Liputan6.com, Jakarta - Bupati Batang, Jawa Tengah, Yoyok Riyo Sudibyo bersama mantan Walikota Surabaya, Jawa Timur, Tri Rismaharini mendapat penghargaan Bung Hatta Anti Corruption Awards (BHACA). Keduanya dianggap sebagai kepala daerah terbaik tahun ini oleh BACHA karena bersih dari praktik korupsi di birokrasi pemerintahan yang mereka pimpin.
Dalam pidatonya, Yoyok memberi sejumlah pengalamannya selama memimpin Batang sejak 2012. Secara tidak langsung, Yoyok mengakui menjadikan Risma sebagai role model kepemimpinannya.
Baca Juga
Kata Yoyok, dia sama sekali tidak punya pengalaman birokrasi. Namun ketika terpilih, ia terus belajar banyak. Terutama bagaimana mengelola anggaran.
Advertisement
"Begitu jadi bupati, saya tidak punya pengalaman ilmu birokrasi dan anggaran. Saya tidak dididik begitu. Saya harus mengolah anggaran Rp 2 triliun, Rp 100 miliar," kata Yoyok di lokasi BACHA, Graha Niaga, Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (5/10/2015).
Yoyok mengaku, dirinya bekerja sambil belajar. Selama menjadi bupati, pekerjaannya pada pemerintahan ditemukan 3 hal. Yakni, birokrasi, sistem, dan aturan.
"3 hal ini yang menurut saya dikerjakan bersama-sama," ucap Yoyok.
Dia juga mengakui, banyak belajar dari kepemimpinan Risma di Surabaya. Cara-cara yang dipakai Risma dalam pembangun dan mengelola Kota Surabaya, ia terapkan di Batang.
"Saya belajar ke Bu Risma pada 2013. Kemudian pada 2014 ternyata sama saya juga diakui seperti Bu Risma, lelang saya mendapat ISO 2001," kata dia.
"Program yang ada di tempat Bu Risma, kalau diakui baik, kenapa tidak diperintah pemerintah pusat untuk diterapkan ke seluruh Indonesia," ucap Yoyo.
Buat Sistem
Di kesempatan sama, Risma mengatakan bahwa ada sekitar 18 ribu PNS di Surabaya, sehingga tak mungkin dia mengarahkan satu per satu. Akhirnya, dia membuat sistem yang dinamakan Single Window, untuk bertindak dan bekerja secara sistematis. Dengan sistem pelayanan elektronik itu, memudahkan aparat birokrasi bekerja dan menghindarkan dari praktik-praktik curang.
"Kenapa kami buat sistem, karena dibutuhkan juga transparasi sehingga dengan elektronik memudahkan kita mengontrol dan mengajak orang-orang untuk bersih," kata dia.
Apalagi, lanjut Risma, penduduk Surabaya itu lebih dari 3 juta. Tak mungkin ia harus sosialisasi satu per satu mengenai pelayanan. Karena itu, dengan Single Window, semua pelayanan di birokrasi Pemkot Surabaya terintergrasi.
"Penduduk Surabaya 3 juta kalau satu persatu saya omongin berat. Makanya saya buat sistem, sehingga lebih cepat dan mudah. Kemudian, sistem itu pasti transparan, terukur, bersentuhan dan ketemu langsung agar menghindari kontak-kontak di luar sistem," kata Risma.
"Maka sistem itu memudahkan mengarahkan PNS melalui tool itu, bisa dikontrol oleh atasan. Dengan sistem elektronik mudah dipegang," tukas Risma. (Ali/Ron)