Dipanggil Kejati DKI, Putra Menteri Syarief Hasan Mangkir

Ini adalah panggilan pertama sejak dia menjadi tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan videotron di Kementerian Koperasi dan UKM.

oleh Oscar Ferri diperbarui 19 Mei 2014, 13:45 WIB
Diterbitkan 19 Mei 2014, 13:45 WIB
Terdakwa `Direktur Utama` Ingin Anak Menkop UKM Jadi Tersangka
Riefan Avrian, putra Menkop UKM Syarief Hasan itu disebut-sebut yang mengangkat Hendra Saputra menjadi Dirut PT Imaji Media.

Liputan6.com, Jakarta - Putra kandung Menteri Koperasi dan UKM Syarief Hasan, Riefan Avrian mangkir dari panggilan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Ini adalah panggilan pertama sejak dia menjadi tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan videotron di Kementerian Koperasi dan UKM.

"Yang bersangkutan pada panggilan pertama ini tidak bisa hadir dengan alasan akan mempersiapkan tim penasihat hukumnya," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI Jakarta, Waluyo di Gedung Kejati DKI, Jakarta, Senin (19/5/2014).

Waluyo menuturkan, ketidakhadiran Riefan disampaikan oleh salah satu kuasa hukumnya. Karenanya pemeriksaan Riefan akan dijadwalkan ulang oleh Kejati DKI Jakarta. Rencananya, putra Ketua Harian Partai Demokrat itu akan digelar lagi pada Rabu 21 Mei 2014 mendatang.

"Dijadwal ulang," ujar Waluyo.

Riefan Avrian selaku Direktur Utama PT Rifuel ditetapkan sebagai tersangka sejak Jumat 16 Mei 2014 lalu berdasarkan surat perintah penyidikan yang dikeluarkan Kejati DKI Jakarta dalam kasus dugaan korupsi pengadaan videotron di Kemenkop dan UKM.

Riefan dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Penetapan Riefan sebagai tersangka setelah Kejati DKI mengembangkan dan menganalisis persidangan terdakwa `Direktur Utama` Hendra Saputra.

Dalam dakwaan, Hendra disebut bersama-sama Riefan melakukan dugaan korupsi proyek videotron sehingga telah memperkaya diri sendiri dan Riefan.

Adapun kasus ini terungkap setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan pada Februari-Mei 2013. Dalam auditnya, BPK menemukan adanya kelebihan pembayaran yang tidak sesuai spesifikasi teknis sebesar Rp 2,695 miliar. Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kasus ini diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 4.780.298.943. (Ans)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya