Kebijakan Trump Guncang Pendidikan Tinggi AS: Kampus Elite Dunia Melawan

Apa persisnya kebijakan kontroversial Trump dalam lingkup dunia akademik? Berikut penjelasannya.

oleh Khairisa Ferida Diperbarui 16 Apr 2025, 08:57 WIB
Diterbitkan 16 Apr 2025, 08:54 WIB
Universitas Harvard di Amerika Serikat
Universitas Harvard di Cambridge, Amerika Serikat. (Dok. Scott Eisen/AFP)... Selengkapnya

Liputan6.com, Washington, DC - Ketegangan menyelimuti dunia akademik Amerika Serikat (AS) ketika pemerintahan Donald Trump membekukan lebih dari USD 2 miliar dana hibah dan kontrak multi-tahun untuk Universitas Harvard setelah pimpinannya menolak melakukan perubahan kebijakan kunci yang juga dituntut oleh Gedung Putih terhadap perguruan tinggi elite lainnya di AS.

Harvard menolak menghapus program keragaman, kesetaraan, dan inklusi (DEI), melarang pemakaian masker dalam unjuk rasa di kampus, menerapkan penerimaan mahasiswa dan perekrutan staf berbasis sistem seleksi yang murni berdasarkan kemampuan/prestasi akademik atau profesional, serta mengurangi pengaruh dosen dan pejabat kampus yang disebut pemerintahan Trump lebih berkomitmen pada aktivisme daripada akademik.

"Universitas tidak akan menyerahkan kemandirian atau hak konstitusionalnya," ungkap Presiden Harvard Alan M. Garber pada Senin (14/4/2025), seperti dilansir CNN.

Harvard menjadi universitas elite pertama di AS yang menolak tuntutan Gedung Putih, yang menurut pejabat Trump bertujuan memerangi antisemitisme menyusul masifnya unjuk rasa atas perang di Jalur Gaza. Gedung Putih juga berusaha memberantas praktik DEI—yang dirancang untuk memajukan representasi ras, gender, kelas, dan lainnya di ruang publik—dengan mencapnya sebagai diskriminasi ilegal dan tidak bermoral.

Pemerintahan Trump pada Senin menyatakan bahwa universitas memiliki tanggung jawab untuk menegakkan undang-undang hak sipil dan menghentikan pelecehan terhadap mahasiswa Yahudi. Pernyataan ini disampaikan dalam konteks pembekuan dana untuk Harvard — meskipun mereka tidak menyebutkan contoh kasus secara spesifik.

"Sudah waktunya universitas elite menanggapi masalah ini dengan serius dan berkomitmen pada perubahan berarti jika mereka ingin terus menerima dukungan pajak rakyat," kata Satuan Tugas Gabungan Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS untuk Memerangi Antisemitisme.

Merespons sikap Harvard, Trump pada Selasa (15/4) mengancam akan mengenakan pajak Harvard sebagai entitas politik.

Dampak pembekuan dana pada Senin dilaporkan sudah dirasakan di Harvard. Pendiri Wyss Institute for Biologically Inspired Engineering di Harvard, Donald E. Ingber, menerima dua perintah penghentian pekerjaan untuk dua kontraknya dengan Pusat Otoritas Pengembangan dan Penelitian Biomedis Lanjutan. Menurut The Harvard Crimson, salah satu kontrak yang dihentikan bernilai lebih dari USD 15 juta.

Sarah Fortune, profesor di Sekolah Kesehatan Masyarakat Harvard, juga menerima perintah penghentian pekerjaan untuk penelitian tuberkulosisnya, yang diduga merupakan bagian dari pembekuan dana di universitas tersebut. Penelitian ini disebut merupakan bagian dari kontrak National Institutes of Health senilai USD 60 juta yang melibatkan Harvard dan universitas lain di AS.

Mantan Menteri Keuangan dan mantan Presiden Harvard Larry Summers menyebut pembekuan dana Harvard sebagai serangan terang-terangan, bersifat hukuman, dan melanggar hukum oleh pemerintahan Trump.

"Seseorang tidak harus menuruti pemerintah yang bertindak di luar hukum," kata Summers pada Selasa, menambahkan bahwa keputusan akhir mengenai pendanaan mungkin akan ditentukan pengadilan. "Universitas memang membutuhkan banyak reformasi dan itu berjalan terlalu lambat, tapi bukan alasan bagi pemerintah untuk sepenuhnya mengesampingkan hukum dan membuat tuntutan politik yang egois lalu memaksakannya pada universitas."

Tidak hanya itu "gebrakan" Trump di dunia akademik AS. Menurut data yang dikumpulkan dari berbagai wilayah di AS, lebih dari 600 mahasiswa internasional dan lulusan baru di AS telah mengalami pencabutan visa atau perubahan status hukum oleh Kementerian Luar Negeri AS.

Data yang dihimpun Inside Higher Ed menunjukkan bahwa lebih dari 100 perguruan tinggi telah mengidentifikasi lebih dari 600 kasus mahasiswa yang status imigrasinya diubah oleh pemerintahan Trump. Institusi-institusi ini menyatakan bahwa mahasiswa mereka kehilangan visa pelajar F-1 atau J-1.

Sebagian kasus terkait dengan aktivisme dan partisipasi mereka dalam protes mahasiswa menentang perang di Jalur Gaza, sementara lainnya disebabkan oleh "pelanggaran minor". Inside Higher Ed melaporkan bahwa sebagian besar pejabat kampus tidak mengetahui alasan pasti pencabutan visa mahasiswa asing tersebut atau bahkan belum menerima pemberitahuan resmi tentang perubahan status mereka. Kebanyakan dari mereka juga belum menerima komunikasi apa pun dari otoritas imigrasi.Berikut adalah respons sejumlah universitas di AS terhadap tuntutan Gedung Putih untuk perubahan kebijakan institusional:

Universitas Columbia

Mahasiswa pengunjuk rasa pro-Palestina mendirikan tenda di Columbia University, New York, Amerika Serikat (AS) pada Rabu (24/4/2024).
Mahasiswa pengunjuk rasa pro-Palestina mendirikan tenda di Columbia University, New York, Amerika Serikat (AS) pada Rabu (24/4/2024). (Dok. AP Photo/Stefan Jeremiah)... Selengkapnya

Universitas Columbia menjadi salah satu perguruan tinggi pertama yang menjadi sasaran pemerintahan Trump. Pada 7 Maret, pemerintah mengumumkan pencabutan dana hibah dan kontrak federal senilai USD 400 juta dari universitas tersebut. Gedung Putih beralasan universitas gagal menangani antisemitisme selama protes kampus tahun lalu.

Dalam surat lanjutan pekan berikutnya, pemerintah merinci perubahan spesifik yang diinginkan setelah berdiskusi dengan pejabat universitas, termasuk di dalamnya penegakan kebijakan disiplin, penerapan aturan protes, larangan penggunaan masker untuk "menyembunyikan identitas", kebijakan yang mewajibkan organisasi/organisasi mahasiswa bertanggung jawab secara hukum atau administratif atas tindakan mereka, pemberdayaan penegak hukum kampus, serta tinjauan terhadap program studi Timur Tengah dan kebijakan penerimaan mahasiswa.

Setelah sekitar dua minggu negosiasi, universitas Ivy League di New York ini menyusun rencana aksi perubahan yang dinilai ditujukan untuk menanggapi kekhawatiran pemerintah. Dewan wali amanah menyetujui perubahan ini dengan menyatakan keselarasannya dengan nilai dan misi universitas.

"Anggota komunitas kami dan pemangku kepentingan eksternal telah menyuarakan kekhawatiran tentang berbagai masalah, termasuk antisemitisme, diskriminasi, pelecehan, dan bias," tulis dewan wali amanah. "Kami menanggapi serius kekhawatiran ini dan berkomitmen menciptakan lingkungan kampus yang lebih baik. Kami yakin kemajuan dan gagasan yang dirumuskan hari ini akan membantu mencapai tujuan ini."

Tiga lembaga federal menyebut perubahan kebijakan ini sebagai "langkah awal yang positif".

Merespons pencabutan dana terhadap Harvard, penjabat Presiden Universitas Columbia Claire Shipman menyatakan universitasnya terus melanjutkan "diskusi beritikad baik" dengan pemerintahan Trump untuk memulihkan hubungan kerja.

Menurut Shipman, belum ada kesepakatan yang dicapai.

"Columbia akan menolak segala bentuk intervensi paksa di mana pemerintah menentukan apa yang kami ajarkan, teliti, atau siapa yang kami rekrut, atau mengharuskan kami melepaskan kemandirian dan otonomi sebagai lembaga pendidikan," tegas Shipman.

"Seperti kebanyakan dari Anda, saya membaca dengan antusias pernyataan Harvard yang menolak tuntutan pemerintah federal untuk mengubah kebijakan dan praktik yang akan merusak misi mulia universitas tersebut," tulis Shipman. "Pada saat seperti ini, dialog publik yang berkelanjutan tentang nilai dan prinsip pendidikan tinggi sangatlah penting."

Universitas Stanford

Universitas Stanford
Universitas Stanford. (Dok. Ian Mackey/Unsplash)... Selengkapnya

Universitas Stanford di California termasuk salah satu institusi yang sedang diselidiki oleh Kementerian Pendidikan AS atas dugaan diskriminasi dan pelecehan antisemitisme. Mereka telah menyatakan dukungan terhadap keputusan Harvard.

"Kekuatan universitas-universitas di AS dibangun berdasarkan investasi pemerintah, bukan kontrol pemerintah," ujar Presiden Universitas Stanford Jonathan Levin dan Provost Jenny Martinez dalam pernyataan mereka kepada koran mahasiswa, The Stanford Daily.

"Mahkamah Agung telah mengakui hal ini bertahun-tahun lalu ketika merumuskan kebebasan esensial universitas di bawah Amandemen Pertama, yaitu hak untuk menentukan siapa yang mengajar, apa yang diajarkan, bagaimana pengajarannya, dan siapa yang diterima untuk belajar."

Universitas Princeton

Universitas Princeton
Universitas Princeton di Princeton, New Jersey, Amerika Serikat. (Dok. Pixabay/oleg_mit)... Selengkapnya

Sebagai bentuk solidaritas, Presiden Universitas Princeton Christopher Eisgruber menegaskan "Princeton berdiri bersama Harvard" dalam unggahan LinkedIn-nya pada Selasa dan mendorong semua orang untuk membaca surat lengkap rektor Harvard.

Awal April ini, Eisgruber mengumumkan bahwa pemerintahan Trump menangguhkan dana riset Universitas Princeton senilai USD 210 juta sementara universitas diselidiki atas kasus antisemitisme di kampus.

Menurut Princeton, dana tersebut berasal dari NASA, Kementerian Pertahanan AS, dan Kementerian Energi AS. Selain itu, Kementerian Perdagangan AS juga mengumumkan pekan lalu bahwa Princeton akan kehilangan hampir USD 4 juta lagi dalam pendanaan federal untuk program penelitian iklim.

"Alasan lengkap tindakan ini belum jelas," tulis Eisgruber kepada komunitas universitas di New Jersey setelah penangguhan dana pertama.

Eisgruber telah terbuka tentang kekhawatirannya atas pembekuan dana ini, mengingat belum jelas apakah kedua belah pihak sedang berdiskusi.

Sebelum dana Princeton ditangguhkan, Eisgruber menyebut tindakan pemerintahan Trump sebagai "ancaman terbesar bagi universitas-universitas AS sejak Red Scare (ketakutan akan pengaruh komunis) tahun 1950-an" dalam opininya di The Atlantic.

"Saya yakin kita harus melindungi kebebasan akademik," kata Eisgruber kepada The New York Times setelah pendanaan Princeton dipangkas.

Dia menegaskan tidak berniat membuat konsesi apa pun kepada pemerintah dan menambahkan bahwa pejabat Trump tidak meminta perubahan spesifik apa pun.

 

Universitas Cornell dan Universitas Northwestern

Universitas Cornell.
Universitas Cornell. (Dok. Pixabay)... Selengkapnya

Pejabat Gedung Putih mengatakan kepada CNN bahwa pemerintahan Trump pekan lalu membekukan lebih dari USD 1 miliar pendanaan federal untuk Universitas Cornell dan USD 790 juta untuk Universitas Northwestern di dekat Chicago.

"Dana dibekukan terkait beberapa investigasi Title VI yang masih berlangsung, kredibel, dan mengkhawatirkan," kata seorang pejabat pemerintahan Trump, merujuk pada undang-undang federal yang melarang diskriminasi dalam program dan kegiatan yang menerima dana federal.

Kedua universitas mengaku tidak diberi tahu secara resmi oleh pemerintah tentang pembekuan ini sampai pemberitaan media muncul. Cornell mengatakan mereka menerima lebih dari 75 perintah penghentian kerja dari Departemen Pertahanan.

"Kami aktif mencari informasi dari pejabat federal untuk memahami dasar keputusan ini," kata Cornell dalam pernyataannya.

Sementara itu, Northwestern menyatakan telah "bekerja sama sepenuhnya" dengan investigasi dari Kongres dan Kementerian Pendidikan AS.

"Dana federal yang diterima Northwestern mendorong penelitian inovatif dan penyelamatan nyawa, seperti pengembangan pacemaker terkecil di dunia oleh peneliti kami, serta riset untuk melawan penyakit Alzheimer," ungkap pihak universitas. "Riset semacam ini kini terancam."

Pada Senin, Cornell mengumumkan bergabung dalam gugatan hukum menentang rencana pemotongan dana oleh Kementerian Energi AS untuk biaya tidak langsung seperti fasilitas dan utilitas. Langkah ini diyakini terpisah dari pembekuan dana yang sedang berlangsung.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya