Liputan6.com, Jakarta - Pemberian pembebasan bersyarat (PB) kepada Pollycarpus Budihari Prijanto, narapidana kasus pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) menuai kecaman dari berbagai pihak. Menteri Hukum dan HAM Yasona H Laoly pun mengaku mempunyai alasan pemberian pembebasan tersebut.
Yasona mengatakan, pihaknya harus bisa menghargai hak-hak asasi seorang narapidana terkait penerimaan pembebasan bersyarat. Termasuk hak asasi Pollycarpus.
"Saya kira kami harus bisa menghargai hak-hak dari narapidana. Saya tidak mungkin melakukan sesuatu yang tertentangan dengan HAM," kata Yasona di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika Cipinang, Jakarta Timur, Senin (1/12/2014).‎
Yasona mengaku, pihaknya terus-menerus mendapatkan kritik terkait pemberian pembebasan bersyarat kepada Pollycarpus. Namun, Lapas tak hanya berfungsi sebagai tempat hukuman, tetapi juga tempat pembinaan kepada narapidana.
"Lapas tidak hanya sekadar memberikan hukuman, akan tetapi juga membina. Setelah itu kita lihat apakah yang dilakukan bersangkutan ada perubahan sikap atau tidak. Kita tidak boleh membeda-bedakan hak dari warga binaan," ucap Yasona.
Menurut dia, hukuman yang menimbulkan efek jera seharusnya dimulai dari hulu, dalam hal ini pengadilan yang mengadili seorang terdakwa kasus pidana.‎ Sebab, Kemenkumham hanya mengeluarkan keputusan apakah seorang narapidana berhak mendapat pembebasan bersyarat atau remisi sesuai syarat-syarat yang berlaku atau tidak.
"Justru seharusnya bukan kita yang harus bertindak keras, tetapi dimulai dari pengadilan. Tentu untuk efek jera harus dimulai dari hulu. Kami hanya bisa memutuskan orang ini berhak dapat PB atau remisi. Jangan paksa kami melanggar ketentuan undang-undang yang berlaku," kata Yasona.
Pollycarpus Budihari Prijanto, terpidana kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib menghirup udara bebas dari Lapas Klas I Sukamiskin Bandung. Dia bebas bersyarat terhitung sejak Jumat 28 November 2014.
Mantan pilot Garuda Indonesia itu bebas meski baru menjalani masa hukuman 8 tahun penjara. Padahal seharusnya Pollycarpus menjalani hukuman 14 tahun penjara atas terbuktinya dia bersalah dalam kasus pembunuhan terhadap aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir.
‎Meski bebas bersyarat, namun Pollycarpus harus wajib lapor ke Balai Pemasyarakatan (Bapas) Klas I Bandung. Wajib lapor itu harus dilakukan narapidana kasus pembunuhan Munir itu setiap bulan sampai 4 tahun ke depan. (Mvi/Sss)
Menkumham: Hargai Hak Asasi Pollycarpus
Yasonna mengatakan, Lapas tak hanya berfungsi sebagai tempat hukuman, tetapi juga tempat pembinaan kepada narapidana.
diperbarui 01 Des 2014, 18:07 WIBDiterbitkan 01 Des 2014, 18:07 WIB
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
44 Keluarga yang Biasa Tidur di Kolong Tol Pindah ke Rusun Rawa Buaya, Gratis 6 Bulan
3 Cara Bijak Menasihati Orang agar Bertaubat, Jangan sampai Mempermalukan
VIDEO: Sinergi KAI Wisata dan LRT Jabodebek Ciptakan Peluang Bisnis
Warga Pertanyakan Pengelolaan Parkir Alun-Alun Wilayah Barat Kota Depok
Ganti Oli Mesin Gak Boleh Asal, Perhatikan Dulu Hal-Hal Ini
Pilbup Mimika 2024, Paslon Max-Peggi Sebut Suaranya Terus Menanjak
Saham ADRO Anjlok di Akhir November 2024, Ada Apa?
Polres Banjarbaru Imbau Warga Tak Terpancing Hoaks Usai Pemungutan Suara Pilkada 2024
Sinopsis dan Daftar Pemain Film 'Tak Ingin Usai di Sini', Diadaptasi dari Film Korea Selatan
UMP 2025 Naik 6,5%, Masih Kurang Buat Pekerja Bisa Hidup Layak
Oppo Find X8 Series Resmi Dijual Perdana di Indonesia, Tawarkan Cashback dan Bonus Casing Eksklusif!
Manchester United Sukses Amankan Kontrak Striker yang Bikin 10 Gol ke Gawang Liverpool