Korupsi USU, Mindo Rosalina Mengaku Mengurus di Komisi 10 DPR

Saksi Gerhana Sianipar Direktur Utama PT Exatech Tecnology Utama mengakui pernah menyetujui formulir permohonan fee Rp 500 juta.

oleh Reza Efendi diperbarui 12 Mar 2015, 04:08 WIB
Diterbitkan 12 Mar 2015, 04:08 WIB
Korupsi USU, Mindo Rosalina Mengaku Mengurus di Komisi 10 DPR
Saksi Gerhana Sianipar Direktur Utama PT Exatech Tecnology Utama mengakui pernah menyetujui formulir permohonan fee Rp 500 juta.

Liputan6.com, Medan - Sidang kasus korupsi dugaan pengadaan peralatan farmasi di Fakultas Farmasi dan peralatan Etnomusikologi di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara (USU) tahun anggaran 2010, dengan terdakwa Abdul Hadi selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan Rabu kemarin.

Mantan Manajer Marketing PT Permai Group, Mindo Rosalina Manulang, bersaksi bahwa dirinya 'mengurusi' Komisi 10 DPR RI agar dananya turun.

"Khusus untuk USU ini, saya tidak tahu secara detail, hanya garis besar saja. Saya yang memperjuangkan di Komisi 10 DPR RI dan Dirjend Dikti, supaya diloloskan dan dibahas di badan anggaran. Dan saya mengurusnya gelondongan 16 universitas. Untuk USU, dananya Rp 25 miliar sampai Rp 30 miliar, dari Rp 600 miliar," kata dia di persidangan, Rabu (11/3/2015).

USU sebagaimana 15 universitas lainnya bermasalah. Salah satunya terkait dugaan korupsi dengan modus mark up. Ketika hakim mempertanyakan tentang siapa yang menentukan Harga Perkiraan Sementara (HPS), menurut Mindo, HPS disusun oleh panitia.

"HPS yang nyusun panitia, pak. Untuk di USU ini, keuntungannya tidak mencapai target sebesar 40%, tapi hanya sampai 32%. Sebenarnya, keuntungan kami hanya 15% saja, 1% untuk lembaga, 5% untuk DPR dan selebihnya untuk dibuang,"  ucap Mindo yang tak merinci mengenai maksudnya dibuang.

Sementara saksi Gerhana Sianipar, selaku Direktur Utama PT Exatech Tecnology Utama menjawab pertanyaan hakim terkait adanya lalu lintas uang, mengakui pernah menyetujui formulir permohonan fee sebesar Rp 500 juta untuk memperlancar pengadaan barang dan pelelangan.

Gerhana mengaku, memberikan uang untuk proyek di USU secara tidak langsung kepada stafnya bernama Fajar, yang mengatakan uang tersebut untuk memperlancar proses di USU sebesar Rp 50 juta dan Rp 100 juta pada Desember 2010 kepada mentor dan Rosa yang juga stafnya.

"Itu katanya untuk panitia pak, biar cepat proses cairnya, katanya," ujar dia.

Hakim kembali bertanya mengenai uang Rp 500 juta yang mana di dalam dakwaan diistilahkan dengan kata support, dijelaskan Gerhana bahwa dari Rp 500 juta tersebut, ada Rp 125 juta yang dibagi untuk untuk 12 orang.

"Masing-masing Rp 10 jutaan, dan untuk terdakwa dititipkan kepada mereka," kata dia tanpa merinci uang yang Rp 275 juta.

"Untuk terdakwa atau rektor?" tanya hakim.

"Itu saya tak tahu yang mulia, itu level bos," jawab Gerhana.

Dalam sidang ini, selain Mindo dan Gerhana, jaksa penuntut umum (JPU) Netty Silaen juga menghadirkan 5 saksi lainnya yang menjadi tersangka dalam kasus ini, yang sedang dalam proses penyidikan.
5 Saksi tersebut yakni mantan Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara (USU) Prof Dr Sumadio Hadisahputra, Ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) Suranto, Ketua Panitia Pengadaan Barang Hasrul, Direktur PT Sean Hulbert Jaya selaku rekanan Siti Ombun Purba, dan Direktur PT Marell Mandiri Elisnawaty.

Dalam kesaksiannya, Sumadio mengatakan bahwa dalam proses ini, pihaknya tidak tahu menahu mengenai HPS. "Kami sebelumnya tak tahu, kemudian kami survei, dan akhirnya kami dapat dari vendor," kata dia.

Dalam kasus ini, Kasubbag Rutin dan Pembangunan Universitas Sumatera Utara, selaku PPK, Abdul Hadi diadili terkait dugaan korupsi dalam pengadaan peralatan farmasi di Fakultas Farmasi dan peralatan Etnomusikologi di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara tahun anggaran 2010.

Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum Netty Silaen dijelaskan, akibat perbuatan terdakwa, negara dirugikan sebesar Rp 13 miliar sesuai audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sumut.

"Kerugian itu timbul dari pengadaan peralatan farmasi sebesar Rp 10 miliar dan pengadaan peralatan etnomusikologi sebesar Rp 3 miliar," ujar JPU Netty Silaen dalam persidangan. (Rmn)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya