Liputan6.com, Vatikan - Ribuan orang rela mengantre berjam-jam di bawah terik matahari musim semi di Lapangan Santo Petrus, Vatikan, demi memberikan penghormatan terakhir kepada Paus Fransiskus. Peti mati kayu sederhana yang membawa jenazahnya diletakkan di altar utama Basilika Santo Petrus yang megah, dan akan tetap disemayamkan di sana hingga Jumat malam.
Paus Fransiskus, pemimpin 1,4 miliar umat Katolik di seluruh dunia, wafat pada usia 88 tahun di kediamannya, Casa Santa Marta, Senin lalu. Ia mengembuskan napas terakhir akibat stroke dan gagal jantung, setelah sebelumnya menjalani perawatan intensif selama lima minggu karena pneumonia ganda.
Advertisement
Baca Juga
Sesuai permintaan pribadinya, prosesi pemakaman Fransiskus berlangsung dengan sangat sederhana. Ia disemayamkan dengan mengenakan jubah kepausan dan memegang rosario, sementara peti matinya dilapisi kain merah dan dibiarkan terbuka. Tidak seperti pendahulunya, peti itu tidak diletakkan di atas panggung.
Advertisement
Ini mencerminkan perubahan yang ia lakukan tahun lalu untuk menyederhanakan tata cara pemakaman paus, dikutip dari The Guardian, Kamis (24/4/2025).
Misa pemakaman akan digelar Sabtu pagi di Lapangan Santo Petrus, dan diperkirakan akan dihadiri oleh sejumlah tokoh penting dunia, termasuk Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, Presiden Amerika Serikat Donald Trump, serta Pangeran William. Setelahnya, jenazah Fransiskus akan dimakamkan di Basilika Santa Maria Maggiore, bukan di lokasi pemakaman paus yang lazim di Vatikan — suatu langkah yang menandai keberanian Fransiskus dalam menentang tradisi demi nilai kesederhanaan yang ia junjung tinggi.
Rabu pagi, peti jenazah Fransiskus diarak melintasi lapangan dalam prosesi khidmat, diiringi para kardinal dan uskup, serta diawasi Garda Swiss. Tepuk tangan panjang dan haru dari para pelayat mengiringi langkah mereka. Lonceng basilika berdentang pelan, menyatu dengan suara paduan suara yang melantunkan mazmur dan doa dalam bahasa Latin — memanjatkan harapan dan doa terakhir bagi pemimpin rohani mereka.
"Ini adalah momen yang sangat mendalam," ujar Kardinal Thomas Christopher Collins, mantan uskup agung Toronto, yang turut serta dalam prosesi. "Mulai dari doa-doa sederhana hingga asap dupa, semuanya menunjukkan bahwa pemakaman ini tetap bersahaja — sebagaimana layaknya seorang umat beriman yang telah dibaptis."
20.000 Orang dari Penjuru Dunia Memadati Antrean
Menurut laporan pejabat Vatikan pada Rabu malam, hampir 20.000 orang dari berbagai penjuru dunia telah memadati antrean yang membentang panjang menuju Kota Vatikan. Banyak dari mereka membawa payung untuk berlindung dari teriknya matahari. Di antara mereka, Abigail dan keluarganya yang datang dari California, bahkan membawa bekal makanan. "Kami siap menunggu selama apa pun yang dibutuhkan," katanya. "Ada kebahagiaan tersendiri bisa hadir di sini."
Hanya beberapa hari sebelum wafat, Paus Fransiskus masih terlihat berjalan di Lapangan Santo Petrus dengan mobil paus dan memberi berkat dari balkon tengah basilika pada misa Minggu Paskah. Itu menjadi penampilan publik terakhirnya. Meski banyak yang menyadari kesehatannya memburuk, kepergiannya tetap menyisakan kesedihan mendalam.
"Rasanya tidak nyata, seolah beliau masih ada di antara kita," kata Piotr Grzeszyk, peziarah asal Polandia.
Di antara kerumunan, tampak Vicky Cabral dan keluarganya dari Buenos Aires, Argentina — tanah kelahiran Fransiskus. Mereka telah tiba di Roma sejak Sabtu lalu, dan beruntung masih sempat melihat sang Paus di balkon pada hari Minggu.
Mereka awalnya datang untuk menyaksikan kanonisasi Carlo Acutis yang kini ditunda, yang dijadwalkan berlangsung pada 27 April. Namun bagi Cabral, momen ini justru terasa lebih bermakna. “Kami datang untuk tahun Yubileum dan untuk Carlo Acutis,” tuturnya. “Tapi kehadiran kami di sini terasa seperti sebuah anugerah. Fransiskus adalah paus yang luar biasa, dan menurut saya, ia layak menjadi orang suci.”
Saat memasuki basilika melalui pintu perunggu raksasa, para peziarah mendadak terdiam. Suasana berubah begitu hening dan khidmat ketika mereka melangkah perlahan menuju altar utama — tempat terakhir mereka dapat mengucapkan selamat jalan kepada Paus yang begitu mereka cintai.
Advertisement
