Liputan6.com, Jakarta - Assyifa Ramadhani (18), terdakwa pembunuh Ade Sara Angelina Suroto (19) hanya terduduk lemas. Kala itu, Selasa 9 Desember 2014 siang, dia sedang menanti sidang putusan vonis yang akan dijatuhkan hakim kepadanya.
Wanita belia itu tidak mengenakan kemeja putih seperti biasanya kala menghadapi sidang. Dia memilih mengenakan kemeja warna biru dongker dengan kerudung warna senada. Sepanjang jalan menuju ruang sidang, Assyifa hanya menunduk sambil menutupi wajahnya dengan tisu putih. Mengikuti di belakangnya, sang ibunda yang mengenakan pakaian serba hitam dengan penutup wajah warna senada.
Assyifa dan ibunda mengambil posisi duduk di kursi kanan baris ketiga. Dia duduk di belakang ibunda Hafitd yang juga baru datang. Tak lama duduk di kursi tunggu sidang, Assyifa tak kuasa menahan tangis. Air mata bercucuran di wajahnya. Tubuhnya seakan lemas dan langsung bersandar di bahu ibunda yang berada tepat di sisi kirinya.
Beberapa sanak saudara yang hadir juga coba menenangkan Assyifa. Seorang wanita berpakaian ungu terus mengelus pundak Assyifa dari belakang. Ibundanya pun terus membisikan sesuatu kepadanya.
Sekitar tiga jam kemudian, hakim pada akhirnya membacakan vonis. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhi hukuman 20 tahun penjara kepadanya. Menurut hakim, Assyifa terbukti melakukan tindakan pembunuhan berencana dan melanggar Pasal 340 KUHP.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Assyifa Ramadhani telah terbukti secara sah dan meyakinkan. Menjatuhkan pidana penjara selama 20 tahun. Memerintahkan agar terdakwa tetap ditahan. Memerintahkan barang bukti dikembalikan kepada JPU untuk menjadi barang bukti atas perkara terdakwa Ahmad Imam al Hafitd," ujar Ketua Majelis Hakim Absoro di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (9/12/2014).
Majelis hakim menilai unsur Pasal 340 sudah terpenuhi dengan adanya pengetahuan, kesadaran, dan kehendak dari terdakwa yang merupakan unsur kesengajaan. Selain itu, matinya korban Ade Sara akibat perbuatan dengan sengaja yang dilakukan terdakwa. Dengan begitu, unsur dengan disengaja telah terpenuhi.
Untuk unsur terencana, perbuatan terdakwa dilakukan dalam waktu yang cukup lama. Terdakwa melakukan perbuatan di dalam mobil dan terdakwa terus melakukan tindakannya secara terus-menerus meskipun korban sudah berteriak. "Berdasarkan fakta-fakta hukum, terdakwa bersama Hafidt telah melakukan perbuatan secara bergantian dan bersamaan. Keduanya berperan bersama-sama melakukan tindak pidana," jelas Absoro.
Karena berbagai pertimbangan itu, terdakwa harus dikenai hukuman sesuai dakwaan primer. Majelis hakim juga menilai tidak ada unsur meringankan bagi Assyifa. "Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa adalah dilakukan dengan cara-cara keji. Dan tidak ditemukan alasan meringankan," ujar Absoro.
Sejam berselang, giliran Ahmad Imam Al Hafitd (19) yang juga terdakwa kasus pembunuhan Ade Sara Angelina Suroto yang dijatuhi hukuman oleh Majelis Hakim. Hafitd merupakan kekasih Assyifa yang juga pembunuh Ade Sara. Pemuda itu juga dihukum bui 20 tahun.
"Mengadili, menyatakan, terdakwa Ahmad Imam Al Hafitd telah terbukti secara sah dan meyakinkan. Menjatuhkan pidana penjara selama 20 tahun. Memerintahkan agar terdakwa tetap ditahan. Memerintahkan barang bukti dikembalikan kepada JPU," ujar Absoro.
Majelis hakim menilai, Hafitd terbukti melakukan tindak pindana pembunuhan berencana. Hafitd dibantu terdakwa lain yaitu Assyifa Ramadhani melakukan penganiayaan secara terus-menerus dalam waktu yang lama di dalam mobil milik Hafitd, meski Ade Sara sudah berteriak. Perbuatan mereka membuat Ade Sara meninggal. "Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa adalah dilakukan dengan cara-cara keji. Dan tidak ditemukan alasan meringankan," ujar Absoro.
Vonis untuk Hafitd dan Assyifa ini lebih ringan dari jaksa yang menuntut hukuman seumur hidup. Jaksa menilai sejoli tersebut melakukan tindak pidana pembunuhan berencana yang tertuang dalam Pasal 340 KUHP, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang keterlibatan dalam perbuatan pidana. Jaksa juga menyebut keduanya melakukan tindakan pembunuhan terhadap korban Ade Sara sesuai Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 353 ayat 3 KUHP tentang Penganiayaan yang Menyebabkan Kematian, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pingsan
Pembunuh Ade Sara Angelina Suroto, Assyifa Ramadhani harus menerima kenyataan mendapat hukuman 20 tahun penjara. Tidak kuasa menahan tangis, Assyifa pun pingsan setelah mendengar vonis hakim.
Sebelum duduk di kursi pesakitan, Assyifa mendapat pelukan hangat dari sang ibunda yang menemani sejak Assyifa datang. Keduanya tampak saling menguatkan sebelum mahasiswa semester awal itu mendengarkan amar putusan dari hakim.
Assyifa yang mengenakan pakaian warna biru dongker dan kerudung senada itu hanya bisa tertunduk saat mendengarkan majelis hakim membacakan putusan. Tubuhnya bak tak punya tulang karena hanya bisa bersandar di kursi hitam ruang sidang.
Tangis pecah setelah Ketua Majelis Hakim Absoro membacakan hukuman 20 tahun untuk Assyifa. Assyifa langsung menyeka air matanya dengan sapu tangan yang sedari awal digenggamnya.
Ibunda Assyifa yang menyaksikan sidang dari kursi kanan baris ketiga langsung berdiri menghampiri Assyifa. Pelukan hangat mendarat melingkari tubuh anak bertubuh kurus itu.
Sang ibu pun membantu Assyifa berdiri dari kursi untuk berpindah tempat. Dibantu beberapa sanak saudara, Assyifa dan ibunda berusaha kuat berjalan sambil menangis keluar ruang sidang. Namun, baru sampai papan pembatas area sidang Assyifa tiba-tiba teriak kencang. "Aaa...," teriak Assyifa.
Seketika itu, Assyifa roboh dan pingsan. Tubuh kurusnya itu tergeletak di lantai putih ruang sidang itu. Ibunda dibantu pengacara lalu berusaha memindahkan Assyifa keluar ruangan untuk mendapat pertolongan medis.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhi hukuman kepada Assyifa 20 tahun penjara. Majelis berpendapat, Assyifa secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Hukuman itu, lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni hukuman penjara seumur hidup.
Tak Banding
Menanggapi vonis tersebut, Meski hukuman ini dianggap berat, kuasa hukum Hafitd, Hendrayanto menyatakan pihaknya tidak melanjutkan ke proses hukum selanjutnya, yakni banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. "Kami memutuskan untuk menerima keputusan dan tidak banding," kata kuasa hukum Hafitd, Hendrayanto, Selasa (9/12/2014).
Hendrayanto menjelaskan, timnya bersama keluarga Hafitd sudah berdiskusi terkait hukuman 20 tahun akibat melanggar Pasal 340 KUHP yang dijatuhkan kepada Hafitd. Dia beralasan, banding hanya akan memberatkan hukuman. "Menurut pertimbangan kami, ke depan akan semakin berat hukumannya. Jadi kami memutuskan untuk tidak banding," lanjut dia.
Karena itu, tim kuasa hukum dan keluarga memutuskan untuk menerima dengan lapang dada putusan dari majelis hakim yang dipimpim Absoro itu. "Kami sudah bulat tidak akan mengajukan banding," tutup dia.
Sementara keluarga Ade Sara menilai vonis penjara tersebut kurang berat. Mereka ingin vonis yang diberikan lebih berat lagi. Keluarga juga yakin jaksa akan mengajukan banding atas putusan ini. "Menurut saya sih kurang (berat). Ya, kalau memang berbeda dengan tuntutan JPU, saya yakin JPU akan banding," kata ayah Ade Sara, Suroto.
Dia mengatakan, hukuman 20 tahun penjara untuk Assyifa dan Hafitd sesungguhnya tidak akan mereka rasakan sepenuhnya. Sebab, keduanya masih bisa mendapat remisi dan potongan hukuman. "Hakim belum pernah merasakan apa yang saya rasakan. 20 tahun yang ditetapkan, belum remisi, jadi berapa? Saya nggak yakin bakal 20 tahun," kata Suroto.
Pria berkacamata itu menuturkan, masih tidak habis pikir dengan perbuatan yang dilakukan kedua pembunuh anaknya. Di usia yang masih muda, mereka sudah berani melakukan tindak pidana berat. Karena itu, Suroto sangat ingin hukum dapat ditegakkan sesuai dengan aturan yang ada. "Dia sebetulnya belum mengakui perbuatan kalau dia salah. Memaafkan tidak ada hubungan dengan proses hukum. Bukan berarti hukuman maaf saja, tidak," tegas Suroto.
Ade Sara dibunuh Hafitd dan Assyifa pada 3 Maret 2014. Mayatnya yang ditemukan mengenakan gelang Java Jazz kemudian dibuang di jalan Tol Bintara, Bekasi, Jawa Barat. Sebelum Ade Sara tewas karena disetrum dan mulutnya disumpal koran, kedua terdakwa menculiknya di dekat Stasiun Gondangdia, Jakarta Pusat. Baik Ade Sara maupun kedua terdakwa, ketiganya masih berstatus mahasiswa perguruan tinggi swasta di Jakarta. (Riz)