Kejagung Ingin Pasal Penghinaan Presiden Tetap di RUU KUHP

"Kami berpendapat pasal itu tetap dipertahankan, tetapi dengan catatan delik tersebut dijadikan delik aduan."

oleh Taufiqurrohman diperbarui 08 Sep 2015, 07:16 WIB
Diterbitkan 08 Sep 2015, 07:16 WIB
20150630-Rapat Dengar Pendapat Jaksa Agung dan Komisi III- Prasetyo
Jaksa Agung Prasetyo (kemeja putih) saat mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI, Jakarta, Selasa (30/6/2015). Rapat tersebut membahas sinergi penegakan hukum dan permasalahan aktual lainnya. (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Liputan6.com, Jakarta - Draf Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) saat ini masih dibahas Komisi III DPR. Dari sekian banyak pasal, salah satu yang disorot yakni kemunculan kembali pasal penghinaan presiden.

Pihak Kejaksaan Agung memberikan masukan terkait persoalan ini. Wakil Jaksa Agung Andhi Nirwanto mengatakan, pasal yang membahas perlindungan hukum bagi presiden dari penghinaan bisa dipertahankan dalam RUU KUHP.

"Pasal yang mengatur perlindungan kepala negara dan wakil kepala negara dari penghinaan menimbulkan ambivalensi (pertentangan). Kami berpendapat pasal itu tetap dipertahankan, tetapi dengan catatan delik tersebut dijadikan delik aduan," kata Nirwanto dalam rapat kerja dengan Komisi III di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 7 September 2015.
‎
Andhi menyebut, untuk sanksi bagi pelaku mesti disesuaikan. Sebab kata dia, kesuaian ini tidak sama dengan Putusan Mahkamah Konstitusi yang diketok pada 6 Desember 2006 lalu.

Akomodir Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

Adapun Jaksa Agung HM Prasetyo menginginkan beberapa rumusan persoalan diakomodir dalam RUU KUHP.‎ Diantaranya masalah perekrutan kelompok teroris dan pengikut paham radikal.

"RUU KUHP belum mengakomodir tindakan perekrutan kelompok teroris dan pengikut paham radikal," kata Prasetyo.

Dia juga menyinggung rancangan Perppu terkait pemberantasan tindak pidana terorisme serta rancangan Perppu penanggulangan kelompok radikal terorisme. Ia berharap hal ini juga diakomodir dalam RUU KUHP.

Selanjutnya, terkait pengakuan terhadap hak-hak korban, Prasetyo berharap ada pembahasan RUU KUHP yang lebih banyak mengakomodir hak-hak korban.

"Lebih banyak mengakomodir hak-hak korban serta dalam RUU KUHAP diatur tata cara serta lembaga yang berwenang untuk melakukan penaksiran kerusakan," tandas Prasetyo. (Sun/Ron)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya