Liputan6.com, Jakarta - "Masa gaji Plt Gubernur kalah sama lurah," kata Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Banten, Rano Karno di Serang, pada pekan kemarin. Selorohan pemeran Si Doel Anak Sekolahan ini bukan tanpa sebab. Ia mengeluarkan kata-kata tersebut menanggapi rencana dari Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk menaikkan tunjangan bagi PNS DKI Jakarta dengan nilai yang fantastis.
Ahok memang berencana untuk menyesuaikan tunjangan kinerja bagi PNS DKI Jakarta. Tak tanggung-tanggung, penyesuaian tunjangannya yang berbasis capaian kinerja PNS tersebut nilainya antara Rp 13 juta sampai Rp 70 juta.
Tentu saja, hal tersebut membuat para PNS di daerah lain terkejut. Seperti halnya dengan Rano Karno. Namun hal tersebut dapat dimaklumi oleh Rano Karno, karena APBD DKI Jakarta sebesar Rp 80 triliun sehingga mampu menggaji PNS dengan nilai tinggi. Sedangkan APBD Banten hanya Rp 9,047 triliun belum mampu memberikan gaji pegawainya sebesar Jakarta.
Guru Besar Ilmu Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Miftah Thoha mengungkapkan, langkah Ahok untuk menaikkan gaji para pegawainya tentu saja cukup membuat kecemburusan sosial para PNS di daerah lain.
Bayangkan saja, sebagai contoh, jika kinerja sesuai dengan target, Ahok menjanjikan para lurah di DKI bisa membawa uang Rp 33 juta per bulan. Nilai tersebut sangat berbeda jika dibanding lurah di Bandung, daerah yang bertetangga dengan Jakarta. Lurah di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, hanya bisa mengantongi pendapatan kurang lebih Rp 8,7 juta per bulan.
“Jadi perasaan iri pasti ada, itu penyakit manusia,” jelas Miftah kepada Liputan6.com pada minggu lalu. Namun, Miftah melanjutkan, seharusnya kebijakan Ahok tersebut tidak dipandang sebagai hal yang negatif bagi PNS di daerah lain, tetapi harus dipandang sebagai hal yang positif.
Ia melanjutkan, langkah Ahok yang akan menyesuaikan penghasilan para PNS mulai dari staf sampai kepala badan hingga Rp 78 juta itu dapat menjadi motivasi bagi pemerintah provinsi lain untuk ikut mendongkrak Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
"Kalau APBD meningkat, setiap pemerintah provinsi bisa juga menaikkan gaji PNS di daerah masing-masing seperti yang dilakukan Ahok," lanjut Miftah. Tentu saja, kenaikan gaji harus diiringi dengan kinerja dan pelayanan memadai terhadap masyarakat. Bekerja secara profesional sehingga tercipta pelayanan publik berkualitas.
Meskipun tak banyak mengkritik Mitfah melihat bahwa Ahok semestinya tidak terlalu berlebihan untuk menyesuaikan gaji PNS tersebut. Menurutnya, kenaikan gaji diperbolehkan tetapi nilai yang diberikan sebaiknya tidak terlalu fantastis.
"Warga DKI Jakarta saja masih banyak yang hidup serba kekurangan, ini malah menaikkan gaji PNS sangat tinggi. Kalau kenaikan gaji ini ternyata melenceng dari tujuan awal, maka Ahok perlu meninjau kembali," lanjutnya.
Selanjutnya: PNS Pusat Jangan Risau..
Advertisement
PNS Pusat Jangan Risau
PNS Pusat Jangan Risau
Ternyata, langkah pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk menaikkan tunjangan bagi pegawainya tersebut tak hanya membuat iri pemerintah provinsi lain tetapi juga membuat risau PNS Pusat.
Citra Kurniasih, salah seorang PNS di Departemen Keuangan, melihat bahwa apa yang dilakukan oleh Ahok tersebut 'keterlaluan'.
Ia melihat bahwa selama ini kinerja PNS di pemerintahan provinsi tak bisa sebanding dengan di pemerintahan pusat. Tetapi pendapatan yang didapat jauh lebih tinggi jika memang rencana Ahok nanti dijalankan.
Namun, kerisauan dari PNS pusat tersebut ditepis oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB). Kementerian PAN RB meminta PNS Pusat agar tidak risau dengan rencana kenaikan tunjangan kinerja PNS Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tersebut.
"Tidak usah iri, makanya jangan melihatnya dari sisi nominal saja Rp 13 juta-Rp 70 juta," ungkap Kepala Humas Kemenpan RB, Herman Suryatman saat berbincang dengan Liputan6.com.
Dia menjelaskan, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tentu menuntut standar atau kinerja tinggi terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN) DKI Jakarta jika ingin mengantongi tunjangan kinerja fantastis, sehingga pendapatan yang diperoleh sangat signifikan.
Langkah menaikkan tunjangan kinerja, katanya, didasarkan pada capaian kinerja seorang PNS. Apabila memenuhi target dan standar yang telah ditetapkan, barulah PNS mendapatkan hak penaikan tunjangan kinerja.
Herman mencontohkan, Sekretaris Daerah (Sekda) misalnya harus bisa memenuhi standar yang ditetapkan 4.900 poin per bulan. Jika berhasil mencapai, maka tunjangan kinerja Sekretaris Daerah bisa sebesar Rp 40 juta.
"Faktanya tergantung capaian kinerja, sehingga mereka seperti dipaksa untuk memberikan pelayanan dan kinerja maksimal. Kalau tidak berhasil atas standar itu, ya tunjangan kinerja tidak diberikan atau bisa di bawah range," terangnya. (Ein)
Advertisement