Anggota DPR Usul Pembunuh Angeline Ditempatkan di Pulau Terisolir

Hukuman tempat terisolir bahkan perlu diusulkan untuk pelaku kekerasan kepada anak.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 11 Jun 2015, 19:09 WIB
Diterbitkan 11 Jun 2015, 19:09 WIB
[Bintang] Sebelum Meninggal, Angeline Pernah Juga Merasakan Kebahagiaan
Sebelum Meninggal, Angeline Pernah Juga Merasakan Kebahagiaan | via: facebook.com

Liputan6.com, Jakarta - Kasus dugaan kekerasan seksual disertai pembunuhan Angeline di rumah orangtua angkatnya, Jalan Sedap Malam Nomor 26 Sanur, Bali, hingga kini terus didalami.

Anggota Komisi III DPR Arsul Sani berpendapat, pembunuh sadis terhadap Angeline sebaiknya dikenakan sanksi berdasarkan peraturan perlindungan anak.

‎"Di KUHP baru ditambah hukumannya. Misalnya, saya lebih setuju dia (pelaku) dimasukkan di lembaga pemasyarakatan yang terisolir. Seperti Pulau Seribu khusus pulau tahanan," kata Arsul  di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (‎11/6/2015).

Menurut Arsul, cara tersebut lebih dimungkinkan, karena seluruh hukum merujuk Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). "Yang sekarang bentuk-bentuk hukuman itu pidana pokok, yaitu pidana mati, pidanan penjara, pidana denda."

"Dan pidana tambahan, yakni pencabutan hak politik. Kalau di anak pencabutan hak asuh," sambung dia.

Atas alasan itu, kata Arsul, bentuk hukuman lain tidak mungkin diakukan. Sebab, dalam Revisi KUHP (RKUHP) yang tengah direncanakan, baru ada penambahan hukuman kerja sosial saja.

Perbaikan Sistem Perlindungan Anak

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, kasus Angeline menjadi pelajaran kepada pemerintah untuk memikirkan sistem yang lebih baik lagi dalam perlindungan anak.

"Saya kira, Indonesia perlu memikirkan sistem perlindungan anak yang lebih komperhensif," kata Fahri.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menilai, hingga saat ini masalah perlindungan anak lebih banyak diurusi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Karena itu, dia berharap pemerintah meninjau kembali sistem perlindungan anak.

"Ada lembaga perlindungan anak. Tapi dana yang dimiliki hanya Rp 6 miliar. Apa yang dapat dilakukan lembaga dengan biaya segitu? Harus ada perhatian dan konsen teman-teman perlindungan anak," ujar dia.

Terkait hukuman apa yang pantas diberikan kepada para pelaku kasus pembunuhan anak, Fahri menyerahkan hal tersebut kepada lembaga hukum.

"Saya tidak tahu, karena itu ranahnya penegak hukum. Mereka pasti punya sisi subjektif. Tapi juga harus objektif melihat dasar regulasi yang ada. Harus ada regulasi yang ketat dan menjaga," ucap Fahri.

Shock Therapy...

Shock Therapy

Shock Therapy

Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris mengatakan, pembunuhan Angeline harus dijadikan momentum untuk menyatakan perang terhadap segala macam bentuk kekerasan anak. Maka itu, perlu shock therapy terhadap para pelaku kekerasan anak, agar mereka berpikir dua kali sebelum melakukan kekerasan terhadap anak.

"Perlu shock therapy untuk menyadarkan siapa pun di Indonesia bahwa kekerasan terhadap anak. Apalagi sampai menghilangkan nyawa adalah kejahatan luar bisa, sama seperti korupsi dan terorisme," ujar Fahira, dalam keterangan tertulisnya.

"Saya harap, siapapun pembunuh Angeline dihukum mati saja. Di-dor saja," sambung dia.

Fahira meminta kepada lembaga penegak hukum agar memberikan hukuman setimpal kepada pembunuh Angeline. Bahkan pasal berlapis, agar tidak mengulangi perbuatan kejinya.

"Lengkap siksaan yang dialami bocah malang ini. Bahkan setelah tak bernyawa dia masih disiksa. Hati siapa yang tidak patah. Saya mohon kepada kepolisian, jaksa, dan hakim, jeratlah pelaku dengan pasal berlapis," pinta dia.

Menurut Fahira, maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak karena sebagian besar masyarakat belum memandang kekerasan terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa.

"Beri kami harapan bahwa negara hadir melindungi anak-anak. Beri peringatan kepada orang-orang di luar sana bahwa tidak ada tempat untuk orang-orang biadab penyiksa dan pembunuh anak di negeri ini," ujar senator asal Jakarta ini.

Fahira heran, meski sekarang ini sudah ada UU Perlindungan Anak sejak 2002 dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara, namun kekerasan fisik, seksual, dan psikologis terhadap anak dengan berbagai macam cara meningkat tiap tahun.

"Saya juga sudah sampaikan berkali-kali kepada DPR dan pemerintah, segeralah merevisi UU Perlindungan Anak, untuk mengubah hukuman maksimal 15 tahun menjadi hukuman mati bagi pelaku kekerasan anak yang sadis seperti kasus Angeline," tegas Ketua Yayasan Anak Bangsa Berdaya dan Mandiri (Abadi) ini.

Bahkan, kata Fahira, banyak pelaku kekerasan terhadap anak ternyata orang-orang terdekatnya. "Sekali lagi saya sampaikan, kita perlu blueprint perlindungan anak untuk merevolusi mental masyarakat bahwa kekerasan terhadap anak, terutama fisik dan seksual adalah kejahatan luar biasa," pungkas Fahira.

Hukuman Kebiri...

 

Hukuman Kebiri

Hukuman Kebiri

Komisi Nasional Perlindungan Anak sebelumnya mengusulkan, revisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ke DPR, salah satunya, menerapkan hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan kelamin.

Beberapa anggota Komisi VIII sepakat dengan usulan Komnas Anak ini. Bahkan, mereka menilai hukuman yang lebih berat dari kastrasi atau kebiri bagi pelaku kejahatan seksual anak perlu dilakukan.

Angeline dilaporkan hilang pada 16 Mei 2015 oleh ibu angkatnya, Margriet Megawe. Bocah cantik berusia 8 tahun itu akhirnya ditemukan terkubur pada Rabu 10 Juni di belakang rumahnya, dekat kandang ayam, tepatnya di Jalan Sedap Malam, Denpasar, Bali.

Kini polisi baru menetapkan 1 tersangka yakni Agus (25) yang merupakan pekerja rumah tangga di rumah Margriet. Kendati, polisi terus mengembangkan kasus pembunuhan bocah malang itu, termasuk melakukan prarekonstruksi yang melibatkan mantan sekuriti itu di kediaman tersebut.

Hasil autopsi pada tubuh bocah kelas 2 SD itu, hampir sekujur tubuhnya luka lebam. Luka itu ada di bagian pinggang ke bawah, dada samping kanan, leher samping kanan, dan dahi samping kanan. Ada juga di pelipis kanan, dahi samping kiri, batang hidung, pipi kiri atas, pipi kiri bawah telinga, leher samping kanan dan leher kanan atas bahu.

Kepala Instalasi Forensik RSUP Sanglah Denpasar Dudut Rustyadi menyebutkan, di leher Angeline juga ditemukan bekas jeratan tali. Selain luka-luka tersebut ada luka bekas sundutan rokok. (Rmn/Yus)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya