Kisah Kakek Anies Baswedan Saat Cari Pengakuan Kemerdekaan RI

Anies mengatakan, perjalanan kakeknya bersama rombongan delegasi begitu sederhana. Bahkan para mahasiswa merasa iba.

oleh Oscar Ferri diperbarui 14 Agu 2015, 00:49 WIB
Diterbitkan 14 Agu 2015, 00:49 WIB
Anies Baswedan
Anies Baswedan (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Siapa Abdurrahman Baswedan? Mungkin generasi anak muda zaman sekarang tidak banyak yang mengetahuinya. Mungkin pula nama belakang dari nama itu, Baswedan, yang sedikit tak asing di telinga masyarakat saat ini.

Ya, Abdurrahman (AR) Baswedan merupakan kakek dari Anies Baswedan yang saat ini menjadi Menteri Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah periode 2014-2019. Dua tahun pascakemerdekaan Indonesia, AR Baswedan, Menteri Muda Penerangan menjadi salah satu delegasi yang ikut rombongan Menteri Muda Luar Negeri H Agus Salim ke sejumlah negara timur tengah. Kepergian mereka ke luar negeri untuk mencari dukungan dan pengakuan negara-negara lain atas kemerdekaan Indonesia. Salah satu yang dituju adalah Mesir.

‎"Kemerdekaan itu sendiri perlu pengakuan, dan pengakuan itu datang dari negara lain. Karena itu kemudian Indonesia mengirimkan sebuah delegasi untuk mendapatkan pengakuan itu. Kakek saya panggilannya AR Baswedan. Dia jadi salah satu yang berangkat waktu itu ke Mesir," ujar Anies saat berkunjung ke kantor Liputan6.com, Jakarta‎, Kamis (13/8/2015).

Anies mengatakan, perjalanan kakeknya bersama rombongan delegasi itu begitu sederhana. Termasuk pakaian para delegasi yang tak semewah pakaian pejabat sekarang. Bahkan, mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang tengah belajar di Mesir merasa iba saat melihat kondisi para delegasi tersebut.

"Mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang belajar di sana melihat kasihan dengan delegasi-delegasi kita yang ala kadarnya itu," ucap mantan Rektor Universitas Paramadina itu mengingat-ingat lagi kisah yang pernah diceritakan kakeknya itu.

Dapat Pengakuan

Dapat Pengakuan

Di Mesir, Indonesia mencoba mendapat pengakuan. Tepat pada 10 Juni 1947, Menteri Luar Negeri Mesir menerima rombongan delegasi Indonesia.

Singkat cerita, Mesir menyetujui untuk menandatangani surat "Pengakuan Mesir terhadap Kedaulatan Republik Indonesia". Surat itu ditandatangani Perdana Menteri sekaligus Menteri Luar Negeri Mesir Nokrashi Pasha, sementara dari Indonesia ditandatangani oleh Agus Salim. Alhasil, Mesir menjadi negara pertama di dunia yang mengakui kemerdekaan Indonesia.

"Begitu mendapatkan pengakuan dari Mesir, lalu diputuskan surat ini harus sampai ke Tanah Air. Karena pengakuan internasional itu menjadi kunci‎," ucap Anis.

Akhirnya diputuskan salah satu delegasi yang pulang ke Tanah Air adalah AR Baswedan. Anggota Badan Penyelidik Usaha dan Persiapan‎ Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) itu bukan tak tahu akan bahaya yang mengancam dengan kepulangannya membawa sepucuk surat begitu berharga dan amat penting di tangannya.

Dalam berbagai catatan sejarah, Agus Salim bahkan sampai mengatakan, "Baswedan, bagi saya tidaklah penting apakah Saudara sampai Tanah Air atau tidak, yang penting dokumen-dokumen ini harus sampai di Indonesia dengan selamat." Tentu perjalanan yang ditempuh AR Baswedan juga harus jauh karena transit di sejumlah tempat, seperti Bahrain, Karachi, Kalkuta, Rangon, dan Singapura.

Anies menceritakan, ongkos perjalanan dengan pesawat yang dilakukan kakeknya itu merupakan urunan dari mahasiswa-mahasiswa Indonesia di Mesir. Ketika sampai di India pun orang-orang Indonesia di India juga turut patungan untuk membeli tiket pesawat.

Sesampainya di Singapura, yang artinya sudah dekat dengan Indonesia, AR Baswedan juga tidak serta langsung bisa masuk. Sebab dia menunggu situasi Tanah Air setelah Belanda menggencarkan agresi militernya pada 1946 yang tengah tak menentu.

Apalagi pemerintahan Indonesia‎ tengah "dipindahkan" ke Yogyakarta saat itu. Di samping itu, AR Baswedan juga menjadi orang-orang yang paling dicari militer Belanda agar surat pengakuan Mesir tak sampai ke tangan Sukarno.

Kehabisan Bekal

Kehabisan Bekal

Saat menunggu berminggu-minggu itu, AR Baswedan pun kehabisan bekal dan uang. Di situ pula, kesulitan‎ menghadang AR Baswedan.

"Tinggalnya juga numpang-numpang. Kumpulin uang-uang, kumpulinnya juga untuk beli tiket, supaya bisa terbang sampai ke Kemayoran. Problemnya, Jakarta waktu itu masih ada Belanda. Jadi untuk masuk ada checkpoint, pemeriksaan, dan macam-macam," ucap Anies.

AR Baswedan, kata Anies, tak hilang akal. Agar luput dari pemeriksaan, surat pengakuan itu kemudian dilipat-lipat dan dimasukkan ke dalam kaos kaki yang ia kenakan pada sepatunya.

"Jadi ketika checkpoint itu surat diinjak-injak di dalam kaos kaki sepatunya, surat pengakuan yang ditandatangani oleh Perdana Menteri Mesir," ujarnya.

Lolos dari pemeriksaan, AR Baswedan segera mencari taksi dan menuju rumah Amir Sjarifuddin yang menggantikan Sutan Sjahrir sebagai Perdana Menteri.‎ Selanjutnya, ia pergi ke Yogyakarta dengan kereta api dan akhirnya bertemu Sukarno lalu menyerahkan surat pengakuan kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia dari Mesir tersebut.

"Dan itu menjadi dasar, bahwa proklamasi kita diakui internasional. Begitu ada pengakuan itu, kita bisa deklarasi bahwa kemerdekaan kita mulai diakui internasional," tukas Anies. (Ali/Vra)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya