Mensos Sebut Ada Hukuman Kebiri Temporer, Seperti Apa ya?

Hukuman kebiri sudah diberlakukan dinegara-negara maju, antara lain Inggris, Rusia, Amerika Serikat, dan Korea Selatan.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 28 Okt 2015, 13:53 WIB
Diterbitkan 28 Okt 2015, 13:53 WIB
Mensos Kofifah
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menyerahkan Paket bantuan Rp 90 juta bagi pengembangan layanan rehabilitasi lembaga AKSI NTB, korban penyalahgunaan narkoba di Pusat Edukasi dan Rehabilitasi Narkoba, Lombok, NTB, Rabu (25/3/2015).

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dalam waktu dekat akan menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual.

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menjelaskan, hukuman kebiri yang akan digunankan di Indonesia memiliki tingkatan yang beragam, dari kebiri permanen hingga kebiri temporer.

"‎Ini kan sebagian besar tidak permanen. Jadi seperti di Amerika misalnya itu ada kebiri yang jangka waktunya 20 tahun. Dan setelah itu bisa normal kembali," kata Khofifah di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Rabu (28/10/2015).

Menurut Khofifah, negara-negara maju telah menerapkan hukuman kebiri, antara lain adalah Inggris, Rusia, Amerika Serikat, dan Korea Selatan.‎ Ia menuturkan hukuman ini bukan suatu hal yang baru untuk diadopsi di Indonesia.

Mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ini juga menyampaikan, kebiri bisa dilakukan dengan bedah syaraf libido dan bisa juga dengan mengkonsumsi kapsul. Hal ini akan dikaji lebih mendalam oleh Tim Penyusun Perppu yang melibatkan dokter pula.

"Tim Dokter yang akan melihat mana efektivitasnya dan sampai kurun waktu berapa lama," tegas Khofifah.

Sudah Urgent

‎Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai penerbitan Perppu soal hukuman kebiri untuk pelaku paedofil bisa jadi solusi atas lemahnya hukum terhadap kejahatan seksual pada anak.

"Ini sudah urgent. Didasarkan pertimbangan, dimana penerbitan Perppu tentu sebagai solusi atas lemahnya hukum terhadap kejahatan seksual pada anak," ujar Wakil Ketua KPAI Susanto kepada Liputan6.com, Minggu 25 Oktober lalu.

Menurut Susanto, ada 3 alasan kenapa Perppu tersebut sangat diperlukan. Yang pertama, adanya keadaan dan kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum.

"Korban kejahatan seksual anak semakin banyak, sementara pelaku tak jera, bahkan tak jarang pelaku mengulangi perbuatannya tanpa rasa iba kepada korban. Ini butuh penjeraan sebagai upaya preventif," jelas dia.

Selain itu, Susanto menyebutkan muatan pasal pidana terhadap pelaku kejahatan seksual dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, masih tergolong ringan.

"Karena maksimal hanya 15 tahun dan belum efektif untuk menekan kejahatan seksual terhadap anak, agar anak tak terpapar kejahatan atas nama seksualitas," tutur Susanto. (Dms/Sss)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya