Abaya bagi Muslim di Sekolah

Gabriel Attal jadi perdana menteri Prancis pertama yang secara terbuka mengakui sebagai gay. Ia adalah anak sineas ternama Prancis keturunan yahudi-Tunisia.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 10 Jan 2024, 09:38 WIB
Diterbitkan 10 Jan 2024, 09:37 WIB
Gabriel Attal ditunjuk sebagai perdana menteri (PM) Prancis yang baru. Ia tercatat sebagai PM termuda dalam sejarah Prancis, usianya baru 34 tahun. (Francois Mori/AP)
Gabriel Attal ditunjuk sebagai perdana menteri (PM) Prancis yang baru. Ia tercatat sebagai PM termuda dalam sejarah Prancis, usianya baru 34 tahun. (Francois Mori/AP)

Liputan6.com, Jakarta - Makin banyak figur muda memegang jabatan penting, tak terkecuali dengan Gabriel Attal. Ia baru saja diangkat sebagai Perdana Menteri (PM) Prancis menggantikan Elisabeth Borne, sekaligus mencetak sejarah sebagai PM Prancis termuda di usianya yang menginjak 34 tahun.

Lelaki kelahiran Clamart, Prancis, pada 16 Maret 1989 itu dibesarkan di Paris bersama tiga adik perempuannya. Ayahnya, Yves Attal, adalah produser film keturunan Yahudi-Tunisia yang meninggal pada 2015. Sementara, ibunya, Marie de Couriss, juga bekerja di industri film dan berasal dari keluarga Kristen Ortodoks di Odesa.

Mengutip France24, Rabu (10/1/2024), Attal menjalani pendidikan di Ecole Alsacienne, sebuah sekolah swasta di jantung ibu kota Prancis. Ia melanjutkan pendidikannya dan lulus dari kampus bergengsi, Universitas Sciences Po.

Popularitas Attal menanjak dengan cepat setelah ia ditunjuk sebagai juru bicara pemerintah oleh mantan PM Jean Castex selama pandemi COVID-19 yang merenggut 166.176 nyawa di Prancis. Namun, sosoknya tidak bebas kontroversi.

Saat menjabat sebagai menteri muda di kantor anggaran periode 2022--2023, Attal membela RUU reformasi pensiun Presiden Emmanuel Macron yang sangat kontroversial. Pada Juli 2023, ia diangkat jadi menteri pendidikan, salah satu posisi kabinet yang paling berpengaruh dan sensitif secara politik.

Langkahnya yang paling kontroversial terjadi kurang dari dua bulan setelah ia menjabat, dengan melarang murid-murid perempuan Muslim mengenakan abaya. Larangan itu memicu gelombang kemarahan di seluruh negeri.

Para kritikus berpendapat bahwa pakaian longgar tersebut bukan merupakan tampilan agama yang 'mewah' (dilarang di sekolah-sekolah Prancis sejak 2004) dan tidak seharusnya dilarang. Namun, popularitasnya juga makin melesat di kalangan pemilih sayap kanan, meski Attal berasal dari sayap kiri.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Mengaku Pernah Di-bully di Sekolah

Sosok Kontroversial Gabriel Attal PM Prancis Termuda, Pengusul Larangan Abaya bagi Muslim di Sekolah
PM Prancis Gabriel Attal. (dok. Instagram @gabrielattal/https://www.instagram.com/p/CkjSQBEKes3/?hl=en&img_index=1/Dinny Mutiah)

Kebijakan itu diambil seiring meningkatnya kasus kekerasan di sekolah umum di Prancis, khususnya kekerasan yang terjadi antara siswa dan guru. Salah satunya adalah kasus anak usia 12 tahun yang mengancam gurunya di sekolah dengan pisau dapur di Prancis utara.

Di sisi lain, Attal mengaku pernah dirundung di sekolah. Ia pun berjanji untuk memprioritaskan mengatasi masalah bullying setelah sederet kasus siswa bunuh diri terjadi dan jadi berita utama dalam beberapa tahun. Ia telah bekerja sama dalam mengatasi masalah ini dengan Ibu Negara Brigitte Macron, yang memiliki minat kuat pada isu tersebut sebagai mantan guru.

Attal adalah perdana menteri Prancis pertama yang secara terbuka menyatakan dirinya gay dan menjalin kemitraan sipil dengan Stéphane Séjourné, seorang anggota parlemen berusia 38 tahun dan sekretaris jenderal partai Renaissance yang berkuasa di Macron. Hubungan Attal terungkap ketika seorang teman lamanya menerbitkan sebuah buku pada 2018. Saat itu, ia menjabat sebagai menteri junior di kementerian pendidikan selama mandat pertama Macron.


Perjalanan Karier Politik Gabriel Attal

Gabriel Attal ditunjuk sebagai perdana menteri (PM) Prancis yang baru. Ia tercatat sebagai PM termuda dalam sejarah Prancis, usianya baru 34 tahun. (Bertrand Guay/AFP)
Gabriel Attal ditunjuk sebagai perdana menteri (PM) Prancis yang baru. Ia tercatat sebagai PM termuda dalam sejarah Prancis, usianya baru 34 tahun. (Bertrand Guay/AFP)

Attal merintis karier politiknya pada usia 17 tahun, bergabung dengan Partai Sosialis. Ia merupakan pendukung calon presiden Segolene Royal dalam pemilihan presiden 2017.

Marisol Touraine, mantan menteri kesehatan di bawah pemerintahan François Hollande dan ibu dari salah satu teman sekelasnya, menawarkan pekerjaan sebagai staf magang pada 2012. Ia berhasil jadi pegawai tetap di kementerian pada usia 23 tahun. Di waktu bersamaan, ia juga jadi anggota dewan lokal di Vanves, sebuah kotamadya di pinggiran barat daya Paris.

Attal adalah salah satu orang pertama yang meninggalkan Partai Sosialis dan bergabung dengan gerakan Partai "En Marche!" pada 2016. Setahun kemudian, ia terpilih sebagai anggota Majelis Nasional (majelis rendah parlemen Prancis).

Kariernya makin menanjak dengan jadi wakil menteri pendidikan di usia 29 tahun, menandainya sebagai anggota pemerintahan termuda di bawah Republik Kelima pascaperang. Attal adalah tokoh paling populer di pemerintahan, dengan lebih dari sepertiga responden jajak pendapat mendukung kemungkinan pengangkatannya sebagai perdana menteri dalam survei Odoxa yang diterbitkan minggu lalu.

"Muda, opini publik, dan kapasitas nyata atau potensi untuk memimpin kampanye pemilu Eropa menjadi faktor penentu dalam pilihan ini," kata seorang sumber yang dekat dengan kepresidenan pada AFP.


Tugas Macron untuk Attal

Sosok Kontroversial Gabriel Attal PM Prancis Termuda, Pengusul Larangan Abaya bagi Muslim di Sekolah
PM Prancis Gabriel Attal. (dok. Instagram @gabrielattal/https://www.instagram.com/p/CkjSQBEKes3/?hl=en&img_index=1/Dinny Mutiah)

Sementara itu, Macron mengandalkan Attal untuk meremajakan pemerintahannya, salah satunya dengan menarik demografi pemilih muda yang kecewa, terutama menjelang pemilihan parlemen Uni Eropa yang penting pada Juni 2024. Tugas Attal yang paling mendesak adalah memastikan bahwa pemerintahan Macron yang tidak populer berada dalam posisi untuk mengungguli partai sayap kanan National Rally, Marine Le Pen, yang terus memperkuat platform anti-imigrasi dan anti-Islam.

Seperti halnya di negara-negara lain di Eropa, kelompok sayap kanan Perancis juga mendapat manfaat dari krisis biaya hidup global, permasalahan imigrasi, dan kebencian yang membara terhadap kelompok politik, dan presiden, yang dianggap tidak bisa dijangkau. Tingkat kepercayaan Macron di kalangan masyarakat turun lagi pada Januari jadi 27 persen, menurut jajak pendapat bulanan Elabe untuk surat kabar bisnis Les Echos.

Pada hari yang sama ketika Attal mulai menjabat, sekutu utama Macron memperingatkan bahwa Eropa berisiko jadi "tidak dapat dikendalikan" karena perolehan partai-partai sayap kanan dalam pemilu UE mengancam melemahkan struktur integrasi Eropa.

Mengonfirmasi pilihannya atas Attal dalam sebuah cuitan di X, sebelumnya Twitter, Macron berbicara langsung pada menteri pendidikan muda yang akan segera pensiun tersebut, mengatakan bahwa ia tahu ia dapat mengandalkan "energi dan komitmen" Attal untuk mengembalikan semangat "keunggulan dan keberanian" dari 2017, ketika Macron menjabat sebagai presiden pertama kali.

Infografis Jaringan isis di Belgia dan Prancis
Infografis Jaringan isis di Belgia dan Prancis (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya