Liputan6.com, Jakarta Raut kesedihan terpancar jelas dari wajah Nurhayati. Sudah beberapa hari ini wanita asal Desa Selo Awar-Awar, Lumajang, Jawa Timur, itu 'siaga' menunggui suaminya, Tosan, yang tergeletak tak berdaya di ruang isolasi Rumah Sakit Saiful Anwar Malang (RSAA). Tosan koma selama 2 hari sejak dirujuk pada Minggu 27 September.
"Alhamdulillah sudah siuman, tapi belum bisa berkomunikasi. Bergerak pun belum boleh,” kata Nurhayati di RS Syaiful Anwar Malang, Selasa 29 September.
Tosan, petani sekaligus aktivis penolak tambang di Pantai Watu Pecak, Lumajang kondisinya berangsur membaik. Petani asal Desa Selo Awar–Awar Lumajang ini ditempatkan di ruang isolasi RSSA Malang akibat luka yang dideritanya cukup parah.
Sehari sebelumnya, Tosan menjalani operasi menutup lambungnya yang robek beberapa sentimeter akibat digilas motor pelaku pengeroyokan. Kepala bagian belakang juga luka parah akibat hantaman benda keras dan dibacok penyerangnya.
"Diawasi ketat oleh pihak rumah sakit, tidak boleh dikunjungi secara bebas terutama oleh orang tidak dikenal. Saya setiap hari berjaga di sampingnya," tutur Nurhayati.
Selain itu, Polres Lumajang juga menempatkan sejumlah personel untuk menjaga keamanan Tosan. Kondisi ini membuat keluarga lega karena selama ini keluarga sempat was-was akan ada penyusup masuk.
Tosan dirujuk ke RSSA setelah menjadi korban gesekan antar-kelompok terkait aktivitas penambangan di pesisir Pantai Watu Pecak Lumajang, 26 September lalu. Tosan dikenal sebagai salah satu aktivis Forum Petani Anti Tambang Desa Selo Awar–Awar. Tosan juga pengurus di Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Pesisir Pantai Watu Pecak.
Tosan didatangi sekelompok orang di rumahnya kemudian dihajar ramai-ramai. Dalam kondisi tak berdaya pria paruhbaya itu sempat dilindas sepeda motor dan dipukul benda tajam oleh para pelaku yang diduga berasal dari kalangan pro-tambang.
Meski mengalami luka parah di sekujur tubuhnya, Tosan beruntung masih bisa selamat.
Advertisement
Nasib tragis justru dialami rekannya, Salim atau Salim Kancil. Warga Dusun Krajan 1 Rt 26 RW 10 Desa Selok Awar-Awar Kecamatan Pasirian, Lumajang ini harus meregang nyawa secara tragis akibat dikeroyok sekelompok orang yang diduga pro-tambang.
Anggota Tim Investigasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Surabaya Fatkhul Khoir menyatakan, kematian Salim sangat tidak wajar. Diduga, Salim Kancil tewas setelah digergaji lehernya dan dianiaya 40 orang.
"Setelah mengeroyok Tosan, gerombolan ini menuju rumah Salim Kancil. Setiba di rumah, Salim Kancil langsung diseret dan diikat dengan seutas tali yang sudah disiapkan oleh gerombolan yang terdiri sekitar 40 orang itu," kata Fatkhul, Surabaya, Senin 28 September.
Selanjutnya, kata Fatkhul, Salim diduga diseret menuju Balai Desa Selok Awar-awar. Di balai desa, gerombolan ini diduga telah menyiapkan alat setrum untuk menyiksa Salim. Bahkan, seorang di antara mereka diduga menggorok leher Salim dengan sebilah gergaji.
Namun ajaibnya, hampir semua siksaan dengan benda tajam yang ditujukan ke tubuh Salim seolah tidak mempan. "Melihat kenyataan Salim tidak bisa dilukai dengan benda tajam, dan keadaan balai desa yang masih ramai, gerombolan tersebut kemudian membawa Salim yang masih dalam keadaan terikat melewati jalan kampung menuju arah makam yang lebih sepi," beber dia.
Di tempat tersebut, pria kelahiran 22 April 1969 diduga dianiaya lagi. Kali ini gerombolan diduga menghantam kepala Salim dengan batu dan memukulinya hingga tewas.
"Di tempat inilah kemudian Salim meninggal dengan posisi tertelungkup dengan kayu dan batu berserakan di sekitarnya," pungkas Fatkhul.
Peristiwa ini bermula dari sikap para petani yang bergabung dalam Forum Petani Anti Tambang Desa Selo Awar-awar menolak penambangan di Pantai Watu Pecak.
Petani kesal karena sebagian lahannya dijadikan jalan perlintasan truk pengangkut pasir. Mereka mengajukan pemberitahuan untuk menggelar unjuk rasa menolak penambangan. Namun unjuk rasa belum digelar, 2 petani yakni Salim dan Tosan menghilang.
Salim Kancil kemudian ditemukan di tepi jalan dalam kondisi tak bernyawa dengan banyak luka pada 26 September. Sedangkan Tosan dalam kondisi kritis karena menderita luka serius di tubuhnya.
Polisi Tetapkan Tersangka
Polisi langsung bergerak mengusut aksi kekerasan yang berujung kematian Salim Kancil. Sebanyak 22 pengeroyok Salim Kancil ditetapkan menjadi tersangka. 20 tersangka ditahan, dan 2 lainnya tidak ditahan karena masih di bawah umur.
Sedangkan 17 dari 22 tersangka tersebut saat ini sudah digelandang ke Mapolda Jawa Timur di Jalan Ahmad Yani Surabaya. Mereka semuanya diangkut dengan menggunakan mobil tahanan polisi serta mendapatkan pengawalan ketat dari polisi.
Sebelum dimasukkan ke dalam sel tahanan, 17 tersangka yang baru tiba tersebut dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh tim dokkes Polda Jatim guna mengetahui kondisinya apakah dalam keadaan baik atau tidak.
Kasub Biddokpol Polda Jatim AKBP Ony Swasono menjelaskan, pemeriksaan tersebut dilakukan sesuai dengan SOP, ketika ada seorang tersangka baru. "Semua tersangka itu diberlakukan sama, diperiksa kesehatannya," kata Ony Swasono di Mapolda Jatim, Selasa malam, 29 september.
Ony menambahkan, pemeriksaan itu juga akan dilakukan secara rutin, minimal 3 kali dalam sebulan. "Semua kondisi kesehatannya baik," tandas Ony.
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, pemeriksaan para tersangka dilakukan secara terpisah. Karena, dalam kasus pembunuhan terhadap Salim Kancil, para tersangka ada yang melakukan pembunuhan secara langsung, dan ada yang hanya melakukan pengeroyokan.
"14 tersangka dijerat Pasal 340 juncto 338 tentang pembunuhan berencana. Kemudian untuk 6 tersangka dijerat Pasal 170 tentang pengeroyokan," tutur Argo.
Argo menegaskan, 2 tersangka yang masih di bawah umur tidak ditahan. "Namun, tetap menjadi pengawasan polisi, dan dikenakan wajib lapor," kata Argo.
Selain menetapkan tersangka, Polda Jawa Timur beserta jajarannya terutama Polres Lumajang juga memetakan lokasi penambangan di kawasan tersebut. "Totalnya itu ada 76 lokasi tambang yang saat ini kita sedang dilakukan pemetaan," ujar Argo.
Argo mengatakan, pemetaan tersebut sebagai upaya menutup tambang yang diduga penyebab konflik hingga menewaskan Salim Kancil.
"Dalam kasus yang diperjuangkan oleh korban. Ternyata tambang pasir di Desa Selok Awar-Awar, Kabupaten Lumajang, tidak mempunyai izin atau ilegal," imbuh dia.
"Sedangkan dari 76 lokasi tambang, terdapat 40 lokasi memiliki izin, 30 lokasi izinnya mati, dan 6 lokasi tambang beroperasi tanpa izin alias ilegal," lanjut Argo.
Argo menegaskan, karena kasus ini menjadi perhatian Presiden dan Kapolri, maka selain melakukan pemetaan, pihaknya juga akan mengusut hingga tuntas kasus ini.
"Kita ingin menunjukan kalau bisa dituntaskan, dan tidak ada unsur lain. Siapa pun yang terlibat, jika memenuhi unsur akan ditindak tegas dan proses tetap lanjut," pungkas Argo.
Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti di Mabes Polri memerintahkan jajaran untuk terus menyelidiki kasus ini.
"Sudah saya perintahkan, dan sudah di-back up. Kan sudah ditangkap 20 orang, tinggal mengembangkan siapa yang nyuruh, siapa aktor intelektualnya," kata Badrodin Haiti di Mabes Polri, Jakarta, Selasa 29 September.
Tambang Ilegal
Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Timur menyatakan, lokasi penambangan pasir di daerah Pasirian, Lumajang, Jawa Timur merupakan lokasi penambangan ilegal. Lokasi itu belakangan mencuat ke publik seiring tewasnya Salim Kancil.
"Sebenarnya di lokasi tersebut ada pertambangan resmi. Jadi mereka melakukan pertambangan liar di lokasi pertambangan resmi," kata Kepala ESDM Provinsi Jawa Timur, Dewi J. Putriatmi, di Surabaya, Rabu, 30 September 2015.
Dewi menjelaskan, di lokasi tersebut ada kontrak izin yang dikeluarkan oleh Bupati Lumajang dari 2012 sampai 2022. Namun sejak Januari 2014, perusahaan tidak beroperasi karena ada larangan ekspor pasir besi dalam bentuk mentah.
"Ada dugaan penambangan menggunakan alasan revitalisasi desa wisata dengan cara mengeruk pasir. Tapi faktanya pasir hasil penambangan dijual ke umum," imbuh Dewi.
Dia menjelaskan, pengurusan perizinan cukup sampai ke kabupaten dalam hal ini bupati/walikota. Namun sejak awal 2015, ada undang-undang yang mengharuskan perizinan pertambangan harus sampai ke tingkat provinsi.
"Kalau yang sudah melakukan kontrak sebelum 2015, maka masih menggunakan aturan tingkat kabupaten kota sampai masa akhir kontrak," jelas Dewi.
Sementara di kabupaten Lumajang sejak Januari 2015, hanya ada 1 pengembang yang mengajukan izin dan belum diproses. Sekitar 60 izin dikeluarkan bupati setempat.
"Makanya saat itu kita tidak bisa menutup lokasi di Pasirian itu, sebab bukan wewenang kita," pungkas Dewi.
Direktur Eksekutif Walhi Jatim, Ony Mahardika Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur mendesak pemerintah provinsi Jatim untuk menutup penambangan pasir di Kabupaten Lumajang dan seluruh kabupaten/kota di Jatim.
"Penambangan pasir di pesisir pantai selatan Lumajang sudah merusak lingkungan dan wilayah selatan seharusnya tidak dijadikan kawasan tambang," kata Direktur Eksekutif Walhi Jatim, Ony Mahardika, Selasa, 29 September.
Informasi yang dihimpun di lapangan, lanjut dia, penambangan pasir di Desa Selok Awar-Awar yang dikelola kepala desa setempat merupakan penambangan liar atau ilegal.
"Izin penambangan saat ini berada di wilayah Pemprov Jatim, sehingga kami mendesak Pemprov Jatim dan Pemkab Lumajang menutup penambangan pasir karena aktivitas penambangan dapat menjadi pemicu bencana alam," kata dia.
Menurut Ony, kawasan penambangan di Desa Selok Awar-Awar sudah berdampak buruk bagi warga sekitar karena kawasan tersebut merupakan daerah yang berpotensi rawan bencana dan sebagai lahan perikanan, serta pertanian bagi warga setempat.
"Hampir semua kawasan pesisir pantai selatan dari Pacitan hingga Banyuwangi dilakukan penambangan bahan galian C, padahal kawasan itu seharusnya dijaga kelestarian lingkungan dan tidak dieksploitasi penambangan pasir besi," ujar Ony.
Kasus terbunuhnya Salim Kancil itu, lanjut dia, memiliki 2 korelasi yakni adanya penambangan liar dan penolakan warga terhadap aktivitas tambang, sehingga pemerintah harus bergerak cepat untuk mengantisipasi hal tersebut di beberapa daerah di Jatim.
"Hal itu menegaskan bahwa ketika ada warga yang menolak tambang, maka hal tersebut harus ditindaklanjuti dengan serius dan melakukan penutupan penambangan, agar tidak ada korban Kancil lagi di daerah lain," ucap Ony.
Ony menjelaskan, Walhi Jatim mengecam keras tindakan yang dilakukan pelaku penganiayaan terhadap 2 korban yang menjadi pejuang lingkungan di wilayah Desa Selok Awar-Awar.
"Kami mendesak Polri untuk mengusut tuntas pelaku dan aktor intelektual yang menyebabkan korban Salim Kancil meninggal dunia dengan mengenaskan dan korban Tosan dalam kondisi kritis di rumah sakit," pungkas Ony.
Perintah Presiden
Kasus pembunuhan Salim atau Salim Kancil mengundang perhatian Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki menyatakan, Jokowi telah mengetahui persoalan tersebut. Presiden juga telah meminta Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti untuk mengusut kasus tersebut sampai tuntas.
"Kami sangat menyayangkan. Presiden sudah minta Kapolri untuk mengusut pelaku penganiayaan. Saya kira kemarin polisi juga sudah menetapkan sejumlah tersangka," ucap Teten di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa, 29 September 2015.
Jokowi, imbuh Teten, juga telah memberi arahan kepada Kapolri agar berhati-hati menyelesaikan persoalan lahan yang melibatkan masyarakat dengan pengusaha. Cara-cara yang bersifat kekerasan dan intimidasi harus dihindarkan dan diselesaikan melalui pendekatan yang baik.
"Ada kekerasan terhadap konflik-konflik lahan, agraria semacam itu. Dan nanti saya kira akan ada semacam guidan kepada Polri supaya jangan menggunakan kekerasan terhadap konflik-konflik lahan antara masyarakat dengan pebisnis misalnya," papar Teten.
Ia juga menyatakan bahwa Presiden telah meminta Polri agar penanganan kasus tersebut dituntaskan secara transparan dan hati-hati. Terlebih pembunuhan Salim Kancil bermula dari konflik agraria yang biasanya terjadi dalam kurun waktu cukup lama.
"Konflik agraria tidak ada yang baru, rata-rata puluhan tahun. Presiden sudah memberikan perhatian supaya ada penyelesaian konflik ini yang cukup fair. Jadi umumnya misalnya petani yang sudah menduduki lama di tanah tersebut lalu mereka meminta penguasaan atas tanah tersebut, lalu ada pihak bisnis yang mau ambil lahan itu atau lembaga lain, itu kan konfliknya di situ," urai dia.
Teten menambahkan, pihaknya akan terus mengawal dan memantau proses penanganan kasus pembunuhan tersebut hingga tuntas. "Ini sudah ditangani oleh polres setempat dan kami Kantor Staf Kepresidenan akan memantau terus penyelesaiannya," pungkas Teten Masduki.
Wakil Ketua MPR Oesman Sapta Odang mengaku geram dengan kasus pembunuhan aktivis yang juga petani penolak penambang pasir Salim Kancil di Lumajang, Jawa Timur. Dia menilai, pembunuh Salim Kancil pantas dihukum mati.
"Sangat keji, pantas itu dihukum mati akibat perbuatannya membunuh Salim Kancil," kata Oesman Sapta di Gedung MPR, Senayan, Jakarta, Rabu 30 September.
Dia menegaskan, kepolisian harus segera mengusut para pembunuh Salim Kancil. Sebab tidak menutup kemungkinan ada aktor dibalik penganiayaan dan pembunuhan tersebut.
"Kita kan negara hukum, ya hukum harus ditegakkan dong apalagi penyiksaan seperti itu. Itu kan bertentangan dengan hukum kita," tegas dia.
Pria yang akrab disapa Oso ini pun mengaku heran, ada orang Indonesia yang bisa berbuat tidak berprikemanusiaan dengan menyiksa Salim Kancil hingga meninggal dunia.
"Iya kok tega-teganya orang-orang ini. Pokoknya Polisi harus bertindak tegas usut semuanya. Itu jelas-jelas tindakan yang tidak dapat diterima," tandas Oso.
Menkumham Yasonna P Laoly mengatakan tindakan main hakim sendiri seperti yang dilakukan sejumlah massa propenambangan terhadap Salim Kancil, sangat keji dan tidak bisa ditolerasi.
"Siapapun harus diminta pertanggungjawabannya secara hukum. Kita lihat nanti proses hukum yang sedang dilakukan Polri," ucap Yasonna. (Ron/Ali)