Suap Pilkada Gunung Mas, Chairun Nisa Dituntut 7,5 Tahun Bui

JPU KPK menuntut Chairun Nisa, terdakwa kasus dugaan suap sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas di MK, dengan pidana 7 tahun 6 bulan penjara

oleh Oscar Ferri diperbarui 27 Feb 2014, 13:23 WIB
Diterbitkan 27 Feb 2014, 13:23 WIB
chairun-nisa-131004c.jpg

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa penuntut umum (JPU) KPK menuntut Chairun Nisa, terdakwa kasus dugaan suap sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas di Mahkamah Konstitusi (MK), dengan pidana 7 tahun 6 bulan penjara. Perantara penyuap mantan Ketua MK Akil Mochtar itu dituntut terbukti bersalah turut melakukan suap.

"Menuntut supaya majelis hakim menjatuhkan putusan terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 7 tahun 6 bulan dikurangi masa tahanan," kata Jaksa Pulung Rihandoro di muka sidang PN Tipikor, Jakarta, Kamis (27/2/2014).

Jaksa menyatakan, politisi Partai Golkar itu dianggap terbukti bersalah menjadi perantara pemberian suap sebesar Rp 3 miliar. Uang itu diduga sebagai pelicin dari Bupati Gunung Mas Hambit Bintih dan pengusaha Cornelis Nalau kepada Akil dalam sengketa Pilkada Gunung Mas di MK.

"Patut diduga pemberian uang dari Hambit Bintih dan Cornelis Nalau untuk mempengaruhi putusan pilkada kabupaten Gunung Mas," kata Jaksa Olivia menambahkan.

Tak cuma pidana penjara, Nisa juga dituntut membayar denda sebesar Rp 500 juta subsider kurungan 6 bulan penjara.

Jaksa menilai, Nisa terbukti melanggar dakwaan alternatif pertama. Yakni Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Chairun Nisa bersama Hambit Bintih dan pengusaha Cornelis Nalau Antun ditangkap penyidik KPK pada Rabu 2 Oktober 2013 lalu. Dari penangkapan mereka penyidik kemudian menangkap Akil Mochtar yang saat itu menjabat Ketua MK.

Nisa, Hambit, dan Nalau diduga memberi suap kepada Akil terkait sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah 2013 yang digugat ke MK.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya