Liputan6.com, Bengkulu - Kementerian Kehutanan mencatat sedikitnya 75% satwa liar berada di luar kawasan konservasi, termasuk di Bengkulu. Sehingga menimbulkan kerawanan konflik dengan manusia. Hal itu diungkapkan Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati (KKH) Kementerian Kehutanan Novianto Bambang di Bengkulu.
"Atas data tersebut, memang diperlukan satuan tugas atau satgas khusus untuk menangani potensi dan terjadinya konflik satwa liar dan manusia di Provinsi Bengkulu," kata Bambang, Kamis (12/6/2014).
Provinsi Bengkulu, menurutnya, merupakan satu dari beberapa daerah Indonesia yang memiliki konflik antara manusia dengan harimau dengan tinggi yang tinggi.
"Di Sumatera, ada provinsi Riau dan Lampung yang merupakan daerah dengan potensi konflik yang tinggi, sehingga perlu penanganan khusus," ujarnya.
Di Sumatera, katanya, beberapa waktu terakhir, telah dilaporkan terjadi perusakan tanaman industri oleh satwa liar di beberapa lokasi hutan ekonomi.
"Tercatat juga, ada beberapa gerombolan monyet ekor panjang yang merusak tanaman akasia di beberapa hutan, karena ternyata gerombolan monyet itu menyukai kambium pohon yang manis," jelasnya.
Di provinsi Bengkulu sendiri, lanjutnya, diketahui ruang gerak satwa liar semakin sempit dan mengancam ekosistem satwa liar dan tentunya potensi konflik semakin tinggi. "Penyebab utamanya, karena adanya perambahan kawasan hutan, untuk pembukaan lahan perkebunan oleh masyarakat. Sehingga mengancam ekosistem satwa liar," jelas dia.
Sementara, itu Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu Sumardi mengatakan seharusnya Provinsi Bengkulu bersama tim satgas penanggulangan konflik bekerja dengan cepat untuk menekan potensi konflik satwa liar dan manusia.
"Berdasarkan keputusan gubernur, sudah kita bentuk satgas penangangan konflik. Dan kita harapkan dapat bersinergi bersama dinas terkait lainnya, LSM konservasi Lingkar Institut sebagai penggiat dan masyarakat setempat untuk menanggulangi konflik," ungkapnya.
Menurutnya, tidak seharusnya, masyarakat dalam menanggapi potensi konflik dengan cara-cara jahiliah, seperti memburu satwa liar yang dilindungi.
"Kita ingin, konflik yang mungkin terjadi dapat diselesaikan dengan tidak melanggar hukum dan dapat saling menjaga kepentingan, baik satwa liar yang merasa terggangu ataupun masyarakat yang telah dirugikan. Namun tidak dengan cara-cara yang merusak," pungkas Sumardi. (Mut)
Kemenhut: 75% Satwa Liar Hidup di Luar Kawasan Konservasi
Ruang gerak satwa liar kian sempit dan mengancam ekosistemnya. Dan ini membuat potensi konflik semakin tinggi.
diperbarui 12 Jun 2014, 16:33 WIBDiterbitkan 12 Jun 2014, 16:33 WIB
Advertisement
Video Pilihan Hari Ini
Video Terkini
powered by
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Gokil! Gelandang Timnas Indonesia Thom Haye Masuk Team of The Week Liga Belanda Pekan 17
Kaleidoskop Lampung 2024: Kepala SMP Tampar Siswa hingga Heboh Pesta Perceraian
PDIP Siaga I Jelang Kongres 2025, Kursi Megawati Digoyang?
Ciri Ciri Negara Berkembang: Karakteristik dan Perbedaan dengan Negara Maju
Gerindra Bantah Salahkan PDIP Terkait Kritik Kenaikan PPN 12 Persen
Menteri Budi Santoso Kunjungi Agate Studio Bandung, Sebut Industri Gim Pilar Penting Pertumbuhan Ekonomi
Ciri Ciri Negara Hukum: Pengertian, Karakteristik, dan Implementasinya
Polda Riau Sita Ribuan Pil Happy Five Untuk Perayaan Tahun Baru
Tahun 2024, BNN Riau Obati 269 Pecandu Narkoba, Berapa yang Sembuh?
Ciri-ciri Sipilis Akan Sembuh: Panduan Lengkap Mengenali dan Mengatasi Penyakit Menular Seksual
Pohon Natal dari Barang Bekas Mejeng di Gereja Katolik Metro Lampung
Aset Sandra Dewi Disita Meski Sudah Pisah Harta dengan Harvey, Ini Kata Pengacara