Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri Tipikor kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan korupsi kegiatan pertemuan dan sidang internasional di Departemen Luar Negeri (sekarang Kementerian Luar Negeri) selama 2004-2005 dengan terdakwa Sudjadnan Parnohadiningrat. Agenda sidang kali ini mendengarkan keterangan sejumlah saksi.
Salah satu saksi yang dihadirkan yakni Wakil Direktur PT Pactoconvex Niagatama, I Ketut Salam menduga adanya rekayasa yang diduga dilakukan oleh Kemenlu. Yakni, penunjukan langsung yang dibuat seolah-olah melalui proses lelang.
"Waktu saya diperiksa penyidik dan diperlihatkan dokumen, saya bilang memang dilakukan seolah-olah lelang, padahal penunjukan langsung," kata Ketut di muka sidang PN Tipikor, Jakarta, Rabu (23/4/2014).
Ketut mengaku pihaknya lalai tidak memeriksa secara teliti dokumen perjanjian kontrak antara pihaknya dan Kemenlu. "Saya memang tidak membaca teliti. Saya hanya langsung tanda tangan saja," ujar Ketut.
Saksi lainnya, Direktur Utama PT Pactoconvex Niagatama, Susilowani Daud juga mengakui tidak sempat memeriksa detil dokumen perjanjian kontrak tersebut. Susi mengaku, waktu yang diberikan Kemenlu hingga penyelenggaraan acara sangat sempit.
"Karena waktunya mepet, saya jadi tidak sempat periksa lagi. Saya juga tidak berpikir pihak Deplu akan seperti itu. Karena kalau soal anggaran mereka sangat teliti," tutur Susi.
Mantan Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri (sekarang Kementerian Luar Negeri), Sudjadnan Parnohadiningrat didakwa melakukan tindak pidana korupsi sebesar Rp 4,570 miliar dalam pelaksanaan kegiatan 12 pertemuan dan sidang internasional oleh Deplu selama 2004-2005.
Dalam dakwaan disebut rinci, dari uang Rp 4,570 miliar itu, sebesar Rp 300 juta diambil untuk kepentingan Sudjadnan sendiri. Sisanya, Sudjadnan memberikan untuk memperkaya orang lain, di antaranya Kepala Biro Keuangan Deplu Warsita Eka sebesar Rp 15 juta, Kepala Bagian Pelaksana Anggaran Sekjen Deplu I Gusti Putu Adnyana Rp 165 juta, Kepala Bagian Pengendali Anggaran Sekjen Deplu Suwartini Wirta sebesar Rp 165 juta, dan Sekretariat Jenderal Deplu Rp 110 juta.
Tak cuma itu, dalam dakwaan disebut juga nama anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Susilo Bambang Yudhoyono, Hassan Wirajuda ikut kecipratan hasil dugaan korupsi yang dilakukan Sudjadnan. Hassan yang saat kasus itu terjadi masih menjabat Menteri Luar Negeri kebagian dana sebesar Rp 440 juta dari Sudjadnan.
Atas perbuatannya itu, Sudjadnan didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana. Berdasar ketentuan pasal tersebut, Sudjadnan terancam hukuman pidana seumur hidup atau maksimal 20 tahun penjara.
(Shinta Sinaga)