Kejagung: SPDP Risma Tidak Tertulis Tersangka

Jaksa Agung Prasetyo memastikan pihaknya tidak akan tebang pilih dalam penegakan hukum.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 26 Okt 2015, 19:34 WIB
Diterbitkan 26 Okt 2015, 19:34 WIB
Jaksa Agung Umumkan Lima Nama Capim KPK dari Kejagung
Jaksa Agung, M Prasetyo saat ditanya wartawan terkait lima calon dari pihak Kejaksaan Agung yang akan mengikuti seleksi calon komisioner KPK di Gedung Kejasaan Agung RI, Jakarta, Selasa (23/6/2015). (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan, mantan Walikota Surabaya Tri Rismaharini atau Risma tidak disebutkan sebagai tersangka dalam Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), terkait kasus dugaan penyalahgunaan wewenang pemindahan pedagang kios Pasar Turi.

Menurut Prasetyo, dalam SPDP bernomor B/415/V/15/Reskrimum yang dikirimkan pada 29 September 2015 itu, hanya tertulis 'diduga dilakukan', bukan 'tersangka'.

"Tidak secara eksplisit dinyatakan sebagai tersangka. Hanya tertulis 'diduga dilakukan' oleh siapa itu di dalam sprindiknya. Salah satunya Risma," kata Prasetyo saat dihubungi di Jakarta, Senin (26/10/2015).

Prasetyo menjelaskan, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur memang benar telah menerima SPDP dari penyidik Ditreskrimum Polda Jawa Timur (Jatim), yang artinya penyidikan di kepolisian tetap berlanjut.

Dia pun membantah anak buahnya sengaja 'membocorkan' SPDP itu. Sebab pada Jumat 23 Oktober lalu, Kejati Jatim banyak menerima pertanyaan dari media terkait status politisi PDI Perjuangan itu.

"Logikanya kan gini, saat SPDP sudah disampaikan, penyidikan akan berlanjut. Dengan banyaknya pertanyaan seperti itu, Kasipenkum tidak bisa menolak. Jadi diberikan infonya. Jadi jangan dibilang, kejaksaan yang mau main atau apa," tegas Prasetyo.

Tidak Tebang Pilih

Prasetyo pun memastikan pihaknya tidak akan tebang pilih dalam penegakan hukum. Termasuk yang melibatkan kader Partai Nasdem, meski dirinya berasal dari partai yang dipimpin Surya Paloh ini.

Ia mencontohkan, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah (Sulteng) yang justru menahan mantan Gubernur Sulteng yang juga eks Ketua Dewan Pembina Partai Nasdem Sulteng, HB Paliudju, terkait kasus dugaan korupsi penyalahgunaan anggaran operasional Provinsi Sulteng 2006-2011.

Selain itu, lanjut Prasetyo, dirinya juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengungkap secara terang-benderang kasus dugaan dana bansos yang saat ini sedang ditangani.

"Ketika mereka (KPK) menginformasikan OTT (operasi tangkap tangan) di PTUN Medan, ketika mereka mengatakan menangkap hakim dan panitera, saya sejak awal mengatakan ungkap tuntas. Saya mengapresiasi dan bahkan meminta dituntaskan kasus tersebut hingga ke dalangnya," tegas Prasetyo.

Menurut Prasetyo, tidak mudah menangani berbagai perkara di Korps Adhiyaksa. Termasuk, perkara pengalihan lahan PT Kereta Api Indonesia ( PT KAI) di Medan yang melibatkan pejabat pemerintah provinsi setempat dan kasus dana bansos Provinsi Sumut.

Karena itu, dia meminta kepada berbagai pihak, termasuk para aktivis antikorupsi untuk tidak menyudutkan Kejagung dalam penanganan perkara.

"Mestinya aktivis anti-korupsi mengedepankan fakta dan objektifitas. Kita justru berharap dukungan aktivis antikorupsi ketika menangani pekara korupsi. Kita menangani kasus korupsi tapi malah disudutkan kita," pungkas Prasetyo. (Rmn/Sss)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya