Liputan6.com, Jakarta - Pada Minggu 28 Desember 2014, pukul 05.36 WIB, pesawat AirAsia QZ8501 take off lebih awal dari jadwal sebelumnya. Baru 41 menit mengudara, Airbus A320-200 yang membawa 162 orang lenyap tanpa jejak, bahkan tanpa menyisakan ELT (emergency locator transmitter) sekalipun.
Faktor cuaca diduga menjadi salah satu penyebab hilangnya AirAsia. Apalagi, kontak terakhir pilot Iriyanto dengan menara kontrol adalah untuk minta izin bergeser dan naik ke ketinggian 38 ribu kaki untuk menghindari cuaca buruk.
Terkait cuaca saat itu, analisis peneliti sains atmosfer Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Erma Yulihastin, dengan menggunakan fasilitas sistem informasi peringatan dini SADEWA mengindikasikan cuaca buruk di lokasi hilangnya AirAsia tersebut.
"Hujan deras tampaknya sedang terjadi. Angin yang cukup kencang pun bertiup di wilayah tersebut. Data satelit MTSAT juga menunjukkan sedang adanya pertumbuhan awan kumulonimbus (cumulonimbus) yang menjulang tinggi di wilayah itu," demikian diungkap Kepala Lapan, Thomas Djamaluddin dalam laman Facebooknya.
Thomas menambahkan, ada kemungkinan pesawat menghadapi guncangan hebat. "Karena tidak mungkin menghindari turbulensi di dalam awan tebal dan sangat dinamis itu," tambah dia.Â
Namun, ahli astronomi itu menambahkan, kita tetap berharap pesawat tersebut selamat dan bisa mendarat di suatu tempat, mungkin di darat atau di laut.
Lapan, Thomas menambahkan, juga telah mengaktifkan citra satelit dan radar SAR guna membantu membantu proses pencarian.
"Tim Penginderaan Jauh LAPAN sejak kemarin mengaktifkan upaya pencarian menggunakan data satelit resolusi tinggi. Karena lokasi berawan, kemungkinan hanya citra radar yang bisa diandalkan. Semoga ada hasilnya yang bisa memberi informasi kepada tim SAR," kata Thomas Djamaluddin, Senin (29/12/2014).
Advertisement
Sebelumnya, Kasubid Pengelolaan Citra Satelit BMKG Ana Oktavia mengatakan, cuaca ekstrem, yakni badai dan petir sedang terjadi di area sekitar pesawat AirAsia hilang kontak Minggu 28 Desember 2014.
Sementara itu, Kapustekdata LAPAN, Dedi Irawadi mengatakan, meski lembaganya belum memiliki permintaan dari Basarnas, LAPAN tetap mengaktifkan. Semuanya dilakukan atas inisiatif lembaganya.
"Kita aktifkan dari sore kemarin, dengan titik koordinat terakhir dan dilebarkan ke arah Belitung, target kita di sekitar situ dulu. Mudah-mudahan segera, mungkin besok sudah ada hasilnya (pemotretan)," tutur Dedi.
Dedi menambahkan, citra satelit yang diaktifkan yakni SPOT 6 dan 7, DigitalGlobe, dan lain-lain. Pengaktifan ini setelah ada perintah dari Kepala Lapan dan permintaan Kemenristekdikti.
"Kita juga mengaktifkan TerraSAR X, karena berawan jadi kita pikir dengan data-data itu juga diaktifkan. Lalu ada DigitalGlobe yang didalamnya ada Quickbirds, Ikonos, dan Worldview. Ada yang bisa merekam 60x60 km hingga 17x17 km. Kemarin kita coba semua," imbuh Thomas. (Ein/Riz)