Bumerang di Jejaring Sosial

Dari dunia maya turun ke dunia nyata, akibat tidak menjaga etika di jejaring sosial Florence pun tekena sangksi sosial.

oleh Liputan6 diperbarui 07 Sep 2014, 08:30 WIB
Diterbitkan 07 Sep 2014, 08:30 WIB
Florence Sihombing Kini Jadi `Orang Paling di Cari di Jogja`
Membaca status yang dituliskan oleh Florence, onliner geram.

Liputan6.com, Jakarta - Zaman ketika media sosial menjadi bagian dari kehidupan seperti sekarang tidak ada lagi sekat di antara dunia maya dan dunia nyata. Bahkan orang-orang kini bebas mengelu atau mengumpat di media sosial tanpa memperhatikan tatakrama.

Apa yang dialami Florence Sihombing, yang tersandung masalah mengumpat di kota Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di media sosial menjadi contoh liarnya dunia maya.

Tidak seperti lidah, jemari memang bertulang. Tapi di era digital ini ketika media sosial telah menjadi santapan sehari-hari, jari-jemari lebih berbahaya dari pada mulut.

Florence Sihobing adalah contoh mutakhir dari pribahasa yang di pelesetkan 'jarimu adalah harimaumu'. Karena jengkel pada Pertamina di kawasan Lempuyangan, Yogyakarta.

Mahasiswi Strata 2 Universitas Gadjah Mada tersebut membuang amarahnya di jejaring sosial, Path. Florence mendidih karena ditolak petugas pihak SPBU saat ingin mengisi Pertamax 95 untuk sepeda motornya di tengah kesemrautan kelangkaan subsidi BBM Agustus lalu.

Florence merasa dipermalukan lantaran disoraki setelah dituding menyerobot antrean. Tidak cuma pada Pertamina, umpatan Florence juga mengarah pada warga Yogyakarta.

Dalam sekejap, kata-kata kasar buah ketikan jemari Florence menyebar. Warga Yogyakarta pun berang, Florence diminta angkat kaki dari kota pelajar itu.

"Aku si engga bijak untuk apa gitu, marah-marah lagian juga media sosial kan cuma media sosial aja cuman buat dibaca, emang kalau misalnya cuma nulis gitu aja emang ada perubahan atau progress-nya gak ada kan,"  ujar salah satu pengguna jejaring sosial lainnya.

Dari dunia maya turun ke dunia nyata, akibat tidak menjaga etika Florence pun tekena sanksi sosial. Ketersinggungan dan laporan sejumlah pihak membuat polisi merasa perlu menetapkan Florence sebagai tersangka. Ia langsung ditahan meski telah meminta maap dan menyesal.

Polisi pun berpegangan pada Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Saksikan selengkapnya pada tautan video Kopi Pagi yang ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Minggu (7/9/2014), di bawah ini.  

Baca juga:

Florence Sihombing Dimaafkan, Tapi Proses Hukum Tetap Berjalan

Florence: Paling Berkesan Bagi Saya Yaitu Hargai Orang Lain

Dekan FH UGM: Kasus Florence Harus Melihat Asas Manfaat

(Riz)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya