Kunker Komisi III untuk Revisi KUHP Diminta Pertanggungjawabannya

Erasmus menegaskan, harusnya jika hanya untuk berdiskusi dengan para narasumber, tidak perlu sampai terbang ke Inggris.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 18 Sep 2015, 09:46 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2015, 09:46 WIB
Kompleks Gedung DPR
Kompleks Gedung DPR (Liputan6.com/Faisal R Syam)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi III DPR telah melakukan kunjungan kerja ke Ministry of Justice, Inggris. 9 Anggota komisi yang tergabung dalam Panja RUU KUHP-KUHAP berada di Inggris pada 22-26 Agustus 2015.

Kesembilan anggota yang ikut yakni Azis Syamsudin, Jhon Azis Kenedy, Dwi Ria Latifah, Iwan Kurniawan, Didik Mukriyanto, Daeng Muhammad, Nasir Jamil, Bahrudin Asrori, dan Arsul Sani.

Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu meminta, agar Komisi hukum itu melaporkan hasil pertanggungjawabannya ke publik.

"Saya pribadi enggak masalah untuk kunker, tapi mana laporannya, enggak ada laporannya. Kita enggak ada masalah, tapi laporannya jelas," ujar Erasmus di Jakarta, Kamis 17 September 2015.

Meski tidak mempermasalahkan, Erasmus menegaskan, harusnya jika hanya untuk berdiskusi dengan para narasumber, tidak perlu sampai terbang ke Inggris.

"Kalau mau ketemu 1 atau 2 ahli, harusnya tidak perlu sampai ke Inggris. Kunker itu dilakukan jika ingin melihat mekanismenya," tegas dia.

Anggota Komisi III DPR yang ikut ke Inggris, Arsul Sani menerangkan, Inggris menjadi rujukan negara-negara berkembang dalam pembahasan RUU KUHP-KUHAP.

"Ada beberapa hal yang bisa diambil dari negara yang telah menerapkan sistem hukum common law, criminal legal system," ujar Arsul.

Arsul meminta publik supaya tidak terlalu meributkan urusan kunjungan kerja kali ini. Sebab, sepenuhnya dilakukan untuk mengkaji persoalan, bukan untuk plesiran.

Dia menerangkan, masih ada beberapa destinasi untuk studi banding pembahasan KUHP-KUHAP. 2 Bulan lalu, DPR berkunjung ke Belanda atas undangan pemerintah Belanda.

Arsul menyoroti beberapa poin selama kunjungan. Di antaranya diperlukan pemidanaan atas dasar living law atau hukum adat. Maksudnya, apabila hukum adat di suatu daerah memungkinkan untuk masuk hukum pidana, maka aturan itu membuka kemungkinan agar hukuman pidana bisa diterapkan. (Mvi/Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya