Liputan6.com, Jakarta - 18 Orang yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) hendak menggelar unjuk rasa di depan kedutaan besar Amerika Serikat dan Jakarta Convention Center (JCC). Namun belum sempat menyerukan aspirasi, mereka ditangkap kepolisian Polsek Gambir pada Senin 20 April kemarin pada pukul 15.00 WIB hingga pukul 21.00 malam.
Polisi juga ikut mengambil atribut-atribut unjuk rasa, seperti toa atau alat pengeras suara dan spanduk.
"Tidak ada sikap kasar (dari petugas), ya kami hanya difoto, diperiksa sidik jari, sebagaimana prosedur kalau penangkapan," jelas Pemimpin Pusat AGRA Mohamad Ali kepada Liputan6.com di depan Gedung LBH, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Selasa (21/4/2015).
Menurut Ali, sebenarnya pihanya sudah mengajukan surat izin berdemo kepada kepolisian, namun restu mengadakan unjuk rasa tak kunjung diterima. Alasannya, suasana harus kondusif selama berlangsung Konferensi Asia-Afrika (KAA).
"Izinnya nggak dikeluar-keluarin, alasannya ya KAA," jelas Ali.
Ali mengatakan, agenda unjuk rasa kemarin adalah menyuarakan kepada semua pihak bahwa forum KAA sarat neo kolonialisme dan imperialisme, serta melenceng dari Dasasila Bandung 1955 atau KAA pertama.
Ali mewakili AGRA menilai, KAA hanya merupakan wadah Amerika Serikat untuk meningkatkan eksploitasi sumber-sumber kehidupan rakyat di Benua Asia-Afrika.
KAA ke-60 ini dilaksanakan di 2 kota, yaitu Jakarta pada 19-23 April dan Bandung pada 24 April. Agenda KAA meliputi 'Asia-Afrika Bussiness Summit' dan 'Asia-Africa Carnival'.
Tema KAA ke-60 yang dibawa Indonesia dalam acara yang akan dihadiri 109 pemimpin negara dan 25 organisasi internasional itu, adalah peningkatan kerja sama negara-negara di kawasan selatan, kesejahteraan, serta perdamaian. (Rmn/Mut)