Dahlan Iskan Tak Ditahan tapi Dicekal

Dahlan Iskan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan dan pembangunan Gardu Induk PLN.

oleh Audrey Santoso diperbarui 05 Jun 2015, 18:12 WIB
Diterbitkan 05 Jun 2015, 18:12 WIB
Senyum Dahlan Iskan Seusai Diperiksa Kasus Korupsi
Mantan Dirut PT PLN Dahlan Iskan saat memenuhi panggilan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Jumat (5/6/2015). Dahlan diperiksa sebagai saksi terkait korupsi proyek pembangunan 21 Gardu Listrik Jawa-Bali-Nusa Tenggara.(Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menetapkan mantan Dirut PT PLN Persero Dahlan Iskan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan dan pembangunan Gardu Induk (GI) di Unit Induk Pembangkit Jaringan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Kejati juga akan mengajukan surat cegah dan tangkal (cekal) Dahlan Iskan ke luar negeri.

"Mulai hari ini Kejati meminta melalui Kejagung agar dilakukan pencekalan kepada saudara DI," ujar Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Muhammad Adi Toegarisman di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (5/6/2015).

Adi mengatakan, tim penyidik tidak memutuskan menahan Dahlan karena ia bersikap kooperatif selama diperiksa 2 hari terakhir. Sikap kooperatif yang dimaksud ialah datang tepat waktu dan tidak menyulitkan proses pemeriksaan saat tim penyidik memberondongnya dengan pertanyaan.

"Untuk saat ini tim penyidik masih belum memerlukan penahanan. Saudara DI kooperatif. Walaupun DI mangkir 3 kali pemanggilan. Tetapi kemarin dan hari ini datang sesuai jadwal," kata Adi.

Keterlibatan

Dahlan Iskan resmi ditetapkan sebagai tersangka usai diperiksa selama 5,5 jam oleh tim penyidik Kejaksaan Tinggi. Adi Toegarisman mengumumkan keterlibatan Dahlan Iskan selaku Kuasa Pengguna Anggaran yang membiarkan penyimpangan-penyimpangan prosedur terjadi dalam perjalanan proyek tersebut.

"Pertama, PLN mengajukan pencairan dana untuk membayar kontrak multiyears ke Kemenkeu (Kementerian Keuangan) namun ditolak karena saat ditanya soal tanah, tanahnya belum siap. Kedua, PLN mengajukan lagi tetapi ditolak lagi. Ketiga, Menkeu menandatangani kontrak multiyears karena dikatakan tanah sudah siap. Tapi dalam perjalaannya, proses ini mandek karena tanahnya bermasalah," terang Adi.

Selain itu, sistem pembayaran proyek kepada perusahaan kontraktor dinilai menyalahi peraturan dengan yang menggunakan material concept menyalahi aturan. Penyidik mengategorikan pembangunan gardu merupakan pekerjaan konstruksi, sehingga pembayaran kepada rekanannya sesuai dengan seberapa jauh gardu tersebut selesai dibangun. Nyatanya, PLN membayar rekanan di muka dengan alasan memberikan uang untuk modal rekanan membeli bahan-bahan material.

"Terhadap proyek ini kami nilai ini pembangunan konstruksi, bukan pengadaan barang. Jadi pembayarannya berdasarkan seselesainya pekerjaan, bukan saat pembelian material. Itu bertentangan dengan Keppres," tegas Adi. (Mut/Sss)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya