Terdakwa Korupsi Dermaga Sabang Stroke, Hakim Tunda Sidang

Atas dasar kesehatan, KPK sebenarnya ingin menghentikan perkara yang menjerat Syaiful. Namun tidak memiliki kewenangan.

oleh Sugeng Triono diperbarui 08 Okt 2015, 15:34 WIB
Diterbitkan 08 Okt 2015, 15:34 WIB
 3 Saksi Diperiksa KPK Terkait Korupsi Dermaga Sabang
Ketiga saksi itu adalah Pegawai Direktorat Jenderal Anggaran Supardjo, Mantan Kepala BPKS Syahrul Sauta, dan Pegawai PT Nindya Karya Sabir S

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menggelar sidang perdana kasus dugaan korupsi pelaksanaan proyek pembangunan dermaga Sabang, yang dibiayai APBN Tahun Anggaran 2006-2010. Terdakwa dalam kasus ini yakni Teuku Syaiful Ahmad.

Namun, belum juga Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi membacakan surat dakwaan, majelis hakim langsung menskors persidangan.

Majelis hakim yang diketuai Casmaya menskors, lantaran Syaiful yang menggunakan kursi roda, tidak dapat menjawab pertanyaan awal yang diajukan hakim mengenai identitas pribadinya.

"Nama saudara terdakwa siapa?" tanya hakim kepada Syaiful di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/10/2015). Mendengar pertanyaan hakim, mantan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) ini sama sekali tidak merespons. Istri terdakwa, ltin Agustina, di sebelahnya yang menjawab.

Itin menyatakan, suaminya sudah tidak dapat berkomunikasi setelah terserang stroke permanen. Hakim pun langsung bertanya kondisi Syaiful kepada jaksa.

"Kami telah rujuk ke lDl (Ikatan Dokter Indonesia) pada saat penyidikan, memang menyatakan yang bersangkutan dalam kondisi sakit permanen karena stroke, dan sudah tidak bisa aktif komunikasi," terang Jaksa lskandar Marwanto.

Mendengar jawaban ini, hakim kemudian menskors sidang untuk berunding. Selang 15 menit, Ketua Majelis Hakim memutuskan menunda persidangan hingga sepekan.

"Sidang kita tunda hingga 15 Oktober 2015 untuk memutuskan sikap," tutup hakim.

KPK Tidak Bisa SP3

Kondisi kesehatan Syaiful cukup sehat ketika penyidik KPK menetapkannya sebagai tersangka pada 25 Maret 2014 lalu. Namun, perlahan kondisinya memburuk saat terdakwa terserang stroke.

Atas dasar kesehatan ini, KPK sebenarnya ingin menghentikan perkara yang menjerat Syaiful. Namun, karena tidak memiliki kewenangan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), maka KPK menyerahkan persoalan ini kepada pengadilan.

"Berdasarkan putusan pimpinan, diputuskan dilimpahkan ke pengadilan agar objektif, majelis hakim bisa menilai," kata Jaksa lskandar usai sidang.

Dalam perkara ini, Syaiful diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Rmn/Sun)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya